Mohon tunggu...
Anto Sugiharto
Anto Sugiharto Mohon Tunggu... Insinyur - Profesional Migas

..Just ordinary man, mantan ekspat, peminat sejarah migas, teknologi penerbangan dan dunia militer.. "Peristiwa tertulis lebih abadi dibanding yang terucap"

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Medieval Baghdad dan Inovasi Pengolahan Minyak Bumi Modern

2 Januari 2021   08:57 Diperbarui: 4 Januari 2021   08:02 1777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan salah satu kota di Timur Tengah (foto : dokumentasi penulis)

Diantara penemuan penting oleh bangsa Arab adalah teknik penyulingan (distilasi) minyak bumi yang menjadi peletak dasar proses pengolahan minyak bumi modern.

Ilmuwan Arab kala itu telah mampu mengolah minyak terutama untuk kepentingan medis dan bahan penerangan (obor). Minyak mentah dikumpulkan dari rembesan permukaan di sekitar sungai Tigris dan Efrat, digali di parit dangkal di sekitar rembesan itu ataupun kiriman dari kota Baku di dekat laut Kaspia.

Inovasi yang mereka lakukan adalah menyuling minyak mentah secara bertingkat (fraksinasi) hingga menghasilkan produk atau jenis minyak yang berbeda. Metode inilah yang kemudian menjadi landasan teknologi pengolahan yang dipakai saat ini di kilang-kilang minyak bumi modern.

Kilas Balik Histori Minyak Bumi di Timur Tengah

Menurut catatan kuno, minyak bumi pertama kali dikenal di wilayah timur tengah sekitar tahun 4000 SM dalam bentuk aspal (bitumen) oleh bangsa Sumeria. Bangsa ini tinggal di kawasan Pantai Timur Arab dan Teluk Persia. Mereka menyebut aspal tersebut sebagai esir.

Walau terdapat kontroversi, kisah dalam kitab suci agama langit (monotheism) mengungkapkan penggunaan minyak bumi dalam bentuk cairan aspal yang disebut “pitch” (tar atau bitumen) oleh Nabi Nuh yang hidup sekitar tahun 3650 SM. Nabi Nuh menggunakan tar berwarna coklat kehitaman itu untuk melumuri perahu kayunya agar kedap air.

Nabi Nuh sendiri diperkirakan tinggal di wilayah selatan Irak sekarang yang dikenal memiliki sejumlah lokasi rembesan minyak (oil seepages) di permukaan yang sudah dikenal sejak dahulu kala.

Dalam catatan kuno lainnya disebutkan bahwa minyak dan gas bumi juga telah dikenal kemunculannya sekitar tahun 331 SM. Saat itu Alexander Agung (Alexander the great)- raja terkenal dari Macedonia yang juga murid dari Aristoteles - seorang filsuf dan ilmuwan Yunani terkemuka, melihat api abadi (eternal flame) yang menyala di permukaan bumi. Ia kemudian mensiasatinya sebagai alat taktis menakuti musuh dalam peperangan di sebelah utara Irak (Kurdistan).

Fenomena alam berupa api abadi muncul juga di daerah Baku, di Selatan Kaspia yang menjadi ibukota Azerbaijan sekarang. Api abadi mendapat sebutan “The Pillars of Fire” ini mulai muncul sekitar abad ke-6 SM.

Api abadi itu disakralkan oleh masyarakat disekitarnya dan menjadi media pemujaan bagi pengikut agama Zoroaster atau Majusi. Mereka menyembah api sebagai simbolisasi penguasa terang atau cahaya Tuhan kebaikan.

Menurut kitab A’lamun Nubuwwah karya Al-Mawardi (1987), sekitar abad ke-6 Masehi api abadi ini diberitakan sempat padam mendadak setelah seribu tahun menyala. Padamnya api majusi ini terjadi sesaat menjelang hari kelahiran nabi Muhammad SAW. Pengikut Majusi gagal menyalakannya kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun