Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hentikan "Sibling Rivalry", Mari Beralih ke "Sibling Harmony"

22 April 2021   05:00 Diperbarui: 23 April 2021   04:37 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siblings harmony (Sumber: pexels.com/cottonbro)

Hampir tiga tahun yang lalu, jagat maya negeri Cina dihebohkan oleh berita tentang seorang pria bernama Gao Haozhen. Pria yang berusia 22 tahun pada saat itu, berterima kasih atas dukungan keuangan dari 11 kakak perempuannya saat ia menikah.

Sebelas kakak perempuan Gao memberinya dana senilai USD48,000.00 untuk membeli rumah dan mas kawin.Warganet berspekulasi tentang bagaimana orangtua Gao membesarkan selusin anak pada zaman pemerintah menganut kebijakan “satu anak cukup”.

Warganet juga bertanya mengapa Gao tidak membiayai sendiri pernikahannya. Mereka penasaran apakah ada di antara kakak-kakak Gao yang merasa terpaksa ikut berkontribusi.

Sibling harmony, Gao Haozhen bersama orangtua dan 11 kakak perempuannya | foto: supchina.com               
            googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});
Sibling harmony, Gao Haozhen bersama orangtua dan 11 kakak perempuannya | foto: supchina.com googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});

Gao Yu, salah seorang kakak Gao, angkat bicara. Ia berkata bahwa para saudari memutuskan untuk mendukung pembiayaan pernikahan adik bungsu mereka atas kemauan sendiri.

Gao Yu menjelaskan bahwa ibunya melahirkan putri sulung pada usia 20 tahun. Dalam kurun waktu 27 tahun berikutnya, beliau melahirkan 11 orang anak lainnya. Sang ibu berhenti melahirkan setelah dikaruniai satu-satunya anak laki-laki, Gao Haozhen.

Gao Yu menegaskan bahwa “setiap anak diperlakukan sama” dalam keluarga mereka. Meskipun satu-satunya laki-laki, Haozhen tidak diperlakukan istimewa.

“Generasi orang tua saya memiliki cara berpikir konvensional. Mereka hanya menginginkan seorang anak laki-laki,” kata Gao Yu. Dia menambahkan bahwa orang tuanya membayar denda yang sangat besar untuk memiliki banyak anak karena kebijakan satu anak.

Gao Yu juga mengungkapkan bahwa di antara para saudari, dia satu-satunya yang bersekolah setingkat SMA. Dua saudarinya bahkan tidak mengenyam pendidikan formal karena kemiskinan keluarganya.

Sibling harmony, teladan keluarga besar ayah saya

Reuni keluarga tahun 2016. Kanan: 6 orang tante saya. Kiri: para tante bersama saya dan ibu – foto: dokpri
Reuni keluarga tahun 2016. Kanan: 6 orang tante saya. Kiri: para tante bersama saya dan ibu – foto: dokpri
“Tantenya mama banyak ya? Mereka adik-adiknya Akong (kakek) atau Ama (nenek)?” Inilah pertanyaan yang diajukan beberapa kerabat dari pihak suami kepada anak-anak saya pada saat ibu saya meninggal dunia.

Empat tahun yang lalu, saya mengalami situasi yang hampir serupa dengan Gao. Jika Gao mendapat dukungan dari sebelas saudari saat ia menikah, saya mendapat dukungan dari tujuh orang tante, sejak saat ibu saya sakit hingga beliau meninggal dunia.

Ayah saya adalah sulung dari sepuluh bersaudara. Ayah memiliki sembilan adik perempuan. Usia ayah terpaut 21 tahun dari usia adik bungsunya.

Tante saya yang pertama dan ketiga sudah berpulang beberapa tahun sebelum ibu saya jatuh sakit. Foto di atas diambil pada imlek tahun 2016. Dari tujuh orang tante saya yang masih ada, satu orang berhalangan menghadiri reuni.

Sepupu saya yang memprakarsai reuni tersebut mungkin tidak menduga bahwa itu adalah reuni terakhir untuk ibu. Tahun berikutnya, kondisi kesehatan ibu sudah tak memungkinkan untuk reuni lagi.

Ibu dirawat di rumah sakit pada akhir April 2017. Sempat pindah rumah sakit, menjalani operasi, pulang ke rumah sekitar dua minggu, kembali masuk rumah sakit, lalu menjalani homecare. Ibu meninggal dunia pada tanggal 4 September 2017. 

Sejak ibu jatuh sakit hingga beliau tutup usia, tujuh orang adik ayah memberi saya dukungan moril dan materiil dengan setia. Demikian juga beberapa orang sepupu ayah.

Sering kita mendengar cerita tentang hubungan yang tidak harmonis antara seorang isteri dengan saudara perempuan suaminya. Karena itu, beberapa orang merasa heran melihat bagaimana para tante saya menaruh respek kepada ibu dan bagaimana mereka mendukung saya di masa-masa sulit.

“Ayahmu yang memberi contoh,” jawab tante saya yang kedua ketika saya bertanya. “Sebagai anak sulung, ayahmu memberi contoh bagaimana menyayangi adik-adik.”

Tante saya bercerita bahwa mereka hidup pada zaman ketika keluarga Tionghoa masih membedakan antara laki-laki dan perempuan. 

Pada zaman itu, keluarga Tionghoa yang memiliki banyak anak perempuan dan sedikit anak laki-laki, umumnya memberi anak perempuan kepada orang lain dan memungut anak laki-laki menjadi anak.

“Ayahmu tidak menyetujui cara itu. Sembilan adik perempuan, semua dijaga dan disayanginya. Ayahmu memberi contoh bagaimana yang besar menjaga yang kecil, bagaimana hidup rukun sebagai saudara.”

Tidak hanya ayah saya, sikap yang sama saya lihat pada diri adik-adik dari kakek yang saya panggil “cek kong”, serta anak-anak mereka. Sikap saling mendukung sesama saudara.

Sibling harmony, hati melampaui teori

Waggoner bersaudara - foto: findagrave.com
Waggoner bersaudara - foto: findagrave.com
Seorang teman bercerita bahwa sebagai ibu dari beberapa orang putri yang sudah dewasa, ia sering merasa bersalah dan gagal sebagai orangtua ketika melihat hubungan anak-anaknya. 

Rivalitas mereka memang tidak kentara. Namun, sikap mereka yang saling tidak peduli sesama saudara, itulah yang membuat teman saya merasa gagal.

Dia mencoba mencari nasihat bagaimana cara orangtua mencegah dan mengatasi sibling rivalry. Tetapi, semakin banyak tip yang dia peroleh, semakin dia merasa gagal karena tidak berhasil menerapkan tip tersebut.

Saya mengajaknya membaca sinopsis “Ten Sisters: A True Story”. Cerita tentang sepuluh bersaudari yang tumbuh bersama di sebuah rumah di pedesaan. Tentang kedua orangtua mereka yang terlalu sibuk dengan masalah uang, serta perdebatan mengenai pola asuh yang ingin diterapkan.

Sepuluh anak perempuan ini saling menjaga satu sama lain dan tidak terganggu oleh masalah orangtua mereka. Terlepas dari kemiskinan serta tidak adanya kedamaian yang diteladankan oleh orangtua, mereka memiliki apa yang mereka anggap sebagai masa kecil yang bahagia.

Namun kebahagiaan mereka berakhir pada bulan Maret 1942, ketika pengadilan Coles County memisahkan mereka. Dua diadopsi, satu tinggal bersama kakek-nenek, lima dikirim ke panti asuhan dan yang lainnya bekerja untuk keluarga dan organisasi.

Sepuluh bersaudari ini membutuhkan lima puluh tahun untuk menyembuhkan luka yang disebabkan oleh keputusan pengadilan pada tahun 1942 itu dan membangun hubungan baru. Pada tahun 1997, mereka menulis buku “Ten Sisters: A True Story”.

Buku tersebut mendokumentasikan kebahagiaan dan kesedihan yang mereka alami. Mereka dipisahkan oleh pengadilan, tetapi disatukan oleh ikatan keluarga dan cinta sesama saudara. Masing-masing orang menulis bagiannya, menghasilkan sebuah cerita tentang keseharian yang juga dialami oleh banyak keluarga lain.

Dari kisah Gao, obrolan dengan tante, dan kisah Waggoner bersaudara, saya belajar bahwa sibling rivalry dapat diatasi dan sibling harmony dapat ditumbuhkembangkan jika ada keinginan hati dan kebulatan tekad. Keinginan hati dan kebulatan tekad perlu dimiliki oleh orangtua dan setiap anak yang terlibat di dalamnya.

Semua tip adalah teori. Jika kita hanya mengandalkan otak dalam menerapkan semua teori tersebut, maka kita akan lelah sendiri. Kita akan kecewa jika setelah semua tip kita terapkan, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan harapan.

Saya juga mengajak teman saya berefleksi. Saya yakin, dengan segala ketidaksempurnaannya, dibandingkan orangtua Waggoner bersaudara, teman saya telah melakukan yang jauh lebih baik. Ya, teman saya telah melakukan yang terbaik yang dapat dilakukannya.

Anak-anak dari teman saya sudah dewasa. Dalam hal ini, menurut saya, orangtua hanya dapat memberi saran dan menitipkan harapan. Dibutuhkan keinginan hati dan kebulatan tekad dari masing-masing anak untuk mendukung sesama saudara, semata-mata demi tercapainya sibling harmony.

Jakarta, 22 April 2021

Siska Dewi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun