Mohon tunggu...
Annisa Nur Rahmah
Annisa Nur Rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kewenangan Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyyah di Nanggroe Aceh Darussalam

4 Oktober 2025   07:19 Diperbarui: 4 Oktober 2025   07:19 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selain itu, Peradilan Agama memiliki kewenangan dalam bidang wakaf, baik mengenai penetapan sah atau tidaknya ikrar wakaf, penggantian nadzir, maupun penyelesaian sengketa tanah wakaf. Kewenangan serupa juga berlaku terhadap perkara zakat, infaq, dan shadaqah terutama terkait pengelolaan serta distribusinya bagi penerima yang berhak.

Perluasan kewenangan yang signifikan terlihat pada bidang ekonomi syariah. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Peradilan Agama diberikan wewenang untuk menyelesaikan sengketa ekonomi yang berlandaskan prinsip syariah. Hal ini mencakup perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah, lembaga keuangan mikro syariah, hingga bisnis berbasis akad syariah.

Dengan demikian, kewenangan Peradilan Agama di Indonesia tidak terbatas pada urusan keluarga semata, tetapi juga meluas pada persoalan sosial-ekonomi umat Islam. Hal ini menunjukkan peran strategis Peradilan Agama dalam menegakkan hukum Islam secara formal di Indonesia, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Muslim dalam berbagai aspek kehidupan.

C. Contoh Penanganan Perkara Perceraian di Pengadilan Agama

Perceraian merupakan salah satu perkara yang paling banyak ditangani oleh Pengadilan Agama di Indonesia. Sebagai lembaga peradilan yang berwenang mengadili perkara-perkara perdata tertentu bagi umat Islam, Pengadilan Agama memiliki prosedur khusus dalam menyelesaikan kasus perceraian. Proses ini dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, serta Undang-Undang Peradilan Agama.

Sebagai ilustrasi, mari kita lihat kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Kota X. Seorang istri bernama Fatimah mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya, Ali, dengan alasan bahwa selama dua tahun terakhir suaminya tidak memberikan nafkah lahir dan sering melakukan kekerasan verbal. Karena sudah tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga, Fatimah merasa perceraian adalah jalan terbaik.

Langkah pertama yang dilakukan Fatimah adalah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama setempat dengan membayar panjar biaya perkara. Setelah itu, jurusita pengadilan mengirimkan surat panggilan sidang kepada Ali agar ia hadir dalam persidangan. Pada sidang pertama, hakim terlebih dahulu menunjuk mediator untuk mendamaikan kedua belah pihak. Namun, upaya mediasi tidak berhasil karena Ali tetap menolak memberikan nafkah dan mengakui bahwa sering terjadi pertengkaran.

Persidangan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara. Fatimah menyampaikan alasannya bercerai, sementara hakim juga mendengarkan keterangan saksi dari keluarga dan tetangga yang mengetahui kondisi rumah tangga mereka. Selain itu, bukti berupa surat keterangan dari RT yang menyatakan bahwa Ali tidak tinggal serumah selama dua tahun terakhir juga diajukan. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, majelis hakim menilai bahwa rumah tangga Fatimah dan Ali sudah tidak mungkin dipertahankan.

Dalam pertimbangannya, hakim merujuk pada Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang mengatur bahwa perceraian dapat diputus apabila antara suami istri sudah tidak ada harapan lagi untuk hidup rukun. Akhirnya, majelis hakim menjatuhkan putusan bahwa perkawinan Fatimah dan Ali resmi diputus. Selain itu, hakim juga menetapkan bahwa hak asuh anak mereka diberikan kepada Fatimah, sementara Ali diwajibkan memberikan nafkah anak sebesar Rp1.000.000 setiap bulan.

Setelah putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht), Pengadilan Agama menerbitkan Akta Cerai sebagai bukti resmi berakhirnya ikatan perkawinan antara Fatimah dan Ali. Dengan demikian, proses perceraian secara hukum selesai dan keduanya memiliki kedudukan hukum yang jelas.

D. Kewenangan Mahkamah Syariyyah di Nanggroe Aceh Darussalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun