Mohon tunggu...
Purbo Iriantono
Purbo Iriantono Mohon Tunggu... Freelancer - Jalani inspirasi yang berjalan

"Semangat selalu mencari yang paling ideal dan paling mengakar" merupakan hal yang paling krusial dalam jiwa seorang yang selalu merasa kehausan kasih...

Selanjutnya

Tutup

Humor

Obat Mujarab Segala Penyakit Demokrasi: Judi/Dadu!

14 Oktober 2019   17:02 Diperbarui: 16 Oktober 2019   13:50 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Tulisan ini ditujukan bagi mereka yang berpikiran terbuka dan agak "nyleneh", he.he.he

"Bila 'demokrasi' yang merupakan konsep ultim kebajikan dapat dijadikan obyek libido,

mengapa obyek libido sejati seperti 'perjudian' tidak dapat kita jadikan konsep keluhuran yang juga ultim?"

Kebatilan diterima sebagai satu dari sederet nilai kebaikan dan sebagai suatu fatalitas, 

dan diambil untuk ditanggulangi sehingga menjadi  'obat' (Nietzsche). 

Praktek perjudian pun tidak dilihat sebagai yang samasekali buruk dalam semua seginya. 

Judi pun punya aspek pencerahan yang dapat menghindarkan pemikiran rasional mentok dan terkubu-kubu.

Demikian pula laku korupsi, bila hanya dipandang sebagai tindakan nista total dari sudut

kesejarahan, maka Bapak Abraham pun merupakan seorang koruptor terbesar karena

berani mengkorupsi nyawa anak terkasihnya, lepas dari apa motivasi dan tujuannya, ia pasti

sudah akan terkena operasi tangkap basahnya KPK. Apalagi pada jamannya, uang dan harta

belum sepenting saat  ini, dan anak yang representasi kemurahan alam masih sangat diagungkan.

Perilaku korupsi pun harus kita pahami secara lebih terang dalam pencerahan budi yang utuh!

Bila laku korupsi itu dilakukan oleh orang yang dalam kesehariannya benar-benar mengamalkan

kebajikan "kebebasan untuk", dan perilaku itu terpaksa (tak terelakkan)  ditindakkannya demi 

menyelamatkan hidup banyak karyawannya dan misalnya ia terpaksa menyuap agar dapat proyek

untuk menyelamatkan semua usahanya. Apakah tindakannya itu samasekali buruk? (saya tidak menyatakan

hal itu baik).

Tapi jangan terlalu serius, tulisan ini hanya ingin menggelitik kekritisan dan keteguhan anda

untuk tidak mudah dimabukkan oleh isu yang sangat seksi.

Eat, sex and gambling (or throwing dice?)!

Pernah baca atau tahu tentang kisah permainan judi para Pandawa dengan pihak Kurawa yang mempertaruhkan segala yang dimilikinya (hingga istri prabu Yudistira pun ikut dipertaruhkan) ? Kata 'judi' mungkin berkonotasi  buruk dalam pandangan semua agama ibrani (dari agama asli orang Yahudi, Kristen dan Islam melarang praktek perjudian) Tapi dalam kosmologi hindu india, sebagaimana dalam mitos Yunani kuno, hasil putaran dadu merupakan "jawaban final"  semua persoalan atau perkara puncak umat manusia yang  bersumber dari kuasa dewa ( jagad transendental).

Dalam peradaban Yunani kuno, ada mitos tentang seorang dewi yang dapat menjawab semua pertanyaan masalah manusia, dan setiap jawabannya diyakini merupakan kebenaran. Untuk orang Jawa, kisah hidup Ken Arok merupakan bukti bahwa permainan judi juga bukan hal yang asing di kalangan para premannya.

Filsuf terkenal dari Jerman, Hegel bahkan berpendapat bahwa nilai-nilai harus dapat dijadikan pertaruhan. Manusia perlu mempertaruhkan hidupnya (judi khan?) dan menerima adanya kemungkinan-kemungkinan untuk mati.

Permainan judi menuntut tingkat nyali yang tinggi terkait dengan resiko kekalahan yang harus diterima secara lapang dada. Kisah mahabharata menggambarkan kelapangan dada para Pandawa untuk menerima resiko dari kekalahannya. Terlempar ke kehidupan hutan belantara yang dianggap merupakan jagad dari kasta terendah di dalam kosmologi Hindu, dan kehilangan singgasana kerajaannya pula! Seorang pengarang Rusia, Dostoyevski dalam bukunya yang berjudul "The Gambler" memaparkan tuntutan lain dari seorang penjudi unggul dan ideal, yakni bahwa di dalam kancah perjudian seorang pria harus selalu bersikap hati-hati. 

Dalam ranah perjudian, yang ada hanya petaruh dan bandar, semua hasil putaran dadu adalah mutlak. Mengikat dan menuntut komitmen penuh. Ini merupakan keunggulan putusan hasil perjudian yang sifatnya selalu cepat, sederhana dan mengikat penuh komitmen para petaruh dan bandar. 

Untuk judi jenis tertentu yang bersifat spesifik kedaerahan, seperti judi merpati balap di kebanyakan masyarakat Jawa Barat khususnya, memiliki nilai-nilai budaya seperti komitmen dan kesetiaan pejantan pada betinanya,  pria pada wanita pasangannya. Si merpati jantan secara total dan berani mati rela menukik tajam dan menjatuhkan dirinya ke arah merpati betina pasangannya dari ketinggian terbang yang tak terpermanai.

Kebaikan lain adalah bahwa praktek perjudian ini bersifat menghibur bahkan memabukkan para petaruhnya.

Keburukan judi, menurut pendapat yang lebih kontemporer bersifat menagihkan (addictive), melemahkan etos kerja dan tuntutan berpikir mendalam (depth thingking analysis), bersifat memabukkan (kealpaan dan kelalaian pada segala hal). Namun sifat buruk ini eksesnya masih dapat dikendalikan bila ada pembatasan yang berupa aturan tertentu dan juga nilai-nilai budaya yang mengkhususkan pengesahannya untuk ambilan keputusan secara  cepat dan untuk menghindari terjadinya 'retakan' atau pembelahan di masyarakat.

Sifat menagihkan dan memabukkan dapat dihindari melalui peraturan pembatasan tingkat kekerapan dan jumlah taruhan yang disesuaikan dengan penghasilannya. Sedang sifat pelemahan pada etos kerja dan etos belajar dan berpikir mendalam dapat dihindari dengan penyadaran akan permainan judi yang hanya bersifat kesementaraan yang menghibur dan  tidak akan meningkatkan pertumbuhan pengembangan pribadi manusia. 

Seandainya, semua politikus di negeri ini mengalami kelupaan kronis pada kata 'rakyat' dan hanya ingat  kata 'judi' atau dadu (dice) sebagai gantinya. Mungkin, negeri ini  akan berubah seketika menjadi negeri paling demokratis di seantero jagad! Karena hanya dalam kancah ini lah kita bisa menjadi seorang demokrat sejati. Di kancah ini, tak ada isu sara, tak ada masalah toleransi, teror apalagi radikalisme. Yang ada petaruh dan bandar; pemenang dan pecundang!

Setiap perkara yang dapat dipecahkan melalu rasio, selesaikanlah dengan cara itu secepatnya. Bila menemui kebuntuan dan harus dengan cara mufakat,

bereskanlah dengan cara mufakat. Bila masih juga alami kebuntuan dan berlarut-larut, serta mengancam keutuhan bangsa, lemparkanlah dadu!

Para anggota Dewan pun dijamin tak akan ada lagi yang terkantuk-kantuk, karena semua perkara dan sengketa dapat dengan mudah dan cepat  dibereskan! Prioritas kepentingan kebijakan politik pun dapat didasarkan pada besaran kemungkinan kemenangannya. Kian penting kebijakan, kian buntu penyelesaiannya dan kian mengancam keutuhan bangsa, kian besar kemungkinan menangnya (misal empat banding enam) dalam lemparan dadu...

Dengan demikian semua perkara jadi lebih sederhana dan cepat terselesaikan serta sangat menghibur (juga agak memabukkan). Isu radikalisme akan segera redup! Paling banter, muncul radikalisme dari para pakar dan profesi hukum karena mereka yang paling banyak kehilangan kasus kakap! Juga protes dari kaum rohaniwan karena tak ada kitab suci agama besar yang mendukung praktek perjudian. Padahal menurut Einstein (sayang beliau tidak beragama) , Tuhan pun setidaknya pernah atau bahkan sering melempar dadu. Buktinya ada adagium "Tuhan tidak sedang bermain dadu".

Tidak adanya firman atau ayat, mungkin karena Tuhan percaya manusia ciptaanNya dapat secara langsung tahu atau dapat membaca makna dari bumi yang berputar bak  putaran dadu! Nabi Adam pun jatuh ke dunia dari surga bak jatuhnya dadu ke meja judi. Pemberontakan atau demo akan kehilangan sifat masif dan kekerasannya, karena setiap perbedaan dan protes dapat diselesaikan dengan lemparan dadu! Setelah itu peserta demo pun segera bubar dengan lapang dada...

Setiap pilkada dan pilpres , kita hanya perlu membekali pemilih dengan dadu  dan alat tulis untuk memilih para calonnya. Parpol pun segera berubah jadi bandar judi untuk para 'jago'  yang digadang-gadangnya. Kekuasaan jadi mencair dan transparan!

Hal penting yang perlu dilestarikan adalah bahwa setiap rejim terpilih dilarang melemahkan praktek perjudian kebijakan politik apalagi meniadakannya sama sekali. Aturan ini harus disepakati dan didukung penuh oleh angkatan bersenjatanya. Praktek korupsi akan  kehilangan daya tariknya. "Daripada mencuri lebih baik berjudi, dan tak ada uang rakyat terkorupsi karena kata rakyat telah berubah jadi kata judi atau dadu". Korupsi uang judi pun akan pudar daya pikatnya, karena lebih baik bermain  daripada mengkorup uang bandar.

Ikon Joker pun berkibar dengan penuh kemuliaan, bersama ikon-ikon tradisional lain seperti Sengkuni, Ken Arok dan Yudistira... Anak jenius negeri akan bersaing di ranah global, dan anak negeri sekolah dengan insentif negara.

Semangat kerja meningkat, untuk memperoleh insentif dan voucher judi. Kehidupan malam kian meriah; tak ada lagi gelandangan di jalanan karena mereka mengalami kenaikan status secara tiba-tiba jadi peramal nasib! Polisi tugasnya jadi jauh lebih ringan karena tinggal mengawasi mereka yang jadi pecundang. Departemen sosial hanya mengurusi mereka yang  bangkrut karena judi, untuk disegarkan kembali semangat tempurnya lewat motivasi dan trik canggih serta didorong untuk kembali kerja cari duit modal judi...

Jadi, hiduplah Negara Republik Dadu Indonesia. Negara  paling tenteram dan damai,  serta paling demokratis  di dunia tapi serentak paling dikutuk oleh lembaga Hukum sedunia! Hidup Negeriku yang bersemboyan agung Bhineka Tunggal Dadu eh Ika...

Tiba-tiba suara jam beker membangunkan lelapku dari mimpi panjang  perjudian dan wawancara imajiner dengan almarhum Ali Sadikin mantan  gubernur DKI terkondang. Suara beker sialan itu pun menghanguskan segepok uang hasil kemenangan judiku yang terbawa lari mimpi.

Habis sudah hidupku!

1) A. Kosasih - Mahabharata (jilidnya lupa!)

2) Dostoyevski - The Gambler

3) Babad Tanah Jawa

4) The Rebel - Albert Camus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun