Dengan pendekatan marketing ini yang mana juga menerapkan komisi bagi mereka para sales yang berhasil "menjual" produk, dan juga diperlukannya sample atau tester atau demonstrasi pengunaan "produk yang dipasarkan" menjadikan pesta demokrasi menjadi komersialisasi politik dan menyempitkan arti politik yang cenderung menjauhkan masyarakat dari ikatan ideologis sebuah partai dengan pendukungnya , sehingga O.Â
Soughnessy. (2001) menyebutkan pendekatan marketing menjadikan pesta demokrasi menjadi proses transaksi " aku entuk opo" dari pada mengikat masyarakat dengan ikatan ideologi.
Andai kata proses kampanye digital dan simpul simpul sosial di medsos sudah dikatakan berhasil mempengaruhi khalayak untuk mendukung satu calon tertentu, apakah akan menjamin keunggulan calon tersebut? Belum tentu!. Tingkat partisipasi calon voter/pemberi suara untuk datang ke bilik pencoblosan sangat menentukan.
Dengan model pemungutan suara yang masih konvensional seperti yang dilakukan di Indonesia, dimana pemilih harus datang ke tempat pemungutan suara menjadikan satu issue sendiri untuk menggerakkan mereka untuk datang terlebih dimasa pandemik  ini.
Siapa yang menjamin keselamatan mereka agar mereka tidak tertular Covid19 pasca menyalurkan aspirasi mereka?
Disini sisi kekreatifitasan tim kampanye diperlukan. Misalnya di simpul simpul massa yang telah dibina dan diedukasi dilakukan misalnya program penguatan imun dengan kegiatan senam pagi di areal terpapar matahari guna memanfaatkan vitamin D, yang diakhiri dengan pemberian Vitamin guna meningkatkan imunitas dengan frekwensi tertentu, mungkin akan meningkatkan kepercayaan calon pemilih untuk datang mencoblos.
Namun demikian ragam kampanye dimasa pandemik  mungkin akan direspon beragam oleh berbagai pihak, menurut Quarantelli (1997) respon institusi baik institusi pemerintah atau organisasi sosial politik mempengaruhi kesiapan masyarakat dalam menghadapi kondisi tidak menguntungkan seperti dimasa pandemik  ini.
Respon masyarakat ini menurut Oliver--Smith ( 1999) dipengaruhi oleh dogma keagamaan, kepercayaan, penguasaan informasi, kondisi ekonomi dan bagaimana mereka dimanjakan dalam kebijakan pemerintah.
Sehingga disini, model kampanye yang didukung oleh tokoh yang sebelumnya "sukses" mengantarkan "kesuksesan" di pemerintahan akan sangat diuntungkan dalam kampanye dimasa pandemik .
Termasuk juga pada incumbent. Namun demikian itu tidak menjamin karena menurut Bornstein (2007), opini dan perilaku masyarakat dalam masa pandemik  dipengaruhi oleh " seberapa parah kondisi pandemik " dan bagaimana masyarakat bisa bangkit serta kemungkinan untuk pulih serta kemungkinan untuk membangun penghidupan mereka.
Sehingga issue kampanye dimassa pendemik ini juga mempengaruhi seperti pengangguran yang muncul karena pembatasan sosial, solusi pembelajaran jarak jauh yang kebanyakan menyulitkan para orang tua, perekonomian yang melambat juga menjadi issue yang harus digarap.