Mohon tunggu...
Khairul
Khairul Mohon Tunggu... Freelancer - Reading, Literation, and Creation

Jika saint tidak dapat membuat kita abadi, maka menulis lah jika ingin abadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita yang Malang

14 Agustus 2019   17:22 Diperbarui: 14 Agustus 2019   17:35 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam balutan sarongnya seorang laki-laki tinggi dan kurus sedang melakukan transaksi pembayaran tagihan SPP yang sudah menunggak selama tiga tahun, beberapa saat pandangannya tertuju pada seorang wanita yang berjalan mundur ketengah jalan dengan wajah yang terlihat cantik merona dan bahagia, teman-temannya yang sedang asyik bercanda dengannya tidak memperhatikan bahwa dari samping wanita cantik itu ada sebuah mobil yang melaju cepat dan sedikit lagi menabrak wanita itu sebelum ia tersungkur kedepan. 

Sebelum ia terjatuh ketrotoar jalan ia menoleh kebelakang dengan wajah yang kaku dan tanpa warna, karena yang ia lihat adalah seorang laki-laki bersarong menggunakan kaos putih terbang menuju dirinya, kemudian terjatuh kesampingnya dengan kaki kiri patah dan kaki kanan terluka parah, tangannya penuh darah tapi wajah tampan itu masih tanpa ekspresi. 

Wanita itu baru saja merasakan dirinya dengan tangan yang luka karena menahan tubuh agar tidak terbentur tanah sacara kasar, hinnga ia mendengar suara yang asing "sayangilah hidupmu, karena masih banyak orang yang mencintaimu," wanita itu membeku beberapa saat lalu berkata dengan marah "Tau apa kau soal hidupku?" laki-laki itu mencoba berdiri dengan sulit sebelum ia melihat wanita lain keluar dari mobil yang terlihat panik dan berkata "Nona, bolehkah saya minta tolong carikan sebatang tongkat?" wanita itu dengan tergesa-gesa mengangguk.

Tak lama setelah itu banyak orang mulai berdatangan untuk menonton kejadian, sebagian ada yang mengambil gambar dan sebagian ada yang merekamnya. laki-laki itu meminta tolong kepada orang-orang disekitarnya untuk menarik dan meluruskan kakinya sebelum membalutnya dengan sobekan sarong sendiri, setelah mendapatkan tongkat laki-laki itu berdiri dan berjalan terpincang-pincang. "mas, gimana kalau saya antar berobat" kata wanita yang menabraknya, laki-laki itu santai menjawab "tidak perlu, ini hanyalah luka biasa" kemudian laki-laki itu menoleh menuju wanita yang hampir tertabrak mobil "hidup bukan hanya soal mencintai, tapi juga dicintai" tanpa berpikir panjang wanita itu menjawab dengan nada kesal "siapa yang mencintaiku?" 

Laki-laki itu tanpa berpaling terus berjalan dan berkata keras "bukankah kau dicintai oleh teman-temanmu, beberapa lelaki yang berusaha keras mendapatkanmu, keluargamu, dan nafas yang tidak pernah kamu hitung selama ini adalah bukti bahwa kamu masih dicintai?" wanita itu seperti Anggrek yang sudah lama tidak menerima cahaya, dengan wajah lebam menetes air mata ia berlari dan memeluk laki-laki itu sembari berkata "terimakasih" laki-laki itu bingung beberapa saat sebelum bertanya "siapa namamu" wanita itu menjawab terisak-isak dalam tangis tanpa memperdulikan orang lain "namaku Nur Laila Arifah" laki-laki itu tersenyum dan berkata pelan "Laila, kita bukan makhrom !" Laila pun berhenti menangis, setelah diam beberapa saat Laila berkata "saya tidak perduli" laki-laki itu berkata "saya masih terluka dan harus segera beristirahat, jika kamu tidak melepaskan saya, sama saja kamu menganiaya saya, jika kamu memang tidak perduli maka kenapa kita tidak menikah saja" setelah mendengar ini, Laila melepaskan pelukannya dengan wajah memerah tersipu malu ia bertanya "siapa namamu" laki-laki itu menjawab "terserah, kamu mau memanggil saya dengan apapun" dengan kesal Laila berkata "sungguh lelaki yang tidak adil" laki-laki itu tersenyum dan menjawab sembari meninggalkannya "bukankah selama ini keadilan antara sesama manusia hanyalah sebuah impian !.

Setelah melihat laki-laki itu semakin jauh, Laila dengan panik memanggil temannya untuk mengemudi mobil kemudian menghampiri laki-laki itu, dengan paksa akhirnya laki-laki itu menumpang hingga sampai disebuah jalan sempit, dengan panduan lelaki itu akhirnya mereka sampai didepan sebuah rumah sederhana, berkat bantuan Laila pemuda itu turun dari mobil dan masuk kerumahnya hingga duduk disebuah sofa panjang dan tunggal.

Tak lama setelahnya suara pintu kamar berderik, muncul dua orang lelaki, melihat kesofa dengan kaget dan khawatir laki-laki kurus dan tidak terlalu tinggi bertanya "Manab, kamu darimana sampai luka-luka begini?" Manab tidak sempat menjawab sebelum Laila berkata "itu... itu... karena saya, mas ini menolong saya saat hampir ditabrak mobil" laki-laki kurus itu adalah teman Manab yang bernama Agus, dan laki-laki kecil disampingnya adalah adek tingkat mereka yang bernama Debby. Agus yang masih dalam keadaan khawatir dengan marah berkata "kenapa tidak kalian berdua antar dia keruamah sakit" Laila merasa tertekan dan menjawab dengan kesal "aku dan temanku sudah memaksa mas ini untuk berobat tapi mas ini tidak mau". Agus mengalihkan pandangannya "Lah Manab, memangnya kamu super hero sehinnga merasa kuat?" kemudian Debby yang sudah lama diam berbicara "sudah mas Agus, teman sedang sakit malah membahas yang lain-lain" setelah itu Agus terdiam dan menyuruh Debby membeli obat-obatan..

Laila yang ingin bertanya banyak hal hanya dapat menahan diri karena perasaan bersalah dan tidak enak, Abdul Manab tiba-tiba berdiri pelan dengan tongkat kayunya berjalan kedapur "kau mau memasak apa Manab?" tanya Agus "buat teh" singkat Manab, Agus pun kedapur dan berkata "sini biar aku saja yang buat". Setelah hanya tinggal mereka bertiga dalam ruang tamu, Laila akhirnya menyadari bahwa pada tiap-tiap tembok rumah dipenuhi dengan lukisan, banyak pikiran yang terlintas kadang ia tengok sana dan sini seperti seoarang bisu. Melihat Laila hanya diam, Ayu pun bertanya dengan penasaran "Mas, ini lukisan buatanmu ?" manab mengangguk tanpa perduli banyak, Ayu kembali berucap "wah bagus-bagus ya mas ! oh ya perkenalkan nama saya Ayu, temannya Laila" Manab akhirnya berbicara "saya Abdul Manab, sering dipanggil Manab" ayu tersenyum manis dan berkata "Lukisan-lukisan ini begitu banyak, apa tidak dijual mas?" 

Manab tanpa berpikir panjang menjawab "Semua ini tidak berharga, saya masih meragukan harganya" Ayu bingung dan berkata "menurut saya ini bagus kok mas" Laila pun yang tadinya asyik dengan dirinya sendiri berkata "kadang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut orang lain, bukankah kita anak Arsitek ! nilai estetika setiap orang berbeda-beda kan" Ayu terdiam beberapa saat dan berkata kepada Manab "saya tadi melihat mas dari kampus, mas kuliah jurusan apa ya ?" Laila pun juga menoleh memandang Manab dengan wajah penasaran, Manab akhirnya berkata "saya kuliah jurusan Hukum Islam" Ayu pun menunduk dan berkata "wah orang saleh dong, pantas saja mas pakai sarongan" Manab tertawa terpingkal-pingkal dan berkata "saya pakai sarong biar kemaluan saya bebas bergerak" seketika Ayu dan Laila saling pandang, Laila dengan tak senonoh memaki Manab "dasar bajingan, berlagak sok 'alim tapi ternya busuk" tapi saat hendak melanjutkan perkataannya, Agus yang dari tadi membuat teh akhirnya datang dengan membawa tong dan gelas diatas nampan dan menaruhnya diatas meja televisi "silahkan diminum" kata Agus.

Sementara itu, nona yang menabrak Manab sudah berada disebuah kos eclusiv sembari tengok atas-bawah pada bagian depan mobilnya ia berkata pada dirinya sendiri "untunglah tidak ada yang lecet, sial bener hari ini" kemudian ia masuk kedalam kamarnya dan kaget melihat layar handphonenya, yang mana hampir setiap teman dunia mayanya memposting adegan seorang lelaki dan wanita berpelukan, si wanita yang malang menangis dengan menunduk pada dada lelaki itu. Wanita yang menabrak manab pun berkata dalam hatinya "kok aneh, padahal kejadian itu tidak terlalu lama tapi sudah viral dikampus?" dengan wajah khawatir ia mulai berbaring dan tidur.

Laila yang sedang menahan rasa kesal masih terdiam setelah kedatangan Agus, dia hanya mengambil secangkir teh dan meminumnya begitu pula Ayu dengan wajah kakunya. Akhirnya Debby datang dan mulai mengganti bungkusan luka --luka Manab dengan perban, berpikir tentang kejadian dikampus, wajah Laila kembali memerah dan merasa malu ia kemudian mengajak Ayu untuk pulang. Setelah berpamitan didalam mobil Laila berkata kepada Ayu "Yu, kok aneh ya" 

Ayu dengan bingung menjawab "aneh kenapa?" Laila merenung beberapa saat dan berkata "mas Manab itu seperti tau tentang aku dan apa yang kupikirkan" Ayu semakin bingung dan bertanya "Lah, memangnya ada kejadian apa ?" Laila berkata dengan jujur "sebenarnya ketika aku dikampus tadi pengen bunuh diri sambil berpura-pura bercanda, tapi mas Manab tiba-tiba datang begitu aja, setelah itu dia malah berkata sayangi hidupmu, karena aku bukan hanya mencintai, sejujurnya aku memang baru aja putus sama Herry" sampai disini Laila terdiam dan meneteskan air mata. Sebagai seorang sahabat, Ayu terus menghiburnya.

Bagian dari Novel saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun