Ini adalah sebuah percakapan yang tak pernah usai. Lebih tepatnya, aku tak pernah berniat ingin mengakhirinya. Sebuah dialog dengan hati nurani yang tak pernah berhenti bertanya. Tentang kehidupan. Ya, karena bagiku hanya nuranilah yang paling setia mendengarkan lukaku. Orang lain mungkin akan dengan senang hati mendengarkan sukaku, namun hanya berbasa basi dengan lukaku. Hanya dia yang tak pernah berbasa basi. Hanya dia yang benar benar tulus.
Entahlah, aku tak tau dengan apa yang terjadi di sekitarku. Yang pasti, aku tidak sedang memejamkan mata dan menutup telinga. Aku bisa mendengar dan melihat semuanya dengan jelas. Meskipun hanya sebatas sandi kedipan mata atau bahasa yang paling tidak kumengerti sekalipun. Aku tau semuanya.
Aku hanya ingin bertanya padamu, Nurani. Apakah hidup harus selalu seperti ini? Harus selalu sama dengan kebanyakan yang orang lain lakukan? Apakah harus selalu tentang itu dan itu? Bukankah semua itu percuma jika kita tak melakukannya dengan ikhlas. Bukankah semua itu omong kosong, jika kita melakukannya hanya karena ingin dilihat orang lain. Ah, aku tak tau dengan apa yang kutanyakan ini. Adakah orang lain selain aku yang bertanya tentang ini?
Angin membawa kabar padaku, tentang kebahagiaan dan kesedihan. Dia meyakinkanku bahwa keduanya datang silih berganti dan saling berhubungan. Keduanya ada untuk saling mengingatkan adanya keseimbangan rasa dalam kehidupan.
Nurani, kuatkan aku. Bisakah kita selalu berbicara tentang kehidupan? Setiap waktu dan seumur hidup. Karena hanya kau dan DIA yang tahu, bahwa saat ini aku tidak sedang memejamkan mata dan menutup telinga. Terima kasih...