Mohon tunggu...
Aprinalistria Aprinalistria
Aprinalistria Aprinalistria Mohon Tunggu... Dosen - tak lagi sama

Seorang Ibu, Penulis, Googler...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karir bagi Single Mom

20 Agustus 2015   12:13 Diperbarui: 20 Agustus 2015   12:13 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karir Bagi Single Mom

"Mimi, bisa libur sebulan untuk urusin aku dan adik?"

Kata-kata yang muncul dari mulut kecil lucu anak saya yang berusia 7 tahun, membuat saya terhenyak.

Sebagai seorang ibu yang bekerja, saya memang tidak banyak meluangkan waktu untuk anak-anak, apalagi harus dengan kondisi saya seornag single parent. Ketika memiliki dua anak yang masih kecil 2 tahun dan 7 tahun, maka yang ada dipikiran saya hanyalah bagaimana caranya agar anak-anak dapat mengenyam pendidikan dengan baik dan terpenuhi kebutuhannya.

Sepulang kerja yang masih magrib hari itu (biasanya saya sampai di rumah, anak-anak sudah tidur) setelah 5 hari di luar kota, anak saya yg pertama bertanya: Mimi dari mana? kerjanya lama banget...Mimi bisa ga libur sebulan untuk ngurusin aku dan Adek? . Pertanyaan yang membuat dada saya angsung berhenti, deg!

Saat itu saya hanya dapat menatap matanya, lalu memeluknya, sambil berbisik: kakak kenapa? kangen ya sayang?


Maaf yaa, mimi pulangnya lama.

Sebagai single parent, saya memahami bahwa kondisi yang harus bekerja dua kali lipat dibanding orang tua lengkap mengharuskna kita memposisikan diri untuk bekerja lebih keras dan lebih banyak. Akhirya anak-anak mungkin jadi tidak terurus dengan optimal.

Setiap sabtu dan minggu saya sebisa mungkin mengalokasikan waktu untuk bersama mereka, bermain, berenang, jalan-jalan dan kebersamaan apapun yang mendekatkan kami secara emosional.

Tidak dipungkiri, bahwa kata-kata anak saya seminggu lalu, sampai detik ini masih terngiang di kepala saya, dan ketika mengingat itu saya jadi ingin menangis.

Betapa dalam hatinya dia merasa kesepian atau merasa ingin diperhatikan. Tapi keadaan yang memaksa kami harus bertahan dan bersabar.

Saat ini saya berpikir apa yang sebaiknya saya lakukan untuk menjawab kegelisahan anak-anak saya?

1. bekerja dari rumah

2. bekerja freelance

3. bekerja sesuai order

Namun, ketika dibenturkan dengan kebutuhan ekonomi pastilah tidak cukup dan kami harus ikat pinggang.

Parents, banyak perempuan memilih berkarir ketika telah berkeluarga. Apalagi mereka yang terpaksa harus menanggung sendiri kebutuhan rumah tangga akibat menjadi orang tua tunggal. 

Sedari dini ketika keaadaan tersebut muncul, ada baiknya melakukan komunikasi yang lebih intensif dengan pihak keluarga, orang tua, dan khususnya anak-anak kita.

Kesulitan bertambah ketika menjadi orang tua tunggal tidak hanya harus bekerja untuk keluarga, tetapi juga menjadi Ibu sekaligus Ayah bagi anak-anak kita. Ada beberapa hal yang bias dilakukan single parents untuk hal-hal tersebut, diantaranya:

  1. Melakukan komunikasi intensif dengan anak-anak di saat tidak sibuk di kantor
  2. Meluangkan waktu lebih banyak ketika bersama dengan mereka saat liburan
  3. Memberikan apresiasi yang extra kepada pencapaian buah hati
  4. Mengedukasi sejak dini kepada buah hati, mengenai kondisi yang terjadi pada kita secara gamblang, jujur, terbuka dan apa adanya.

 

Melakukan komunikasi intensif dengan anak-anak di saat tidak sibuk di kantor

Ada saat di jam-jam tertentu ketika kondisi kantor tidak sibuk, biasanya saya berkomunikasi dengan intensif kepada kedua anak saya melalui telepon. Menanyakan kabar mereka, atau pertanyaan-pertanyaan rutin seperti ”tadi makan siang pakai apa?” dan sebagainya.

Komunikasi yang jalan terus pada saat kita bekerja kepada buah hati, akan sangat berarti bagi mereka yang sebenarnya juga sedang bertanya-tanya, kira-kira sedang apa orang tua mereka jam segini di kantor.

 

Meluangkan waktu lebih banyak ketika bersama dengan mereka saat liburan

Parents, seringkali liburan atau cuti kerja bagi Ibu bekerja adalah “me time” yang dihabiskan penuh untuk edisi merawat tubuh dan memanjakan diri. Namun, tidak begitu bagi orang tua tunggal. Hari libur adalah hari untuk bersama anak-anak, aktivitas dan kegiatan anak-anak adalah “me time” nya anak-anak kita.

Hal yang paling sering saya lakukan ketika liburan dengan anak-anak adalah membaca buku bersama, bermain story stone dan  berjalan-jalan di taman rekreasi anak-anak. Kegiatan-kegiatan sederhana yang tidak banyak biaya sebanrnya lebih mengena maknanya di hati anak-anak kita, dibandingkan dengan hadiah mewah yang mahal sebagai bentuk rasa bersalah.

 

Memberikan apresiasi yang extra kepada pencapaian buah hati

Parents, ada pertanyaan-pertanyaan sederhana yang biasa saya tanyakan kepada anak-anak saya dan seringkali saya tanyakan. Seperti, “ Kakak, kalau sudah besar mau jadi apa?” Dan dengan jawaban yang sudah jamak saya dengan anak saya juga akan menjawab pertanyaan tersebut. |” Aku mau jadi ahli Matematika!” .

Lalu dengan wajah eksresif saya akan pura-pura terkejut “ Wow! Keren sekali! Lalu telapak tangan kanan saya meminta dia untuk adu tos. Dai tertawa gembira. Padahal saya dalam hati berpikir nilai-nilai matematika dia biasa saja, hehe. Tetapi saya tetap berekspresi senang dan bangga. Setidaknya itulah wajah yang dia harapkan hadir dari wajah saya ketika dia mengatakan sesuatu yang biasa atau yang amazing bagi dia.

Antusias, adalah kunci utama apresiasi. Tidak banyak dari kita menyadari bahwa ekspresi kita sebanrnya sedang dinilai oleh anak-anak, sekecil apapun. Namun entah karena bagi kita hal tersebut random atau bahkan jamak, kita lalu kurang bersemangat memberikan respon.

 

Mengedukasi sejak dini kepada buah hati, mengenai kondisi yang terjadi pada kita secara gamblang, jujur, terbuka dan apa adanya.

Ada rasa malu, sungkan, dan bingung ketika pertama kali harus menjabat sebagai single parents. Khuususnya ketika anak-anak saya bertanya tentang Ayahnya. Namun mau tidak mau, kita harus jujur kepada mereka, karena itu yang ingin mereka dengar.

Ceritakan yang sebenarnya, dengan bahasa yang mudah mereka pahami.  Bahwa Ayah dan Ibu sudah berpisah, rumahnya pisah, Ayah tidak lagi bersama kita. Jadi, kalau Kakak dan adek mau minta sesuatu, Mimi juga harus hitung-hitung uang dulu, kira-kira ada uang yang cukup tidak yaa di dompet? Karena sekarang yang bekerja untuk mencari uang Cuma Mimi, berbeda dengan kondisi waktu dulu. Uangnya banyak karena yang bekerja ada 2 orang. Sekarang Kakak dan ADek kalo mau minta sesuatu Tanya Mimi dulu yaa, apakah Mimi ada uang untuk itu..

Parents, kita seringkali meremehkan pemahaman buah hati kita. Kita merasa mereka tidak akan mengerti kondisi kita. Atau kita berpikir mungkin sebaiknya mereka tidak memahami kondisi sebenarnya, biarlah mereka di menara gading yang tidak mendapatkan informasi berarti.

Penting bagi buah hati mengetahui secara terbuka apa yang dialami orang tuanya. Hal ini menyangkut kehidupan mereka juga. Ketika buah hati kita sudah dapat memahami kondisi kita, pasti juga akan lebih mudah melangkah untuk saling membahagiakan.

 

dapat dilihat juga di www.binarparenting.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun