Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penderitaan Muslim Uyghur: Mengapa Negara-negara Tetap Diam?

17 Maret 2022   06:56 Diperbarui: 17 Maret 2022   08:04 3600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa kelompok ekstremis seperti Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM), Organisasi Pembebasan Turkistan Timur (ETLO), Organisasi Pembebasan Uyghur (ULO) dan Front Revolusioner Bersatu Turkistan Timur (URFET) di Xinjiang. Sudah lama ada gerakan di Xinjiang untuk mendirikan negara Turkistan Timur berdaulat yang merdeka.

Dengan menambahkan radikalisme agama dan keterlibatan kelompok teror internasional seperti al-Qaeda, Negara Islam dan Taliban, banyak kelompok radikal Muslim Uyghur menerima pelatihan dan senjata dari Pakistan dan Afghanistan untuk melawan rezim China yang represif.

Antara tahun 1990 hingga 2016, ada begitu banyak serangan teror di China. Sebagai contoh, tahun 2014 adalah yang terburuk, yang menyaksikan 37 serangan teror dan 322 orang tewas. Pada tahun 2009, terjadi 70 serangan teror dan 186 kematian.

China mengambil tindakan yang sangat keras untuk mengekang tiga kejahatan -- terorisme, separatisme dan ekstremisme agama -- tetapi jutaan orang Uyghur menjadi korban penindasan yang kejam. Ribuan orang ditangkap, disiksa dan beberapa dari mereka dibunuh oleh pejabat keamanan China.

Berkat anggaran propaganda yang besar, China berhasil menekan berita yang sebenarnya agar tidak menjangkau banyak negara mayoritas Muslim.

PKC telah menyebarkan banyak berita palsu/disinformasi tentang kebijakan represifnya di Xinjiang. Mereka telah secara aktif menciptakan narasi tandingan terhadap apa yang terjadi di Xinjiang.


"Dengan demikian, apa yang telah dilakukan Partai Komunis China adalah menciptakan kemungkinan penyangkalan di mana aktor internasional dapat mencari perlindungan jika mereka merasa tidak nyaman untuk mengkritik China," kata Prof. Leibold.

Ada juga kesenjangan pengetahuan yang sangat besar tentang Xinjiang di banyak negara mayoritas Muslim.

Menurut Leibold, pencarian Google tentang Xinjiang di media Indonesia dan Australia mengungkapkan hasil yang menakjubkan. Satu-satunya harian berbahasa Inggris di Indonesia The Jakarta Post telah menerbitkan 326 artikel terkait Xinjiang sementara Kompas, surat kabar terbesar di Indonesia, hanya memuat sembilan artikel tentang Xinjiang. Surat kabar terkemuka Australia The Austrian telah menerbitkan 744 artikel tentang Xinjiang.

"Ini adalah situasi yang sama di banyak negara mayoritas Muslim," kata Leibold.

Dengan tidak adanya informasi tentang Xinjiang dan insentif ekonomi, para pemimpin negara-negara mayoritas Muslim mungkin tetap diam atau mendukung genosida China terhadap Muslim Uyghur. Tetapi ada kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan kesadaran umat Islam di seluruh dunia tentang penderitaan sesama Muslim Uyghur baik di media tradisional maupun media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun