Mohon tunggu...
Mohamad Ansori
Mohamad Ansori Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Salah satu cara mendekat pada Allah Swt adalah mentaati perintahNya tanpa bertanya mengapa harus melakukannya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pendidikan Karakter Secara Online, Memang Bisa?

22 Agustus 2021   09:00 Diperbarui: 22 Agustus 2021   09:10 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu yang menjadi keprihatinan para guru selama pembelajaran online adalah pendidikan karakter yang hampir tidak dapat tersentuh oleh para guru. 

Selama belajar di rumah, para guru hanya bisa mengirimkan ringkasan materi, dan memberikan tugas diperkuat dengan memberikan video pembelajaran, gambar-gambar, slides, dan sebagainya. Selebihnya, pendidikan karakter anak diserahkan pada orang tua dan keluarga di rumah.

Yang menjadi persoalan adalah ketika ternyata di rumah anak-anak tidak bisa belajar bersama orang tua. Para orang tua harus bekerja untuk "mempertahankan" hidup di tengah sulitnya kondisi ekonomi akibat pandemi, dan anak harus belajar sendiri bersama anggota keluarga yang lain. 

Mungkin saja, kakak atau saudara bisa mengajari mengerjakan tugas, tapi apakah mereka dapat memberikan penguatan karakter?

Belum lagi, kalau mereka hanya belajar bersama teman-teman atau tetangganya saja. Mungkinkah mereka juga bisa memperhatikan pendidikan karakter anak? Atau malah mereka hanya bermain-main saja, nge-game menggunakan handphone yang seharusnya mereka gunakan untuk belajar?

Persolan yang banyak muncul berkaitan dengan dua kondisi yaitu: (1) Anak tidak memiliki handphone sendiri, sehingga harus bergantian dengan orang tua atau saudara mereka. 

Alhasil, penggunaan gadget untuk belajar online tidak dapat berjalan dengan maksimal, dan (2) Anak memiliki handphone sendiri, tapi karena tanpa bimbingan orang tua, justru lebih banyak digunakan untuk kegiatan di luar pembelajaran.

Dari kondisi ini, dalam konteks pembelajarannya saja, muncul persoalan-persoalan yang sangat menghambat pembelajaran online. Belum lagi pendidikan atau penguatan karakternya.

Mau tidak mau, para guru juga harus merancang program penguatan karakter secara online. Apa saja yang bisa dilakukan? Berikut ini beberapa alternatif yang mungkin bisa digunakan sebagai alternatif,  "tidak ada rotan akar pun jadi", dalam konteks penguatan karakter secara online. Beberapa karakter utama seperti kedisiplinan, religius, dan nasionalisme dapat dikuatkan dengan alternatif sebagai berikut.

1. Penguatan Kedisiplinan

Melaksanakan pembelajaran online dimana para guru dan siswa standby mulai jam tertentu, dan berakhir jam tertentu, untuk menguatkan kedisiplinan para siswa. Selama belajar online ini, para siswa seolah bisa bangun kapan saja, untuk belajar atau bermain sesuai keinginan mereka. 

Bisa jadi ini akan menjadi kebiasaan buruk yang menimbulkan masalah ketika mereka nantinya harus belajar tatap muka dan masuk serta pulang sekolah sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Kedisplinan untuk "bangun pagi" sudah seperti hilang selama periode pembelajaran di rumah ini.

Selain itu, para guru juga harus menyiapkan program pembelajaran offline (bukan tatap muka), yaitu dengan menyiapkan ringkasan materi, lembar kerja, dan waktu konsultasi kepada para siswa yang tidak memiliki handphone. 

Di lapangan, banyak guru yang mengeluhkan anak-anak yang mengirimkan tugas online sangat terlambat, bahkan ada yang sampai menjelang tengah malam dengan alasan mereka harus menunggu orang tua pulang kerja untuk pinjam handphone orang tua dan baru bisa mengerjakan tugas.

Pembelajaran offline ini dilakukan dengan cara siswa datang ke sekolah, lalu mengambil tugas, dan mengerjakan tugasnya di rumah.

2. Penguatan Karakter Religius

Program pembiasaan ibadah, seperti sholat jamaah, baca al Qu'an, sholat dhuha, hafalan-hafalan sebelum masuk kelas, dan sebagainya, tentu sudah tidak bisa dilakukan lagi selama pembelajaran dari rumah. 

Sementara para orang tua melaporkan betapa sulitnya menyuruh anak untuk sholat awal waktu, istikomah membaca al Qur'an di rumah, dan sebagainya. Pada anak-anak, khususnya sekolah dasar, TK, dan playgroup, kata-kata dan perintah guru biasanya lebih ampuh dibanding kata-kata atau perintah orang tua.

Oleh karena itu, campur tangan guru dalam menguatkan karakter religius seperti pembiasaan beribadah meskipun dilaksanakan di rumah, tetap saja diperlukan. Para guru dapat membuat buku penghubung dan pengecekan kegiatan secara berkala tentunya dengan bantuan guru. 

Dalam hal ini para guru harus menjalin kerjasama dengan orang tua dan senantiasa berkomunikasi dengan orang tua agar "program bersama" itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Lebih lanjut, video-video atau foto dokumentasi anak-anak sedang mengaji, mengerjakan sholat berjama'ah, atau melaksanakan aktivitas ibadah lainnya, sebagai bagian dari keseriusan orang tua dan guru dalam melaksanakan program bersama tersebut.

3. Penguatan Nasionalisme

Sebagaimana program penguatan karakter disiplin dan religius, penguatan karakter nasionalisme juga merupakan salah satu hal yang harus menjadi perhatian guru dan orang tua. Karakter cinta tanah air sangat diperlukan untuk keberlangsungan generasi sebagai bagian dari kewajiban kita sebagai komponen bangsa. 

Tanpa rasa nasionalisme yang kuat, eksistensi bangsa Indonesia dikhawatirkan terkikis oleh masuknya budaya dan nilai-nilai moral import yang seringkali membahayakan eksistensi bangsa Indonesia.

Pemerintah melalui Kurikulum 2013 telah menyiapkan materi-materi pembelajaran yang cukup untuk menguatkan nilai-nilai nasionalisme tersebut. Namun, dengan adanya pembelajaran dari rumah seringkali materi-materi itu hanya terbatas pada bacaan yang kita tidak tahu apakah pesan yang disampaikan penulis dapat terekam oleh para siswa atau tidak. 

Oleh karena itu, para guru dapat membuat inovasi pembelajaran yang dapat menguatkan nilai-nilai nasionalisme itu sehingga tidak terbatas pada ruang baca saja.

Sebagai contoh tentang puisi kepahlawanan. Para guru, tidak cukup memberikan naskah puisi kepada anak, kemudian membuat beberapa pertanyaan tentang puisi itu. 

Tetapi, agar value lebih dapat merasuk, bisa saja para guru meminta anak untuk membaca puisi itu, merekam melalui handphone mereka, dan mengirimkan video sebagai salah satu tugasnya. Jika memungkinkan, para guru dapat juga meminta anak untuk menulis puisi, setelah sebelumnya memberikan contoh puisi buatan guru.

Para guru dapat juga membacakan cerita kepahlawanan kepada anak-anak. Disini, tentu harus menggunakan audio asli atau video guru sedang bercerita, bukan hanya copy link di akun youtube tertentu. Memang ada bedanya? Iya, suara asli dan video para guru akan membuat anak-anak seperti berada di kelas, bukan berasa di rumah. Sehingga "chemistry"-nya tentu akan berbeda.

Menugaskan siswa untuk membuat poster-poster tentang HUT Kemerdekaan RI misalnya, juga dapat menumbuhkan kecintaan mereka kepada tanah air. Tugas prakarya seperti membuat bendera dari kertas, menggambar pahlawan, dan sebagainya, merupakan hal lain yang tentunya juga dapat menjadi upaya untuk meningkatkan nasionalisme siswa.

Intinya, para guru dan orang tua tetap harus memperhatikan bahwa "pendidikan" tidak hanya "pembelajaran". Pendidikan memerlukan transfer of value, tidak hanya terbatas pada transfer of knowledge, sehingga nilai-nilai yang harus kita kuatkan dalam pendidikan tetap harus menjadi perhatian. 

Dalam hal ini, kerjasama yang baik antara guru dan orang tua sangatlah diperlukan, sehingga program-program yang dibuat dan dilakukan dapat dikerjakan bersama-sama, demi masa depan anak-anak kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun