Mohon tunggu...
Anita Faustina
Anita Faustina Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi menggambar, menari Profesi guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meningkatkan Kemampuan Mengelola Emosi Anak Usia 5-6 Tahun melalui Bermain Peran di TK X Kota Bandung

24 November 2023   19:00 Diperbarui: 24 November 2023   19:36 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengetahui manfaat metode bermain peran dalam mengelola perkembangan sosial emosi anak usia 5-6 tahun di TK X Bandung. Metode bermain peran ini dilakukan dengan media sosiodrama dan kegiatan bermain peran menggunakan boneka. Sebelum penelitian dilakukan, terdapat beberapa anak yang belum dapat mengelola sosial emosinya namun setelah penelitian dilakukan anak mampu mengungkapkan yang emosi yang dirasakannya dan mengeksplorasi hubungan sosial dengan teman sebayanya. Melalui bermain peran, anak dapat menunjukkan ekspresinya dan dapat bercerita spontan sesuai  dengan perasaannya.

Kata Kunci: Bermain peran, Sosiodrama, Sosial, Emosi, Permainan

Abstract: This research aims to determine the benefits of the role playing method in managing the social emotional development of children aged 5-6 years at TK X Bandung. This role playing method is carried out using sociodrama media and role playing activities using dolls. Before the research was conducted, there were several children who were not yet able to manage their social emotions, but after the research was conducted, the children were able to express the emotions they felt and explore social relationships with their peers. Through role playing, children can show their expressions and can tell stories spontaneously according to their feelings.

Keywords: Role playing, Sociodrama, Social, Emotion, Game

Perkembangan zaman di era digitalisasi saat ini semua orang menggunakan gadget. Perkembangan digital sendiri pun semakin berkembang dan memiliki tanggapan positif serta negatif. Tanggapan tersebut muncul dikarenakan bagaimana peranan yang ada di lingkungan dapat mengelolanya. Saat ini banyak anak usia dini yang diberikan gadget. Perkembangan digitalisasi disertai faktor lingkungan ini sendiri pun berpengaruh pada perkembangan anak usia dini.

Menurut undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat berperan aktif dan positif dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual agama, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.


Pengendalian diri sendiri menunjukkan kemampuan sosial emosional yang perlu dikembangkan pada anak usia dini. Di TK X usia 5-6 tahun perkembangan sosial emosional anak belum berkembang dengan optimal. Beberapa anak belum dapat mengungkapkan emosi dan menunjukkan pengendalian emosi saat ada hambatan yang muncul serta sulit diatasi. Berdasarkan identifikasi asesmen awal di TK X kelompok B masih terdapat 60% (7 anak dari 13 anak) anak belum mampu mengungkapkan emosi bahkan mengendalikan dirinya saat terdapat hal yang diinginkan. Hal ini terlihat dari situasi di kelas saat guru mengajar, anak cenderung diam dan belum mengungkapkan keinginannya. Suaranya cukup kecil dan mendekati guru saat ingin berbicara, anak tidak banyak menjawab saat guru memberikan pertanyaan di dalam kelas. Ketika mengalami kesulitan, anak mulai menunjukkan ekspresi wajah hendak menangis dikarenakan tempat duduknya diambil oleh temannya yang lain. Sedangkan untuk anak yang lain cenderung ingin belajar dengan teman yang diinginkannya, saat guru mengganti temannya pada area lain anak cenderung diam dan kurang menunjukkan ekspresi wajah senang. Oleh karena hal tersebut, guru memutuskan untuk menggunakan kegiatan bermain peran.

Hal ini menjadi tujuan dari guru agar anak mampu mengembangkan kemampuan sosialnya dan mampu mengelola emosi atau mengendalikan diri. Tentunya mengembangkan kemampuan sosial emosi bukanlah hal yang dapat dirubah secara instan tetapi membutuhkan proses yang dilakukan secara berulang-ulang hingga anak mampu mengelola dan mengembangkan kemampuan sosial emosinya, diperlukan tantangan dan waktu dalam membangun hubungan sosial emosi anak dengan teman sebayanya. Tujuan ini menjadi harapan yang ingin guru capai agar anak mampu mengoptimalkan kemampuan sosial emosinya sebelum memasuki jenjang berikutnya.

Dalam kajian literatur, dikatakan bahwa kebutuhan berinteraksi dengan orang lain sangat diperlukan anak, terutama anggota keluarga dan teman-teman di sekolah. Anak mulai mampu melakukan sikap tolong menolong, bekerjasama, mentaati aturan, dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti anak semakin membutuhkan orang lain. Dalam hal ini guru memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan sosial emosional anak khususnya sikap saling tolong menolong, kerjasama, mentaati aturan dengan melakukan interaksi sosial dengan lingkungan terdekat anak seperti lingkungan kelas. Kegiatan pembelajaran pada anak usai dini akan menyenangkan dengan lebih banyaknya emosi positif yang ditampilkan oleh anak.

Menurut Jean Piaget (Hendra Surya,2006) bermain adalah suatu cara bagi anak-anak dalam mengubah dunia untuk mendapatkan keinginannya. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam meningkatkan perkembangan emosional yakni menggunakan metode bermain peran dimana dalam pelaksanaannya, anak berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya dalam melaksanakan kegiatan dalam memainkan peran sesuai dengan yang di instruksikan guru. Metode bermain peran di taman kanak-kanak mempunyai beberapa fungsi yaitu; Mempertahankan keseimbangan, meningkatkan kemandirian anak, menginspirasi peran yang akan dijalani di masa yang akan datang, meningkatkan keterampilan sosial anak dan meningkatkan keterampilan bahasa. 

Menurut Gilstrap dan Martin, bermain peran adalah memerankan karakter/tingkah laku dalam pengulangan kejadian yang diulang kembali, kejadian masa depan kejadian yang masa kini yang penting, atau situasi imajinatif. Permainan metode bermain peran/drama menimbulkan kesenangan bagi anak dan menghilangkan rasa bosan bosan yang dialaminya apabila tidak ada teman bermain. Oleh karena hal tersebut guru mencoba mempraktekkan permainan metode bermain peran ini dengan harapan anak usia dini dapat mengeksplorasi, mengekspresikan dan mengendalikan emosinya. 

Pembahasan

Pada siklus pertama, anak diberikan beberapa kegiatan area untuk mengeksplorasi emosi dan mengungkapkan ekspresinya. Kegiatan yang diadakan terdiri dari area science, area art n craft, area motorik halus dan area kognitif. Pada area science, anak diajak untuk mencampurkan warna dan meminta anak untuk mengingatkan arti dari setiap warna, merah untuk marah, biru untuk sedih, kuning untuk senang. Pada area art n craft anak dapat bermain playdough bebas untuk mengungkapkan emosinya dan membuat wajah dari hasil gambar ekspresinya pada piring kertas. Pada area kognitif, anak diajak untuk mencari gambar yang sama sesuai dengan kartu emosi yang dibuka, anak juga dapat berlomba membentuk ekspresi emosi menggunakan balok emosi serta bunyi bel untuk menunjukkan berapa kartu yang telah diselesaikannya. Pada area motorik halus, anak dapat menjepit kartu emosi sesuai dengan jumlah angka pada kartu yang telah diambilnya. Setiap anak dapat mengerjakan area yang ada namun beberapa anak mulai bermain area hanya dengan teman tertentu dan tidak mau bermain dengan anak lainnya. Terdapat anak yang belum percaya diri dengan hasil yang dibuatnya dan ingin membuat hasil karya bersama temannya yg lain.

Pada siklus kedua, permulaan kegiatan bermain peran anak diberikan alur cerita dan situasi yang telah dipersiapkan yaitu situasi di dalam pesawat dan kondisi lalu lintas di jalan raya. Awalnya guru banyak memberikan instruksi, 4 anak yang mendapatkan giliran pertama bermain masing-masing dan 1 anak fokus untuk menjadi pilot, kedua anak lain menjadi penumpang dan 1 anak menjadi pramugari. Anak terlihat antusias saat melihat kostum pilot dan pramugari namun peranan penumpang masih sulit dipahami anak dan pada giliran pertama anak terlihat belum percaya diri sehingga sering diberikan instruksi. Pada giliran kedua dan ketiga, anak-anak sudah dapat mengeksplorasi perannya masing-masing dan saling berinteraksi dengan teman sebayanya. Pada area bermain peran kedua, anak diajak untuk bermain peran di area lalu lintas. Guru menjelaskan cara bermain. Guru mempersiapkan media mobil-mobilan mainan, kotak lampu lalu lintas dari kardus, baju profesi polisi, rambu-rambu lalu lintas, trotoar yang ditempelkan pada lantai. Satu orang anak memerankan sebagai polisi dan anak lain memerankan sebagai pengendara. Pada giliran pertama, anak belum berani untuk memerankan peranan polisi kemudian setelah diinstruksikan ulang anak mulai mengarahkan kegiatan lalu lintas. Pada giliran permainan kedua anak dapat menginstruksikan dan mengarahkan anak lain untuk memasuki area lalu lintas. 

Pada siklus ketiga, kegiatan bermain peran dilakukan menggunakan boneka tangan. Guru mempersiapkan beberapa media profesi dan boneka tangan binatang. Di awal kegiatan anak langsung dapat bermain peran dan saling berinteraksi tanpa diinstruksikan. anak yang semulanya pendiam terlihat banyak berbicara saat memainkan boneka tangan bersama temannya. Kegiatan berlangsung secara bergantian dua anak selama 5-10 menit. 

Kesimpulan

Kegiatan bermain peran sangat cocok untuk anak usia 5-6 tahun akan tetapi perlu dikembangkan beberapa area lainnya untuk memotivasi anak dalam mengeksplorasi setiap peran yang akan dimainkannya dalam kegiatan bermain peran. Anak yang belum dapat mengungkapkan emosi atau mendalami emosinya mendapatkan emosi positif saat bermain pada area lainnya sehingga saaat anak tersebut memasuki area bermain peran anak lebih dapat menunjukkan emosi dan mengeksplorasi keinginannya tanpa diinstruksikan.

Saran

Akan ada baiknya jika kegiatan bermain peran dibuat ke dalam beberapa area peranan di dalam satu kelas sehingga eksplorasi anak di setiap peranan bisa bebas dan mendalam sesuai dengan keinginan anak. Guru dapat lebih menguasai pendalaman setiap area agar menarik minat anak dalam bermain peran atau area lainnya.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun