Mohon tunggu...
Arai Jember
Arai Jember Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Katakan Dengan Tulisan Jika Tak Sanggup Berlisan

Menulis itu investasi. Setiap kebenaran tulisan adalah tanaman kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kebebasan Tak Harus Kebablasan

15 Oktober 2021   13:06 Diperbarui: 15 Oktober 2021   13:35 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pontianak.tribunnews.com

Kebebasan Tak Harus Kebablasan

Lazimnya ada empat kebebasan yang diakui saat ini. Kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, kebebasan berkepemilikan, dan kebebasan bertingkah laku. Kebebasan yang terakhir sering pula dimaknai dengan kebebasan berekspresi.

Pada praktiknya seseorang akan dianggap sah melakukan kegiatan apapun yang termasuk dalam empat poin di atas, selama tidak ada yang merasa dirugikan. Konsep inilah yang kemudian menjadi salah satu pijakan bagi sebagian pengikutnya untuk "menerobos" norma dan moral. "Suka-suka saya, kan badan-badan sendiri, gak nyusahin kamu", begitu ungkapan sederhananya.

Konsep ini kukuh karena berdampingan dengan paham sekuler, memisahkan agama dari urusan kehidupan. Agama ditempatkan di ruang privat, sebatas yang berkaitan dengan aktivitas ritual. Sedangkan di luar ranah tersebut, apapun yang dilakukan bebas sesuai dengan selera manusia yang menjalankan. Senyaman standar yang ditentukan sendiri oleh manusia.

Walhasil, tidak sedikit kebebasan yang ujungnya kebablasan. Dan tak sedikit pula yang akhirnya menimbulkan kerugian pada pihak lain. Namun lagi-lagi dengan alasan haknya mendapatkan kebebasan, pelaku tak mau disalahkan. Dan korban juga menuntut hak akan kedamaian. Perselisihan tak dapat dielakkan.

Padahal bila kita merenung secara mendalam, apakah memang benar diri kita ini milik kita sendiri? Apakah benar bebas kita apakan sesuai kemauan? Pernahkah terlintas kalau adanya karena diciptakan oleh Sang Pencipta? Dan kira-kira nafas setiap detik, kesehatan setiap hari, itu atas pemberian siapa?

Perenungan ini sejatinya akan mengantarkan pada kesimpulan bahwa ada Allah Yang Maha Menciptakan Lagi Menghidupkan. Andaikan tidak diciptakan, dan tidak diizinkan hidup, tentu saat ini tidak ada eksistensinya. Lantas mengapa berani mengedepankan kebebasan melampaui rambu-rambu dariNya?

Inilah mengapa, sejatinya kebebasan itu tunduk dibawah kuasa Allah. Tidak mutlak bebas dan bablas. Walaupun ada pilihan untuk melakukan apapun, namun bukan berarti yang bertentangan dengan aturanNya yang dipilih. Bukan karena merasa bahagia lalu berani melompati agama.

Sebab manusia itu sejatinya lemah, memerlukan yang lainnya, tidak bisanya mutlak eksis sendirian. Dan ungkapan semoga begini dan begitu dalam setiap keadaan adalah salah satu pembuktiannya. Maka menjadi aneh ketika kelemahan itu masih ada tetapi sudah berani melanggar kodratNya.

Terlebih lagi bila hanya menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan, makan sejatinya hal ini adalah sinyal gagal menemukan kebahagiaan itu sendiri. Tidaklah harta berlimpah, tahta menjulang, dan kesempurnaan fisik itu selalu berkorelasi dengan ketentraman. Bahagia lahiriyah yang tidak dikuatkan dengan ketentraman hati hanyalah kebahagiaan semua.

Maka sejatinya perlu ada kesadaran bahwa sebagai makhluk yang diciptakan, ada kepatuhan dan ketundukan kepada Sang Pencipta. Artinya tidaklah kebebasan itu mutlak semau manusia. Selanjutnya kesadaran ini perlu dipupuk dengan menjadikan diri sadar bahwa ia tak bisa lepas dariNya, tidak bisa hanya menempatkanNya di ranah ibadah semata.

Konsekuensinya setiap perbuatan apapun akan ditakar: cocok apa tidak dengan perintah dan laranganNya. Dua kesadaran ini akan semakin terpelihara bila didukung oleh lingkungan pergaulan yang sehat. Lingkungan religius yang menghidupkan aktivitas saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Yang dengannya upaya menyadari hakikat kebebasan bukan tanpa batas tidak akan berat dilaksanakan seorang diri.

Hanya saja perwujudan kondisi di atas sulit direalisasikan bila sekuler liberal masih melingkupi keseharian. Sebab penderasan kebebasan akan terus digelontorkan sampai nilai-nilai religius luntur dari generasi. Suksesnya perhelatan kaum pelangi dengan ide pemilihan ratu di antara mereka adalah salah satu buktinya.

Kegiatan seperti itu bukanlah event kecil. Ada keterlibatan sponsor di sana, ada perizinan yang membuat acara terselenggara, dan tentunya ada peserta yang menjadi objek kegiatan. Artinya pendukung kebebasan seperti ini terorganisir rapi. Sehingga ada kekuatan untuk terus naik dengan segala pro dan kontranya.

Memprihatinkan bila kebebasan seperti ini sampai merasuki generasi. Bukan hanya sebatas ancaman bagi regenerasi berikutnya, tapi juga terang dan terbuka menyuarakan apa yang tidak dibolehkan agama. Lantas kebahagiaan apa yang dapat dibanggakan bila sudah demikian?

Maka agar kebebasan tidak terus kebablasan, sudah selayaknya konsep itu dieliminasi. Untuk kemudian di uninstall sepenuhnya dari ruang hidup generasi. Dan sebagai gantinya, mereka diprogam ulang dengan konsep hidup yang menjunjung tinggi nilai Ilahi. Kehidupan Islam, yang rahmatnya dijanjikan bagi semesta alam. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun