Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... Freelancer - heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karena Merdeka dalam Belajar adalah Hak Segala Bangsa

2 April 2023   21:25 Diperbarui: 2 April 2023   21:52 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku mengikuti Kelas Inspirasi Malang 5 | foto: Arai Amelya

Bukankah ini artinya, sekolah hanyalah sebuah ajang balapan untuk mencapai nilai sepuluh?

Lantas bagaimana dengan mereka yang bersekolah dalam kondisi fasilitas sangat terbatas? Aku jadi ingat saat berkunjung ke Waerebo di tahun 2022 dan Mandalika di tahun 2021 silam. Ada banyak bocah-bocah SD yang kutemui bersekolah tanpa mengenakan alas kaki, atau berangkat memakai sandal jepit, meskipun masih mengenakan seragam merah putih. Sekolah mereka hanya memiliki satu kelas untuk setiap jenjang, bahkan ada yang berbagi ruangan untuk satu tingkatan kelas.

Belum lagi perkara fasilitas belajar mengajar, di kelas itu ada foto Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin beserta papan tulis hitam yang sudah memudar saja sudah menjadi sebuah prestasi. Namun tetap, kurikulum tak peduli pada keterbatasan itu karena mereka harus mampu mencapai standar nilai minimal enam untuk seluruh mata pelajaran agar dianggap berhasil bersekolah.

Sementara itu di lain pihak, guru sebagai ujung tombak pendidikan adalah pihak yang akan terus-menerus ditekan agar muridnya bisa memperoleh standar nilai yang diinginkan oleh kepala sekolah dan orangtua. Sehingga tak akan ada waktu bagi anak untuk mengenal kemampuan dan kemauan dirinya.

Kalau sudah begini, apakah itu artinya mereka merdeka?

Belajar dari '3 IDIOTS' dan Murid Hogwarts

aku mengikuti Kelas Inspirasi Malang 3 foto: Arai Amelya
aku mengikuti Kelas Inspirasi Malang 3 foto: Arai Amelya


'Ever since we were young, we believed that life was a race. If we didn't run fast enough, we would be trampled and overtaken. Man, even to be born, we had to race 300 million sperm' -- Farhan Qureshi (3 IDIOTS)

Bicara soal kurikulum, Indonesia sebetulnya sudah melewati banyak sekali versi. Tercatat sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, telah ada setidaknya 10 versi kurikulum yang berbeda. Meskipun berbeda, hampir seluruh kurikulum itu masih sama yakni indikator nilai kelulusan pada mata pelajaran utama. Karena hal ini, murid dituntut untuk memahami pelajaran yang sebetulnya tak diminati untuk membangun karier masa depan mereka, hanya demi memperoleh nilai lulus.

Bahkan untuk Kurikulum Tematik yang ditetapkan pada 2013, tetap saja berfokus pada pembelajaran agar murid bisa memenuhi sistem nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Lagi-lagi, perlombaan balap meraih nilai sempurna untuk seluruh mata pelajaran.

Dalam kondisi seperti ini, aku sungguh cemburu dengan murid-murid di sekolah sihir Hogwarts.

Meskipun fiksi, para murid di sana sejak dari awal tahun ajaran sudah dikelompokkan berdasarkan kepribadian mereka pada empat ruangan berbeda. Di tahun pertama dan kedua, murid Hogwarts akan memperoleh tujuh mata pelajaran sihir utama. Barulah di tahun ketiga mereka berhak memilih mata pelajaran tambahan sesuai minat yang boleh dibatalkan di tahun keempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun