Konferensi Moti Verbond, dari namanya Moti, konferensi ini diadakan pada 1322 silam di pulau Moti yang berada di sebelah selatan pulau Tidore yang mengkisahkan empat kerajaan di Maluku Utara. Empat kerajaan bernuansa Islam hadir dalam konferensi ini antara lain kerajaan Tidore, Ternate, Bacan dan Jailolo.Â
Ringkas dan sederhananya konferensi ini melahirkan perjanjian antar empat kerajaan ini, perjanjian damai, kesepakatan batas wilayah, tidak diperbolehkannya saling serang satu sama lain, tidak diperbolehkannya memonopoli perdagangan dan membendung ekspansi asing yang datang.Â
Perjanjian tersebut menjadi amanah yang dipegang kuat selama bertahun-tahun lamanya sehingga terciptalah situasi yang sejahtera di kawasan Maluku Utara, konon keempat kerajaan Islam ini merupakan bagian wilayah yang dicacah oleh satu orang keturunan Arab masih terdapat ikatan darah dengan Rasulullah yang membagi empat wilayah untuk para keturunannya demi menyelamatkan kerukunan mereka dari perang saudara. Pada akhirnya Maluku kedatangan misionaris dari barat yang dinavigasi oleh Portugis yang menduduki Ternate dan Spanyol menduduki Tidore.Â
Penjajakan kaki Portugis di Ternate pada awalnya pada tahun 1511 dimana pola dagang yang serakah membuat rakyat Ternate geram dan melakukan perlawanan untuk mengusir Portugis, trik dan intrik licik dilakukan untuk meredam perlawanan warga lokal dengan menyodorkan surat perjanjian damai dan diterima oleh kerajaan Ternata, surat perjanjian hipokrit telah membohongi seluruh rakyat Ternate karena sultan Khairun dibunuh secara keji oleh Portugis dengan dalih alih-alih mengundang jamuan makan malam di benteng kemudian ditikam.Â
Kejadian ini mengobarkan semangat perlawanan yang dimimpin oleh pewaris takhta sultan Baabullah yang gigih dibantu oleh ketiga kerajaan Maluku Utara berhasil mengusir Portugis dari Ternate.Â
Begitu pula yang terjadi di Tidore yang didatangi Spanyol negara ekspansif yang kuat di bidang maritim mencoba memeras kekayaan alam kepunyaan Tidore dengan membangun dua benteng mengapit kadaton kesultanan Tidore, Fort Torre dan Fort Tahula yang strategis menghadap ke laut sebagai peninjau arus lalu lintas dan perdagangan. Kesimpang siuran yang mengakibatkan pecahnya konflik Spanyol dan Portugis di Maluku salah satu faktor adalah bertemunya dua negara ini, Portugis melalui jalur barat dan Spanyol jalur timur dan bertemulah di Maluku, pembagian ini diprakarsai melalui perjanjian Tordesillas.
Merunut konflik dua misionaris Eropa di Maluku ini terdapat konsesus yang melahirkan perjanjian Saragosa, berisi bahwa Spanyol meninggalkan Maluku dan mengalihkan kegiatan di Filipina dan Portugis tetap melakukan kegiatan di Maluku namun terlanjur rakyat Maluku terutama Ternate mendeklarasikan perang melawan Terntate. Berpuluh tahun perlawanan Ternate menginisiasi kedatangan Belanda bak pelindung bangsa Maluku dari tekanan Portugis dengan navigator utama pelayaran Belanda oleh Jan Pieterzoon Coen yang kelak menjabat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda.Â
Permainan kotor Belanda diawali dengan sikap manis merebut hati penguasa Belanda yang menjanjikan pelebaran kekuasaan tak hanya itu terdapat pemikir Belanda yang mempelajari secara detail kehidupan sosial, masyarakat dan keagamaan di lingkaran kesultanan dengan cara itu memudahkan mendapat hati penguasa dan mulai mempraktikan politik Devide et Impera dengan mengadu domba kesultanan Ternate dan kesultanan Tidore, pada posisi ini Ternate bersekutu dengan Belanda sehingga secara langsung mengkhianati konferensi Moti Verbond.Â
Hubungan keempat kerajaan semakin longgar dan memicu perpecahan bukan hanya dari segi persaudaraan kesultanan namun dari segi satu agama. Kolonialisme dan Imperialisme Belanda semakin nyata dan benar adanya dengan peristiwa yang dinamakan Pelayaran Hongi dengan membakar perkebunan cengkih di areal Maluku karena perkebunan Belanda mengalami banyak gagal panen, pembakaran ini dilakukan karena ketakutan Belanda kalah saing dengan pedagang lokal yang dikhawatirkan para pedagang lokal menghancurkan ekonomi dagang Belanda dengan praktik Oligopoli maka dari itu Belanda melakukan pembakaran semua lahan cengkeh lokal.Â
Dengan kedigdayaan Belanda di Maluku membuat keserakahan semakin menjadi dan meneruskan navigasi ke Ambon dengan mendirikan kantor dagang VOC sebelum bertolak menguasai Jawa dan seluruh wilayah Nusantara. Integrasi kerajaan bercorak Islaam di Nusantara sejatinya tersapat ikatan emosional yang menghubungkan satu sama lain dan terbentuk kerja sama yang menyulitkan penaklukan oleh penjajah, selain itu hal-hal ikhwal yang sifatnya prinsip seperti pertahanan keamanan memiliki kohesi yang sangat kuat dari kerajaan Islam Nusantara.Â
Terdapat peristiwa heroisme oleh penguasa kesultanan Tidore, sultan Nuku yang berperang melawan Belanda di medan laut selama dua puluh empat tahun tanpa merasakan kekalahan. Peristiwa semacam itulah yang menjadi sumbu api perjuangan dan kaca ketika letih ditengah perjuangan untuk mengembalikan kemuliaan di pangkuan ibu pertiwi