Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hentikan "Sibling Rivalry", Mari Beralih ke "Sibling Harmony"

22 April 2021   05:00 Diperbarui: 23 April 2021   04:37 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siblings harmony (Sumber: pexels.com/cottonbro)

Empat tahun yang lalu, saya mengalami situasi yang hampir serupa dengan Gao. Jika Gao mendapat dukungan dari sebelas saudari saat ia menikah, saya mendapat dukungan dari tujuh orang tante, sejak saat ibu saya sakit hingga beliau meninggal dunia.

Ayah saya adalah sulung dari sepuluh bersaudara. Ayah memiliki sembilan adik perempuan. Usia ayah terpaut 21 tahun dari usia adik bungsunya.

Tante saya yang pertama dan ketiga sudah berpulang beberapa tahun sebelum ibu saya jatuh sakit. Foto di atas diambil pada imlek tahun 2016. Dari tujuh orang tante saya yang masih ada, satu orang berhalangan menghadiri reuni.

Sepupu saya yang memprakarsai reuni tersebut mungkin tidak menduga bahwa itu adalah reuni terakhir untuk ibu. Tahun berikutnya, kondisi kesehatan ibu sudah tak memungkinkan untuk reuni lagi.

Ibu dirawat di rumah sakit pada akhir April 2017. Sempat pindah rumah sakit, menjalani operasi, pulang ke rumah sekitar dua minggu, kembali masuk rumah sakit, lalu menjalani homecare. Ibu meninggal dunia pada tanggal 4 September 2017. 

Sejak ibu jatuh sakit hingga beliau tutup usia, tujuh orang adik ayah memberi saya dukungan moril dan materiil dengan setia. Demikian juga beberapa orang sepupu ayah.

Sering kita mendengar cerita tentang hubungan yang tidak harmonis antara seorang isteri dengan saudara perempuan suaminya. Karena itu, beberapa orang merasa heran melihat bagaimana para tante saya menaruh respek kepada ibu dan bagaimana mereka mendukung saya di masa-masa sulit.

“Ayahmu yang memberi contoh,” jawab tante saya yang kedua ketika saya bertanya. “Sebagai anak sulung, ayahmu memberi contoh bagaimana menyayangi adik-adik.”

Tante saya bercerita bahwa mereka hidup pada zaman ketika keluarga Tionghoa masih membedakan antara laki-laki dan perempuan. 

Pada zaman itu, keluarga Tionghoa yang memiliki banyak anak perempuan dan sedikit anak laki-laki, umumnya memberi anak perempuan kepada orang lain dan memungut anak laki-laki menjadi anak.

“Ayahmu tidak menyetujui cara itu. Sembilan adik perempuan, semua dijaga dan disayanginya. Ayahmu memberi contoh bagaimana yang besar menjaga yang kecil, bagaimana hidup rukun sebagai saudara.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun