Ia mengatakan kedua belah pihak di Selat Taiwan harus menggunakan dialog untuk menggantikan konfrontasi dan pertukaran untuk menggantikan penahanan.
"Kami berharap Beijing dapat mengubah pendekatannya dan mengizinkan dialog serta pertukaran Taiwan-China, dan berupaya untuk mencapai tujuan perdamaian dan kemakmuran bersama," ujarnya.
Namun, meskipun perdamaian adalah tujuan akhir, rakyat Taiwan harus menyadari bahwa hal itu tidak dapat dicapai dengan menerima klaim dan prinsip-prinsip China, atau menghadiri acara-acaranya, melainkan hanya melalui "kekuatan", tambahnya.
Taiwan harus meningkatkan anggaran pertahanan nasional, kata Lai.
Anggaran pertahanan akan dinaikkan menjadi 3,32 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun depan, dan diharapkan menjadi 5 persen pada tahun 2030, katanya.
Upaya-upaya ini menunjukkan kepada masyarakat internasional tekad Taiwan untuk mempertahankan keamanan nasionalnya dan kesediaannya untuk memikul tanggung jawab dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat tersebut, tambah sang Presiden.
Taiwan juga harus berdiri berdampingan dengan kubu demokrasi untuk bersama-sama memperkuat efek jera, bersiap perang untuk menghindari perang dan dengan demikian mencapai perdamaian, katanya.
Sementara itu, negara harus melanjutkan pembangunan ekonominya, karena merupakan fondasi bagi stabilitas sosial dan pertahanan nasional, tetapi perlu memperhatikan ketahanan ekonomi dan tidak "menaruh semua telur dalam satu keranjang China", paparnya.
Pemerintah telah menandatangani perjanjian investasi bilateral dengan banyak negara Asia Tenggara, Jepang dan AS, serta nota kesepahaman tentang penguatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain, jelasnya.
Menurut Liberty Times, China seharusnya menjunjung tinggi martabat bersama ketika bernegosiasi dengan Taiwan, alih-alih meminta Taiwan untuk menyerahkan kedaulatan mereka dan menerima prinsip "satu China" sebagai prasyarat, katanya.