Jika Tokyo adalah lambang kedigdayaan dan Kyoto menyimbolkan sisi keanggunan Jepang, maka Fukuoka berdiri di antara keduanya. Kota yang terletak di barat laut Pulau Kyushu ini memang tidak terlalu besar. Tapi pesonanya tak kalah menawan dibanding kota besar lainnya di Jepang yang menjadi tujuan utama para wisatawan. Pengalaman penulis tinggal selama setahun di Fukuoka menguatkan kesahihan pandangan tersebut. Namun bagi wisatawan yang hanya punya waktu terbatas, tak perlu lama menemukan ’harta karun’ tersembunyi dari kota tepi pantai ini. Karena, ritme kehidupan yang lebih santai di sana membuat siapa saja mampu menikmati setiap relik keindahan kota dengan seksama.

Fukuoka, Dulu dan Sekarang
Tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada belajar sejarah dan budaya Fukuoka setibanya wisatawan di kota ini. Oleh sebab itu, maka kunjungan pertama mesti dilakukan ke Museum Budaya Hakata Machiya. Berlokasi di depan Kuil Kushida dan dekat dengan stasiun kereta Hakata, museum ini sangat mudah dijangkau dari mana saja, baik menggunakan kereta, bus, maupun taksi. Pesona masa lalu langsung terasa begitu wisatawan menginjakkan kaki di depan gedung museum. Tiga town houses tradisional (machi-ya) yang menaungi museum ini memberi kesan kuno, namun tak lekang oleh waktu.
Masuk ke dalam museum, gambaran kehidupan dan kebudayaan kota Fukuoka, terutama yang berkembang pada masa Meiji dan Taisho disajikan secara menarik. Berbagai artefak budaya, mulai dari barang-barang rumah tangga hingga benda-benda festival tradisional yang penting bagi masyarakat Fukuoka, seperti Matsubayashi (festival tahun baru) dan Hakata Gion Yamakasa ikut dipamerkan. Bila ingin mendapatkan pengalaman kultural lebih dalam, wisatawan dapat belajar bahasa Jepang dialek Hakata dan kerajinan tangan khas Hakata dalam sesi khusus yang diadakan oleh pengelola museum.

Sangat mudah untuk berpindah dari satu toko ke toko lainnya, karena terkoneksi dengan baik. Berjalan di luar gedung pertokoan pun sangat nyaman karena kaki diamanjakan dengan trotoar yang sangat lebar, bersih dan mulus. Kebersihan menjadi tanggung jawab bersama. Inilah kunci kenyamanan itu berasal. Pohon-pohon tumbuh terawat di bagian kanan kiri trotoar memberi keteduhan pagi para pejalan kaki, terutama di tengah terik mentari musim panas.


Sensasi lain berbelanja bisa didapatkan di Tenjin Chikagai. Tempat ini merupakan area berbelanja bawah tanah terbesar di Kyushu. Tenjin Chikagai membentang sepanjang 600 meter dari arah utara ke selatan di bawah kawasan Tenjin. Di dalamnya terdapat 12 jalur yang menghantarkan pengunjung ke 150 butik, restoran, dan toko. Berjalan kaki di dalamnya membawa wisatawan ke dalam suasana romantis Eropa abad 19. Jalan bebatuan berpadu apik dengan lampu-lampu bercahaya remang-remang yang menempel pada dinding. Karakter Tenjin Chikagai diperkuat dengan dekorasi berlanggam Arabesque yang dipasang pada langit-langit bangunan.
Jika berbelanja bukan merupakan suatu pilihan, aktivitas cuci mata juga tak kalah menarik dilakukan di kawasan Shintencho. Sudah diakui bila wanita Fukuoka termasuk yang tercantik seantero Jepang. Maka dikenal adanya istilah Hakata Bijin (gadis cantik Hakata). Hakata merujuk nama kuno Fukuoka sebelum berkembang pesat menjadi kota modern seperti sekarang ini. Kemajuan industri fesyen yang didukung menjamurnya salon kecantikan, butik dan gerai-gerai barang trendi, terutama yang banyak ditemukan di area Daimyo yang kental dengan kultur hip-hop dan vintage, ikut mendorong gadis-gadis Fukuoka berpenampilan cantik dan modis.

Lima area utama bagian di dalam Hakata Canal City; Sea Court, Earth Walk, Sun Plaza Stage, Moon Walk, dan Star Court disusun dalam urutan bertema tradisional ke modern. Sebanyak 150 toko dan restoran, serta fasilitas hiburan lain seperti teater, bioskop, game center mengisi area tersebut. Pertunjukan musik sering diselenggarakan di atas panggung Sun Plaza untuk menghibur pengunjung. Tak jarang kerumunan orang tercipta secara spontan saat musik yang disuguhkan dirasa mengena di hati pengunjung. Bagi wisatawan yang ingin mencari karakter dan merchandise unik anime Jepang, bisa membelinya di toko Manga ”Jump”, toko Donguri Kyowaku, toko Ultraman, dan toko Disney. Asyiknya, ada diskon khusus yang diberikan kepada wisatawan. Untuk urusan perut, tak perlu kuatir. Wisatawan dapat mencoba aneka macam ramen di Ramen Stadium. Terdapat 8 restoran yang menyajikan ramen dengan cita rasa berbeda dari seluruh wilayah di Jepang.
Menikmati Fukuoka dari Atas
Gedung ACROS menjadi bukti keajaiban arsitektural Fukuoka. Menjadi kota modern bukan berarti ’bercerai’ sepenuhnya dari alam. Bertolak dari prinsip eko-arsitektural ini, ACROS dibangun sebagai gunung beton setinggi 15 lantai yang menjadi habitat berbagai macam bunga, pohon, dan semak belukar. Sekitar 150 jenis tetumbuhan dan 120 spesies berbeda ditanam untuk menutupi atap gedung ini. Selain didesain sebagai tempat konservasi tanaman di mana wisatawan bisa pelajari, ACROS menawarkan cari lain untuk menikmati panorama Fukuoka dari ketinggian. Untuk itu, wisatawan harus mau meniti setiap anak tangga yang membawa wisatawan ke dek observasi yang terletak di bagian paling atas gedung. Asyiknya, wisatawan tidak dipungut bayaran alias gratis untuk mendaki gedung ACROS. Namun, dek observasi hanya dibuka pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur lainnya.


Dalam jangkauan kaki dari area Fukuoka Tower, tempat-tempat wisata menarik lainnya dapat disambangi, seperti Pantai Momochi berpasir halus dengan sebuah pulau buatan bernama Marizon, Hawk Town Mall, pusat hiburan dan perbelanjaan berkonsep shopping street yang asyik, serta Fukuoka Yahoo! Japan Dome, salah satu stadion baseball terbesar di Jepang dan sekaligus rumah bagi tim baseball kebanggaan masyarakat Fukuoka, Softbank Hawks.

Nongkrong di yatai, angkringan khas Fukuoka
Denyut kota Fukuoka tak berhenti ketika malam datang. Justru irama kehidupan semakin kuat saat kebanyakan eksekutif muda kota ini keluar untuk bersantai melepas penat. Ada banyak cafe dan bar yang bisa dipilih untuk bersosialisasi. Namun, rasanya para wisatawan lebih direkomendasikan untuk ’nongkrong’ di yatai, angkringan khas Fukuoka. Selain harga makanan di sini relatih lebih murah, suasana akrab tercipta justru dari orang-orang yang tak saling mengenal sebelumnya melalui obrolan ringan dan gelak tawa. Koki yatai juga dikenal ramah dalam melayani konsumennya.
Mirip seperti Angkringan, yatai hanya mampu menampung 7-8 konsumen. Meskipun berkapasitas terbatas, jangan kuatir tidak kebagian tempat karena ada lebih dari 150 yatai tersebar di seluruh pusat kota. Deretan yatai dapat dengan mudah ditemukan di tepi Sungai Nakasu, sungai yang membelah Fukuoka menjadi dua bagian wilayah. Kawasan ini paling favorit dikunjungi banyak orang, sehingga tercipta suasana riuh layaknya pasar malam. Menu andalan yatai adalah mie Ramen, Yakitori dan tentu saja Sake. Ramen Hakata yang pernah dinobatkan sebagai Ramen terlezat seantero Jepang bisa dinikmati di setiap yatai.


Dazaifu, sisi kuno Fukuoka yang tetap terpelihara
Ketika modernitas telah menyusup ke sudut-sudut kota, sisi tradisional Fukuoka tak lantas ditinggalkan begitu saja. Mari kita tengok kawasan Dazaifu yang terletak 15 km tenggara kota Fukuoka. Didirikan pada akhir abad ke 7 sebagai pusat pemerintahan seluruh Kyushu selama lebih dari setengah milenia, Dazaifu masih mempertahankan pesona masa lalu. Bangunan-bangunan kuno yang dijadikan toko makanan tradisional dan kerajinan tangan khas Fukuoka, serta restoran berderet rapi di kanan-kiri jalan utama. Di titik lain, masih kokoh berdiri beberapa kuil dengan taman-taman khas Jepang berprinsip ajaran Zen.
Cara paling asyik menjelajahinya adalah dengan berjalan kaki. Selain karena tentunya menyehatkan, berjalan kaki mendorong wisatawan untuk bisa menangkap hal-hal unik secara detail di sepanjang perjalanan di kawasan Dazaifu. Aneka macam kerajinan tangan, mulai dari kipas, kain rajutan, hingga tas tangan bermotif khas Jepang mengundang untuk didatangi. Banyak pula kudapan unik yang bisa dicoba, seperti es krim ume boshi (buah Plum) yang pernah saya icipi. Lazimnya, buah Plum digunakan sebagai acar pada makanan Jepang. Tetapi, kali ini dijadikan es krim. Rasanya asam, tetapi sungguh menyegarkan mulut.
Kuil Dazaifu Tenmangu merupakan jantung kawasan Dazaifu. Hal ini tidak terpisahkan dari keberadaan Sugawara Michizane yang hidup di kawasan itu pada abad 8. Sebagai pejabat yang cerdas, ia pernah menempati posisi Menteri Perang dan Menteri Urusan Rakyat di Jaman Kyoto. Akibat konspirasi dari lawan politiknya, ia dijatuhkan dan kemudian diasingkan ke Dazaifu hingga meninggal dunia. Karena kecerdasan dan karakter positifnya, ia lantas diangkat menjadi Dewa Ilmu Pengetahuan dengan sebuah kuil yang dibangun di atas pusaranya. Setiap kali menjelang ujian sekolah, kuil ini dipadati oleh ribuan pelajar yang berdoa untuk meminta kesuksesan dan karir masa depan yang cemerlang.


Unsur tetumbuhan diwakili dengan pohon kamper dan pohon Plum yang tumbuh subur di area kuil. Keberadaan pohon Plum dengan jumlah sekitar 6000 batang dengan 197 varietas berbeda dirasa sangat istimewa. Konon, sebuah pohon Plum yang dinamai Tabiume yang tumbuh di sebelah kanan Honden (bagian utama kuil), mengikuti Michizane dari Kyoto untuk ikut diasingkan di Dazaifu. Benar tidaknya cerita ini tentu sangat sulit divalidasi. Yang jelas, keindahan bunga Plum saat mekar selalu dinantikan oleh para pengunjung, seperti kecintaan Michizane pada bunga ini yang dituangkan dalam sebuah Waka, puisi khas Jepang.

Melihat Jepang dalam Perspektif Asia di Museum Nasional Kyushu
Museum Nasional Kyushu patut dijadikan destinasi berikutnya saat wisatawan berada di kawasan Dazaifu. Bangunan modern berdinding panel-panel kaca dan beratap logam berwarna biru ini tampak kontras dengan sekelilingnya yang menghijau. Arsitekturnya sendiri mirip seperti ikan pari. Begitu melewati pintu masuk, wisatawan akan dibawa ke ruang utama museum melalui sebuah terowongan berpendar cahaya. Cahaya merah, kuning, biru, dan hijau tampil bergantian menimbulkan kesan futuristik. Konsep yang dihadirkan oleh Museum Nasional Kyushu adalah formasi kebudayaan Jepang dari perspektif sejarah Asia. Jepang diceritakan sebagai sebuah bangsa yang mengalami pengaruh budaya dari bangsa-bangsa Asia lainnya, terutama Cina dan Korea.


Wisatawan tak akan kesulitan mengikuti setiap sesi yang disuguhkan oleh museum ini. Karena, terdapat fasilitas headphone yang bisa dipinjam. Penjelasan dalam bahasa Inggris dari headphone bisa disesuaikan dengan artefak apa yang sedang dipelajari. Sebuah aula besar berada di lantai dasar yang dilengkapi dengan area bermain anak-anak untuk menikmati ragam budaya Asia. Galeri khusus menempati lantai tiga yang memamerkan artefak-artefak budaya dari Jepang dan negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia. Lantai empat yang terbagi ke dalam lima sesi menyajikan perjalanan bangsa Jepang dari masa ke masa.
Sesi pertama menuturkan Periode Jomon di mana masyarakat Jepang baru menjalani tradisi primitif berpindah-pindah, berburu serta meramu. Sesi kedua menjelaskan Periode Yayoi-Kofun ketika Jepang telah mengenal keahlian bercocok tanam dan teknik membuat barang-barang logam yang diperkenalkan dari semenanjung Korea. Sesi ketiga menceritakan Periode Nara –Asuka- Heian di mana Jepang telah mendapat pengaruh kuat budaya Cina. Pertukaran utusan negara serta perdagangan dengan Cina mewarnai jaman ini. Sesi keempat, Periode Kamakura-Muromachi saat perdagangan dengan Cina berkembang pesat dan Hakata menjadi pelabuhan terpenting pada masa itu. Sesi kelima, Periode Azuchi-Momoyam dan Periode Edo tatkala Jepang menutup diri dari pengaruh Barat. Perdagangan hanya terbatas dilakukan di beberapa pelabuhan, seperti Nagasaki dan Ryukyu.
Semaraknya Fukuoka dalam Festival Hakata Gion Yamakasa
Kesemarakkan festival tradisional (matsuri) juga bisa dirasakan di Fukuoka. Adalah Hakata Gion Yamakasa festival yang telah berumur 750 tahun diselenggarakan setiap tanggal 15 Juli. Konon, tradisi ini berasal dari kisah seorang biksu bernama Shoichi Kokushi yang memerintahkan penduduk Fukuoka di masa silam untuk menumpahkan air di jalanan dalam rangka mengusir wabah penyakit. Selama festival berlangsung di abad modern ini, air jusru disiramkan ke seluruh tubuh para peserta. Butuh perjuangan tersendiri untuk menyaksikannya. Wisatawan tak boleh malas bangun pagi karena festival ini dimulai pada jam 5 pagi. Datang sedikit terlambat saja, sudah susah untuk mendapatkan tempat menonton yang strategis. Karena, jutaan pasang mata tersedot dalam pusaran besar antusiasme untuk mengikuti atraksi budaya tersebut.

Oleh-oleh khas Fukuoka, nggak cuma lezat tetapi juga unik
Sudah menjadi pandangan umum di Indonesia, bahwa bukti wisatawan telah mengunjungi suatu tempat ditunjukkan dengan oleh-oleh yang dibawa. Makanan khas yang mewakili daerah tersebut biasanya menjadi pertanyaan keluarga di rumah atau rekan-rekan kerja di kantor. Maka berburu oleh-oleh merupakan suatu keharusan sebelum pulang ke tanah air. Di Fukuoka, wisatawan tak perlu kuatir tidak bisa mendapatkannya dengan mudah. Banyak sekali aneka kudapan yang menunggu siap dibawa pulang.
Selain rasanya yang enak, bentuk dari oleh-oleh di sana sangatlah unik, seperti Meika Hiyoko, kue imut berbentuk anak ayam dengan isian selai kacang. Ada pula Yuki Usagi, kudapan berupa marshmallow dalam bentuk kelinci mungil berisi pasta kuning telur dan Niwaka Senbei, kerupuk beras yang gurih nan renyah berbentuk topeng pertunjukan komedi tradisional Hakata. Jangan lupa membeli boneka Hakata dan Hakata-ori, kain tradisional Hakata yang terkenal kualitasnya untuk diri sendiri sebagai memoar perjalanan ke Fukuoka. Terbungkus dalam kemasan yang cantik, beragam oleh-oleh tersebut tersedia dalam berbagai ukuran yang dapat dibeli di Stasiun Hakata, Bandar Udara Fukuoka, dan toko oleh-oleh khas Jepang lainnya.


Info lebih lanjut kunjungi:
https://www.facebook.com/HISTravelIndonesia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI