Panggung sandiwara tetap ramai, penonton tetap terhibur dengan drama sektarian, sementara dompet mereka tetap kempes.
Solusi Sadis
A. Buang identitas agama dari visi kebangsaan.
Selama agama masih dipakai sebagai kompas politik, negara ini akan tetap berjalan seperti becak berkarat yang rodanya dikunci dogma. Identitas agama hanya menciptakan ilusi superioritas moral, padahal ujung-ujungnya jadi senjata untuk mengusir, membunuh, atau menundukkan.
Visi kebangsaan tidak boleh lahir dari surah, ayat, atau kitab. Visi kebangsaan hanya bisa lahir dari logika dan akal sehat.
Sayangnya, ini adalah resep paling pahit---karena menyentuh urat nadi kebodohan kolektif.
B. Rekonstruksi atau revolusi sistem
Jangan ganti boneka, bongkar panggungnya. Jangan cat ulang tembok, robohkan rumah rayap ini dan bangun fondasi baru.
Reformasi? Omong kosong. Amandemen? Hanya sulap kata. Satu-satunya jalan adalah mengganti sistem negara dari akar-akarnya: dari model representasi politik, distribusi kekuasaan, sampai cara rakyat mengontrol penguasa.
Revolusi tidak harus berdarah, tetapi harus berdasar. Kalau darah yang keluar, itu hanya konsekuensi sejarah---sebab kekuasaan tidak pernah menyerah dengan sukarela.
Kebangsaan atau Kebodohan Kolektif