Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Klandestin...

17 Januari 2020   14:15 Diperbarui: 17 Januari 2020   14:08 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kusesap santau dari ranum bibirmu. Merekah semara di antara rerimbunan perdu. Menguar elegi nan syahdu dari teragak saban minggu. Arkian kusetubuhi saja fantom dengan bengis. Menziarahi seluk beluk tubuhmu dengan bengis. Sungguh, engkau rupawan tiada lawan. Malam ini, Renjanaku sayang, sesap habis nektarku di taman bunga milik Eros. Hingga termengah-mengah kita berlarian menuju moksa bersama tangis.

Hasai daksa setelahnya. Bertubi-tubi kau hunjam wadak di tubir imaji. Hingga dedaunan alum di tinggi ancala, masih jua tak ada pendar nubuat tentang kita. Dersik kelopak berguguran, tulang rusukmu hancur perlahan. Berserakan pada bentala, menunggu hirap berhembus bersama tiupan kertau yang menggoda.

Renjana,... Biar aku bertanya. Apa yang lebih klandestin dari waktu? Dari dentang detik saat daksa rebah pada bayang. Dari sibuk ruh merapal doa kala netra memejam. Adakah yang lebih klandestin dari waktu, Renjana? Saat Izrail sedekat nadi, engkau tak bisa berlari lagi.

Mari karam.
Mari makam.
Di neraka yang jahanam.

- Jakarta, 17 Januari 2020 -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun