Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut telah dijelaskan dalam dasar Negara Indonesia sendiri yaitu dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3. Namun apakah hukum di Indonesia sudah dilakukan sesuai dan seadilnya?
Kurasa belum, bahkan kita semua dapat melihat bahwa mirisnya hukum di Indonesia adalah "Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas" maksud dalam kalimat tersebut adalah hukum akan sangat ditegakkan kepada masyarakat tingkat bawah, namun hukum akan mudah di manipulasi dan di rekayasa oleh petinggi-petinggi maupun pejabat-pejabat atau orang ber-uang.
Contohnya, seperti kasus Setya Novanto dan seorang nenek yang mencuri kayu . Setya Novanto melakukan korupsi yang merugikan negara sejumlah Rp 2,3 triliun dari proyek e-KTP. Setya Novanto dihukum 15 tahun, denda Rp 500 juta, dicabut hak politik 5 tahun namun di penjara pun Setya Novanto tetap mendapat pelayanan yang dapat disetarakan dengan hotel bintang 5.
Berpindah ke kasus seorang nenek yang mencuri kayu, Kasus ini menimpa Nenek Asyani. Nenek Asyani didakwa mencuri 38 papan kayu jati dari kawasan hutan produksi pada 7 Juli 2014.Padahal Nenek Asyani merasa pohon bakal kayu tersebut ditanam oleh suaminya yang telah wafat pada 2006 silam. Akibat tidakannya tersebut, ia dijatuhi vonis 1 tahun penjara.
Rasanya sangat tidak adil melihat kedua kasus ini. Seorang koruptor yang merugikan Negara sebesar Rp. 2,3 triliun dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta  sedangkan seorang nenek yang mencuri kayu dihukum 1 tahun penjara. Maka dari itu UUD pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi 'Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum' harus ditegakkan.
Karena jika tidak kasus seperti ini akan terulang kembali dan hak diperlakukan sama didepan hukum seperti tidak berlaku lagi. Jika HAM untuk diperlakukan sama di depan hukum ini dipenuhi maka hukum di Indonesia tidak akan lagi tajam disatu sisi.