1 Satu sisi baik belum tentu cukup
Beberapa orang tampil dengan citra yang begitu meyakinkan. Pintar berbicara, sopan di depan umum, dan bisa bikin nyaman. Tapi pengalaman mengajarkan bahwa sisi luar itu bisa menipu. Mungkin dia memang terlihat "effort", tapi kalau ternyata punya kebiasaan manipulatif, enggan mendengar, atau bahkan tidak jujur, apa tetap bisa diterima?
Kesan awal bisa jadi penting, tapi bukan segalanya. Butuh waktu dan proses untuk mengenal lebih dalam. Dan itu wajar. Karena hubungan bukan soal yang terlihat, tapi soal keseharian, soal realita.
2 Memilih dengan sadar bukan berarti terlalu pilih-pilihÂ
Ada kalanya ketika bilang "Aku belum cocok" atau "rasanya belum klik", langsung terdengar seperti sedang menutup diri. Padahal, memilih dengan hati-hati bukan berarti sok perfeksionis. Justru karena tahu bahwa hubungan itu serius, jadi gak bisa asal menerima hanya karena takut sendiri.
Aku percaya, setiap orang punya hak untuk memilih. Bukan memilih yang sempurna, tapi yang benar-benar bisa diajak jalanin bareng. Dan itu butuh pertimbangan, bukan terburu-buru.
3 Tidak semua kekurangan bisa ditoleransiÂ
Setiap orang pasti punya sisi yang kurang. Tapi gak semua kekurangan harus ditoleransi. Ada yang bisa diajak kompromi, dan ada yang memang harus jadi batas.
Terkadang orang bilang, "ya, nanti juga berubah," tapi perubahan tidak akan datang tanpa kemauan. Dan kalau kebiasaan buruk sudah jadi bagian dari keseharian, hubungan justru bisa jadi beban.
Tentu setiap orang berhak punya harapan bahwa pasangannya bisa berubah. Tapi pertanyaannya: kalau ternyata dia tidak berubah, sanggupkah hidup dengan segala kebiasaannya itu setiap hari? Kalau dia tetap menjadi orang yang sama, tetap suka berbohong, tetap hanya bicara tanpa aksi, tetap tidak jujur, masihkah hubungan itu layak dipertahankan?
4 Sekarang lebih peduli pada arah hidup, bukan sekedar perasaanÂ