Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cinta Pernah Hadir Walau Semusim Tabebuya

4 Juni 2020   19:42 Diperbarui: 4 Juni 2020   19:42 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Pixabay.com

Tanpa banyak pertimbangan aku pun menghubungi Ryan. "Ryan, aku butuh bantuanmu. Pak Ripto minta tugasku selesai sebelum September, karena awal tahun beliau pindah tugas ke Jakarta. Ayo, bantu aku, ya!" pintaku pada Ryan.

"Kamu `tuh Ran, basa-basi dikit, kek, bilang kangen, kek, apalah ... tiba-tiba aja tanya sibuk nggak? Nggak ada mesra-mesranya dikit." Ryan menjawab dengan gurauan. 

"Apa? Kangen? Makanan khas mana itu? Kamu sehat `kan? Aku khawatir ada yang salah dengan penciumanmu," kataku dengan Rana sok lugu.

"Nah, kan! Mulai ngaco, nih, kalo ngomong. Tambah parah aja sakitmu, Ran," jawab Ryan tidak rela.

"Kapan bisa ke rumah? Ada Zein yang juga mau bantuin. Dia sanggup perangkat lunaknya. Makanya aku minta tolong kamu buat ngerjain perangkat kerasnya," jelasku pada Ryan. Kami pun sepakat untuk mulai mengerjakan esok hari. Akhirnya, aku bisa menghela napas sejenak.

***

Hampir dua hari dua malam, Zein dan Ryan berada di rumahku. Ruang keluarga di lantai atas berubah menjadi workshop, ada monitor, motherboard yang sengaja di acakacak, microcontroller, dan penyejuk udara second yang sempat aku beli di pasar loak, semua menjadi ajang eksekusi mereka. Solder, timah, kapasitor, sensor udara, LCD, IC dan kabel berwarna-warni juga ikut menyemarakkan. 

Ilustrasi oleh Pixabay.com
Ilustrasi oleh Pixabay.com
Zein mengoperasikan komputer rakitan itu, dialah yang merancang program agar alat bisa bekerja sesuai dengan penerimaan sensor udara dan kelembaban. Semua ini bertujuan membuat green house otomatis yang bisa bekerja sendiri berdasarkan suhu dan kondisi sekitar.

Kadang aku kasihan juga melihat raut muka Zein dan Ryan yang terlihat kusut dan layu. Aku sering termenung menatap mereka. Suatu kali, tanpa sengaja tatapanku menerawang ke arah Ryan. Ketika aku sadar, ia membalas tatapanku dan tersenyum penuh arti, kemudian menggodaku, 

"Awas ada lalat masuk mulut, bengong aja." Aku terkejut, malu juga rasanya didapati memandang Ryan begitu lama.

"Eemm, maaf, aku cuma terharu saja. Mau-maunya kalian membantu aku tanpa dibayar. Bagaimana aku harus berterima kasih? Apa yang pantas aku berikan buat kalian?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun