Mohon tunggu...
Aniwatirhy
Aniwatirhy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Beras Naik, Kesejahteraan Petani Tetap Sulit

20 Maret 2024   15:44 Diperbarui: 21 Maret 2024   19:19 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Letak negara Indonesia yang berada di garis khatulistiwa karena dilintasi garis lintang nol derajat (0), menyebabkan negara ini mempunyai iklim tropis. Hal itu membuat tumbuhan sejenis holtikultura dapat tumbuh dengan subur. Salah satu tumbuhan holtikultura (tanaman pangan yang mempunyai produktivitas tinggi) yang tumbuh subur ialah padi.

Padi sendiri memiliki beberapa jenis bibit yang menyesuaikan lingkungan hidupnya. Padi yang hidup di dataran rendah umumnya memiliki kualitas yang lebih tinggi, salah satu jenisnya adalah padi gogo. Padi dengan jenis ini biasanya memiliki sistem penanaman yang berbeda dari umumnya, dan menggunakan sistem cocok tanam tumpang sari. Kelebihan dari padi ini adalah tidak begitu memerlukan irigasi khusus. Adapun salah satu padi yang tumbuh di dataran tinggi, umumnya memiliki produktivitas yang tinggi dengan umur panen yang singkat. Salah satunya adalah padi Inpari 28. Padi ini tahan terhadap serangan hama dan penyakit seperti wereng coklat dan blast.

Melimpahnya produktivitas beras di Indonesia menjadikannya sebagai komoditas bahan pokok bagi masyarakat Indonesia. Dari beberapa bahan pokok yang menjadi makanan utama Indonesia, nasi menempati posisi nomor satu sebagai makanan karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi. Mayoritas penduduk Indonesia berprinsip bahwa belum makan, kalau belum makan nasi. Hal itu membuat beras menjadi barang yang paling dibutuhkan dan memiliki daya jual-beli tinggi.

Akhir-akhir ini terdapat fenomena beras naik. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategi Nasional (PIHPS), harga beras kualitas sedang per Jumat (23/2) dipatok pada Rp15.500-Rp15.650 per kg. Sementara beras kualitas super berada di kisaran Rp16.500-Rp17.000 per kg. Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan pun menyebutkan, harga beras saat ini menembus rekor tertinggi hingga Rp18.000 di era Presiden Jokowi untuk kualitas premium. Hal ini menunjukkan kenaikkan drastis dari harga beras yang semula hanya Rp12.000-Rp14.000 per kg untuk kualitas premium.

Kenaikan harga beras ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain, berkurangnya pasokan air akibat perubahan iklim cuaca dan pengurangan produksi karena efek El Nino. Pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, memperkirakan bahwa kenaikan ini akan terus berlangsung sampai musim panen tiba pada April 2024. Hal itu karena fenomena El Nino membuat musim tanam menjadi mundur. Selain itu, produksi padi pada tahun 2023 juga mengalami penurunan sekitar satu juta ton.

Harga beras yang meroket naik tentu saja membuat masyarakat merasa kesusahan. Adapun salah satu daerah yang terdampak adalah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Yang awalnya curah hujan berintensitas sedang menjadi tinggi menyebabkan tanaman padi ambruk dan berguguran, hal itu membuat petani mengalami kerugian. Fakta di lapangan, harga beras yang naik tidak dirasakan oleh petani. Proses pemanenan yang disertai hujan dan badai membuat biaya panen yang harus dikeluarkan menjadi lebih besar, gabah yang dihasilkan pun menjadi basah. Hal tersebut menyebabkan para pengepul kurang melirik hasil panen tersebut, bahkan kalaupun dilirik, pasti dengan harga yang rendah karena proses produksi gabah menjadi beras akan lebih susah.

Sebagaimana yang dituturkan oleh petani, Bapak Suparno, "Sio-sio Mba, wong rego beras mundak kene wong tani berase yo dituku panggah ajeg murah (Percuma Mba, orang harga beras naik,di sini para petani berasnya juga di beli tetap dengan harga yang murah)". Tidak hanya itu, para warganet melalui platform media sosial Tiktok juga banyak berkomentar bahwa harga beras yang naik tidak membuat para petani sejahtera, karena faktanya harga gabah justru turun. Harga beras yang naik hanya menguntungkan pengepul, bukan petani. Meski mahalnya harga pupuk, tingginya resiko gagal panen, dan begitu lelahnya mengurus padi di sawah, para petani tetap rendah hati dan berharap harga jual gabah masih sama sampai masa panen tiba.

Permasalahan-permasalahan tersebut berdampak pada kesejahteraan petani yang tidak kunjung terwujud. Untuk dapat menanggulangi hal tersebut, maka diperlukan langkah-langkah yang nyata. Pemerintah dapat mempercepat dan memaksimalkan penyaluran subsidi pupuk bagi para petani guna meningkatkan produktivitas beras lokal, mengevaluasi kebijakan impor beras yang dapat berpotensi terhadap excess production (produksi berlebih), melakukan sistem antrean dengan berpacu pada waiting line analysis guna menghindari terjadinya antrean yang menumpuk.

Dalam hal ini, petani juga bisa menggunakan sistem peralihan diversifikasi tanaman (menanam tanaman yang sesuai musimnya), melakukan riset pasar untuk memahami trend dan permintaan pengepul, memanfaatkan lahan secara efisien dengan memilih varietas tanaman yang cocok dengan kondisi tanah dan iklim lokal untuk mengoptimalkan hasil panen. Apabila hal-hal tersebut terpenuhi diharapkan permasalahan yang sudah dipaparkan di atas dapat segera terselesaikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun