Adapun kewenangan Mahkamah Syar’iyah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan di atas adalah:
1. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara dalam bidang aḥwāl al Syakhṣiyyah.
Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara dalam bidang aḥwāl al-Syakhṣiyyah meliputi hal-hal yang diatur dalam Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama Antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
- Perkawinan
- Kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
- Wakaf dan shadaqah.
Yang dimaksud dengan bidang perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan antara lain adalah:
- Izin beristri lebih dari seorang.
- Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat.
- Dispensasi kawin.
- Pencegahan perkawinan.
- Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
- Pembatalan perkawinan.
- Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri.
- Perceraian karena talak.
- Gugatan perceraian.
- Penyelesaian harta bersama.
- Mengenai penguasaan anak-anak.
- Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya.
- Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri.
- Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak.
- Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua.
- Pencabutan kekuasaan wali.
- Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut.
- Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya pada hal tidak ada penunjukan wali oleh orang tuanya.
- Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya.
- Penetapan asal usul seorang anak.
- Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran.
- Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
Selanjutnya pada Angka 37 Pasal 49 Huruf (b) dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing- masing ahli waris.
Huruf (c) Yang dimaksud dengan “wasiat” adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Huruf (d) Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
Huruf (e) Yang dimaksud dengan "wakaf" adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Huruf (f) Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Huruf (h) Yang dimaksud dengan “shadaqah” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridha Allah Subhanahu Wata‘ala dan pahala semata.
2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara dalam bidang mu‘āmalah.