Mohon tunggu...
Annisa Dwi Handayani
Annisa Dwi Handayani Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (21107030106)

Become A Great Muslimah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eksistensi Munjung Makam di Era Modern

30 Mei 2022   14:33 Diperbarui: 30 Mei 2022   15:02 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
masyarakat membersihkan area/dokpri

Masuknya agama Islam ke Indonesia melalui proses yang sangat panjang agar dapat diterima oleh masyarakat, karena pada saat itu masyarakat juga masih memiliki kepercayaan yang begitu kental. Untuk mengajak masyarakat untuk mengenal dan menganut agama Islam, diperlukan usaha dan strategi yang baru dan cerdik. 

Penyebaran agama islam dilakukan di banyak daerah, salah satunya yaitu wilayah Jawa yang memiliki kepercayaan dinamisme dan animisme yang begitu kental dari para leluhurnya. 

Wilayah jawa yang memiliki banyak tradisi bersifat mistik dan juga budaya Jawa-Hindu-Budha, akhirnya penyebaran agama islam disana dilakukan dengan metode adaptasi kultural agar agama islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat jawa. 

Sebelum islam datang ke Indonesia, masyarakat jawa menganut agama hindu dan budha. Maka, untuk dapat menarik hati masyarakat Jawa agar dapat menerima dan memeluk agama Islam dengan baik, para ulama seperti da'i dan wali menggunakan pendekatan sosial-budaya atau kultural dalam menyebarkan agama Islam. 

Penyebaran agama islam dilakukan dengan tidak menghilangkan tradisi asli masyarakat Jawa dan menyematkan ajaran agama Islam di dalamnya atau memadukan dari ajaran Islam dengan kebudayaan asli masyarakat Jawa. 

Kemudian dari perpaduan budaya dan ajaran tersebut, akhirnya agama Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan dengan senang hati memeluk agama Islam tanpa adanya unsur paksaan.

Dari sekian banyak tradisi dan budaya masyarakat jawa yang masih dijunjung tinggi dan dilestarikan oleh masyarakat secara turun-temurun, salah satu tradisi di daerah Cirebon, tepatnya di desa keduanan yaitu tradisi Makaman. 

Penelitian ini didasari oleh sikap kritis sekaligus skeptis terhadap perkembanan tradisi dan budaya lokal yang dikorelasikan dengan sikap keagamaan yang melahirkan kearifan lokal di Desa Keduanan Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon. 

Selain itu, Penelitian ini didasarkan oleh satu harapan agar kebudayaan lokal bisa eksis dalam perkembangan global yang kian melidas hampir semua tradisi dan budaya yang ada di muka bumi ini. 

Persoalan penting dari paparan di atas adalah bagaimana hubungan tradisi makaman dengan sikap keagamaan bisa melahirkan kearifan lokal di Desa keduanan. Sehingga penelitian ini sangat menarik untuk dikaji. Penelitian ini berupaya untuk menggambarkan bagaimana Hubungan Tradisi Makaman dengan Sikap Keagamaan Masyarakat Desa Keduanan Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon.

Istilah makaman sendiri memiliki arti yaitu mengunjungi atau menghadiri, biasanya juga dikenal dengan artian berziarah. Juga bisa diartikan dengan memuja atau melakukan persembahan. 

Ritual ini dilakukan dengan cara melakukan ziarah ke makam para leluhur. Ada lima tempat yang menjadi area pemakaman, diantaranya seperti Kompleks Pemakaman Jagakerti, Cibatur, Caruy, Karamat, dan Pengkeur Masjid. Semua tempat yang dijadikan area itu mempunyai sejarahnya masing-masing. Ritual ini merupakan ritual dalam bentuk religio-tradisional upacara penyambutan waktu tanam. 

Praktek-praktek ritual ini ternyata ditemukan tidak hanya di lakukan oleh masyarakat Sunda saja, melainkan ritual ini juga telah menjadi praktek di banyak Masyarakat Jawa yang agraris. Praktek ini juga dilakukan di banyak tempat, dengan cara membaca doa tahlil dan juga membagi-bagikan nasi bungkus.

 Ritual ini di lakukan sebagai wujud ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kembalinya waktu tanam dan musim hujan, dan berharap mereka akan mencapai kemakmuran, kesejahteraan, kesuburan, dan berkah kemakmuran. 

Adapun pelaksanaan ritual ini dilakukan oleh kalangan orang Sunda Leuwimunding sendiri pada saat pertengahan bulan, di lakukan pada pagi hari, tepatnya pukul 07.00 dan berakhir satu jam kemudian. 

Orang yang melakukan ritual ini juga biasanya adalah keluarga yang di tinggalkan, dan di makamkan di Jagakerti, juga para pejabat desa khususnya cap gawe, dan juga penduduk pada umumnya. 

Beberapa dokumentasi disaat penulis melakukan survei terhadap ritual ini,

Prosesi makaman diatas yang di ikuti oleh seluruh warga, mereka memulai dengan membersihkan area sekitar makam dan juga mengecat batu nisan dengan warna putih, tujuannya agar terlihat bersih dan rapi.

pembacaan tahlil/dokpri
pembacaan tahlil/dokpri

Kegiatan di atas dilakukan pada malam hari, yaitu acara tahlil atau doa bersama oleh ketua RT dan juga di pimpin oleh kyai yang sudah dipilih, tujuan doanya untuk para leluhur.

dok.pribadi
dok.pribadi

Kemudian, setiap keluarga akan membawa beragam jenis makanan dari rumah masing-masing yang akan dimakan bersama di sekitar makam setelah acara selesai.

dok.pribadi
dok.pribadi

Kemudian, acara puncak yang merupakan acara doa bersama atau tahlil yang kedua dilakukan pada pagi hari setelah shalat subuh, warga akan berkumpul kembali di area sekitar makam. Khusus untuk laki-laki berkumpul di pendopo sekitar makam untuk melakukan tahlil dan doa bersama. Sedangkan yang perempuan hanya berkumpul di sekitar makam untuk menyiapkan makanan yang akan di bagikan dan saling menukar makanan.

dok.pribadi
dok.pribadi

Dan acara terakhir dari tradisi makaman ini ialah pengajian umum yang di laksanakan pada hari sabtu malam minggu sebagai acara penutup.

Tradisi makaman merupakan salah satu warisan nenek moyang di desa Keduanan, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon yang harus dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya oleh generasi muda agar tidak hilang. Tradisi makaman juga memiliki tujuan yang mulia untuk menjaga silaturrahim antar warga desa dan mendoakan keluarga (orang tua) yang sudah meninggal dunia.

 Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi makaman juga perlu dimiliki oleh generasi muda agar lebih berkualitas sebagai penerus bangsa. Hal tersebut juga sesuai dengan kearifan budaya jawa "eling sangkan paraning dumadi, mikul dhuwur mendem jero, rukun agawe sentoso" (Kita harus mengingat asal-usul agar kehidupan kita menjadi rukun dan tentram.

Yuk Lestarikan Budaya Kita!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun