Mohon tunggu...
Anselmus Ekacatra Widyastama
Anselmus Ekacatra Widyastama Mohon Tunggu... Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika Musyawarah Gagal: Konsinyasi Sebagai Jalan Keluar Sengketa Tanah Di Indonesia

28 April 2025   23:15 Diperbarui: 28 April 2025   22:15 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan umum harus memperhatikan keadilan efisiensi dalam distribusinya sebagai metode dalam pembangunan dan pengembangan wilayah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan jalan keluar yang ditawarkan oleh pemerintah kepada pemilik tanah terdampak sebagai akibat dari kebijakan sosial pemerintah dalam melaksanakan Proyek Strategis Nasional (PSN). sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, pengadaan tanah adalah suatu kegiatan untuk mengadakan tanah dengan pemberian ganti kerugian yang adil dan layak kepada pihak yang berhak. Ganti kerugian (yang selanjutnya disebut ganti untung) dilaksanakan menggunakan perencanaan dan keterlibatan dari pihak-pihak terkait untuk kebutuhan pembangunan.

Menurut UU Nomor 2 Tahun 2012, pengadaan tanah harus memberikan kompensasi yang wajar. Jika warga menolak, ganti untung bisa dititipkan ke pengadilan melalui proses konsinyasi. Tak lepas dari sengketa, terdapat beberapa keberatan dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dengan pemberian ganti untung. Misalnya, dalam  penelitian yang dilakukan oleh Aditya Wahyu Ismail (2024) pembangunan Jalan Tol Solo-Yogyakarta di Kabupaten Klaten di Desa Pepe, musyawarah penetapan ganti rugi dianggap kurang melibatkan warga, hanya menyodorkan nominal sepihak. Padahal, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2021 menekankan musyawarah harus adil.

Pembangunan Jalan Tol Solo-Jogja terkhusus di Desa Pepe, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten memberikan gambaran tidak terjalinnya musyawarah dua arah antara panitia pengadaan tanah yang menetapkan nominal tanpa mempertimbangkan nilai pasar. Misalnya, pemberian harga tanah yang memiliki bangunan dipersamakan dengan tanah yang berlokasi di pinggir sungai yang memicu penolakan dari 13 warga dan 6 warga masih belum mengambil ganti untung yang dititipkan di Pengadilan Negeri Klaten sebagai mekanisme dari konsinyasi.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, konsinyasi merupakan jalan keluar bagi pihak yang menolak ganti untung. Proses ini melibatkan penitipan uang di Pengadilan agar proyek tetap dilakukan sembari menunggu penyelesaian sengketa. Pasal 25 peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2021 memberikan gambaran jelas mengenai permohonan konsinyasi yang disertai dengan dokumen lengkap dan proses selama 14 hari (jika berkas dinyatakan lengkap). Di desa Pepe sendiri tercermin ketidakpuasan warga terhadap konsinyasi karena dianggap hanya menjadi jalan keluar temporer.

Tantangan dalam Musyawarah

Sebagai kunci dalam meminimalisir sengketa, musyawarah menurut Aartje Tehupeiory (2017) pengadaan tanah memberi cerminan sebagai mutual agreement bukan penetapan sepihak. Dalam praktik di lapangan, sering kali menunjukan yang berbanding terbalik. Seperti kasus di Klaten, warga merasa tidak didengar dan proses musyawarah dianggap sebagai suatu formalitas belaka. Penelitian lain yang dilakukan Mia Permata Sari dan Suteki (2019) menunjukkan kurangnya keadilan sosial dalam proses negosiasi mengakibatkan sengketa.

Dilansir menurut Taufiq Sidik Prakoso dalam Harian Jogja (2023), total ganti kerugian mencapai Rp. 10.000.000.000 (sepuluh Miliar rupiah) yang dititipkan pada Pengadilan dikarenakan para pemilik lahan terdampak belum memberikan persetujuan mengenai nilai ganti untung yang diajukan panitia pembebasan lahan.

Konsinyasi: Solusi atau Kompleksitas Baru?

Konsinyasi memang memberikan jalan keluar hukum agar proyek strategis nasional tidak terhambat. Dalam konteks Desa Pepe, warga yang menolak ganti untung tidak hanya keberatan dengan nominal, tetapi juga dengan proses yang dianggap tidak adil. Konsinyasi, dalam hal ini, lebih berfungsi sebagai mekanisme formal untuk melanjutkan proyek, bukan menyelesaikan akar masalah ketidakpuasan warga.

Proses konsinyasi juga memiliki tantangan teknis. Misalnya, warga yang tidak diketahui keberadaannya atau tanah yang sedang disengketakan di pengadilan memerlukan penanganan khusus, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023. Ketentuan ini memastikan bahwa ganti untung tetap dapat dititipkan meski ada kendala kepemilikan, tetapi tidak menjamin penerimaan oleh pihak yang berhak.

Anselmus Ekacatra Widyastama, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada.

Sumber:

Ismail, Aditya Wahyu. (2024). Pelaksanaan Konsinyasi dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Solo-Yogyakarta di Kabupaten Klaten. Jurnal Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Tehupeiory, Aartje. (2017). Makna Konsinyasi dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Raih Asa Sukses, Jakarta.

Permata Sari, Mia & Suteki. (2019). Penyelesaian Sengketa Pengadaan Tanah Guna Pembangunan Bandar Udara Internasional Berbasis Nilai Keadilan Sosial. Notarius, Vol. 12 No. 

Taufiq Sidik Prakoso. (2023). Pemilik Belum Setuju, Uang Ganti Rugi 8 Bidang Lahan Tol Jogja-Solo Rp10 Miliar Dititipkan di Pengadilan. Harian Jogja.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016.

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun