Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... Freelancer - heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karena Merdeka dalam Belajar adalah Hak Segala Bangsa

2 April 2023   21:25 Diperbarui: 2 April 2023   21:52 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku mengikuti Kelas Inspirasi Malang 5 | foto: Arai Amelya

Tahun kelima merupakan tahun konsultasi profesi dan ujian, sehingga mereka bisa fokus meraih nilai terbaik hanya pada mata pelajaran yang berpengaruh untuk profesi yang diinginkan. Contohnya jika aku ingin menjadi seorang Auror (penegak hukum Dunia Sihir), aku hanya perlu fokus meraih nilai tertinggi pada mata empat mata pelajaran. Di mana nanti empat pelajaran itu yang nilainya harus sempurna lagi di tahun keenam dan ketujuh, meskipun aku tetap mempelajari materi dasar di tingkat satu.

Tunggu, bukankah penjurusan di sekolah SMA masih demikian? Kita yang masuk ke kelas IPS tak perlu lagi belajar soal biologi atau kimia, begitu pula anak bahasa tak perlu memahami geografi hingga sejarah.

Benar.

Hanya saja, nilai yang sempurna 10 masih menjadi standar emas kelulusan. Sebuah ketetapan yang melahirkan generasi pandai menghapal, bukan pandai menerapkan materi keilmuannya. Belum lagi anggapan setiap orangtua bahwa IPA adalah kelas murid pintar dengan masa depan cerah dan profesi menjanjikan, membuat banyak anak-anak muda harus mengubur dalam-dalam impiannya yang meminati IPS maupun bahasa.

Mau tak mau kita para murid tak ubahnya burung-burung kukuk di yang dijelaskan oleh Viru Sahastrabuddhe (Boman Irani) dalam film 3 IDIOTS (2009). Jika kita pandai menghapal seluruh penjelasan plek ketiplek buku pelajaran seperti Chatur Ramalingam (Omi Vaidya), maka kita akan dicintai oleh para pendidik, lulus dengan nilai sesuai harapan dan memperoleh pekerjaan mainstream yang diinginkan.

Sedangkan murid yang berpikiran bebas dan belajar sesuai apa yang dia minati seperti Phunsukh Wangdu (Aamir Khan), hanya akan dianggap sebagai murid bandel sekalipun memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Namun tak sedikit dari kita yang terpaksa bersekolah hanya demi mewujudkan keinginan orangtua seperti Farhan (R. Madhavan), sambil mengubur dalam-dalam impian menjadi fotografer alam bebas.


Lagi-lagi, di mana letak kemerdekaannya?

Kurikulum Merdeka, Saatnya Murid dan Guru Sama-Sama Merdeka Belajar

'Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau' -- Soe Hok Gie

Revolusi mungkin adalah kata yang paling tepat sebagai apa yang harus dilakukan pemerintah dan instansi terkait untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia.

Hal inilah yang langsung dilakukan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim pada Februari 2022 lalu, saat meluncurkan Kurikulum Merdeka. Terlahir lantaran fenomena pandemi Covid-19 yang membuat sistem pendidikan Indonesia limbung, Kurikulum Merdeka menawarkan pembelajaran kokurikuler dan intrakurikuler yang lebih beragam sehingga para murid lebih punya banyak waktu untuk meningkatkan kompetensi diri, sesuai konten pembelajaran yang optimal tanpa meninggalkan Profil Pelajar Pancasila.

Dok pribadi
Dok pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun