Mohon tunggu...
Annetha Steffi
Annetha Steffi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Wahai Para Koruptor, Belum Puaskah Kau Mengambil Uang Kami?

30 November 2018   06:43 Diperbarui: 30 November 2018   07:16 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak bisa dipungkiri, Indonesia sudah bisa dibilang sebagai rajanya korupsi. Bahkan, Indonesia menempati posisi kedua terbanyak melakukan kasus korupsi se-Asia Pasifik dibawah Timor Leste. Seakan tak ada habisnya, selalu saja ada kasus koupsi yang terungkap tiap harinya. 

Banyak dari mereka yang bukan merupakan kalangan kelas menengah atau bawah. Biasanya, mereka yang berasal dari kaum elit, para anggota DPR dan DPRD yang seharusnya menjalankan amanah rakyat, merekalah pelaku korupsi di negri ini.

Hal ini tentu bertentangan dengan Pancasila, terlebih sila ke-4. Dalam sila ke-4 disebutkan bahwa rakyat dipimpin dengan hikmat kebijaksanaan, namun dalam prakteknya sama sekali tak mencerminkan hal tersebut. Mereka terlalu haus akan harta dan jabatan. Seharusnya sebagai pemimpin yang baik, mereka melakukan tugasnya untuk melayani rakyat, bukannya malah mengambil hak rakyat untuk kepentingan pribadi.

Marilah ambil contoh. Kita semua pasti sudah tahu bahwa mantan ketua DPR, Setya Novanto, terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP. Jaksa menilai Setya Novanto memiliki peran penting dalam skandal korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. 

Diketahui dari bbc.com, Novanto dijatuhi hukuman penjara 16 tahun, denda sebesar Rp 1 miliar, hukuman tambahan berupa uang pengganti US$7,3 juta, dan pencabutan hak politik selama 5 tahun. Jaksa menilai Setya Novanto menyalahgunakan wewenang dan kedudukannya sebagai ketua DPR dalam hal pengadaan barang dan jasa.

Dari perjalanan hukum Setya Novanto, bisa dilihat bahwa kasus korupsi ini benar-benar merugikan rakyat. Dari tahun 2011 hingga baru terungkap tahun 2017, proyek e-KTP terus bergulir tanpa adanya kepastian. Menurut saya, hal ini terjadi karena tak ada pengawasan yang tegas dari pemerintah mengenai proyek ini. Selain itu juga keserakahan dan penyalahgunaan wewenang juga menjadi akar terjadinya mega skandal kasus e-KTP. 

Hal ini seharusnya bisa dihindari apabila dari awal pemerintah melakukan pengawasan yang ketat. Jadi, pemerintahlah yang harus meningkatkan pengecekan dan pengawasan, terutama dalam pengeluaran anggaran (pengeluaran biaya harus sesuai dengan anggaran yang ditetapkan). Keterbukaan terhadap masyarakat juga bisa mengurangi terjadinya kasus korupsi. Sedangkan kita sebagai pelajar, yang bisa dilakukan adalah menanamkan nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Mulailah dari hal sederhana, mungkin akan berguna.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun