Mohon tunggu...
Anindita
Anindita Mohon Tunggu... Jurnalis - ---

An amateur blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dicari : Pria, Usia Bebas, Penampilan Menarik

13 Juli 2014   22:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:26 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih bicara seputar pilpres. Hebat ya, sudah berlalu lho proses pemilihannya, saat ini sedang masuk tahap perhitungan suara. Kedua kubu rupanya masih asyik beradu mulut, adu otot, dan adu ayam mungkin (?) Jujur saya tidak peduli kok dengan siapa memilih siapa. Toh itu hak masing-masing orang. Selain itu tidak ada larangan memberikan analisis dan kritikan mengenai capres lawan, asalkan hal tersebut relevan dengan isu pemilihan Presiden ini. Misalnya bicara masalah kompetensi dan prestasi.

Namun sayangnya, saking inginnya mencari-cari kejelekan lawan sampai segala celah yang bisa dijadikan bahanpun diangkat. Salah satunya bicara masalah fisik. Fisik ! Ya Fisik !
Kali ini rasa geram saya sudah tidak tertahankan. Tolong digarisbawahi, distabilo dan ditebalkan kalau saya tidak dalam rangka  kampanye. Saya hanya mau mengingatkan para newbie dan fanatik suporter untuk menjaga kesantunan dalam bertutur kata dan coba di setting ulang pola pikirnya.

Sekarang-sekarang ini di sosmed bertebaran ejekan yang mengomentari fisik salah satu capres. Berikut contoh kecilnya.

1405237831969940542
1405237831969940542
Dan banyak lagi saya temui bertebaran di Path, Twitter dan Facebook. Saya heran, oh alasan untuk tidak memilih yang satu dengan yang lain hanya sedangkal alasan fisik toh. Yang katanya kita diajarin don't judge a book by its cover itu mana ya? Atau mungkin memang nggak pernah diajarin. Saya miris melihat anak-anak kecil, remaja-remaja itu berteriak ngotot menghina capres lawan. Memaki membawa-bawa fisik. Beliau itu lebih tua dari kalian, kok nggak ada sopan-sopannya. Coba kalau orang tua kalian yang dilecehkan fisiknya oleh tetangga atau bahkan orang nggak dikenal, bagaimana reaksi kalian? Acuh tak acuh? Ah, cukup tahulah ya akan jadi apa generasi ini.

Lebih sedih lagi ketika tahu bapak-bapak, ibu-ibu yang usianya jauh lebih tua dari saya juga ngata-ngatain semacam itu. Saya nggak ngerti, beliau-beliau ini seharusnya jadi teladan, jadi contoh yang baik bagi generasi saya dan dibawah saya. Mungkin bapak ibu sekalian perlu diingatkan, orang yang diberi label kampungan, klewes-klewes dan kurus-kering-nggak-gagah-sama-sekali itu adalah anak yang dilahirkan dan dibesarkan dengan susah payah oleh seorang ibu. Kalau nih anak bapak ibu sekalian yang diejek-ejek fisiknya sama orang lain, kira-kira rasanya gimana ya?

Misalnya masalah fisik yang agak gendut, agak pendek, kurang ganteng, kurang cantik itu jadi kendala kita dalam mencari kerja, pastinya sedih sekali kan? Pasti kita merasa nggak adil. Padahal kita memiliki kompetensi yang dibutuhkan perusahaan tersebut. Nah, oleh karena itu saya menganggap bahwa ganteng atau cantik adalah bonus dari Tuhan saat kita dilahirkan. Namun kebaikan hati, kepintaran dan kesopanan adalah hal yang bisa dan memang harus kita pelajari. Tidak seorangpun bisa meminta mau dilahirkan seperti apa. Syukur alhamdulillah kalau kalian-kalian lahir dengan fisik super sempurna ;)

Omong-omong nih kalau masih ngotot cari Presiden ganteng, papa saya ganteng lho ! Emak-emak aja banyak yang kepincut. Ha ha. Banyak yang bilang Papa saya mirip Rano Karno, Jamal Mirdad sama Andy Mallarangeng, kadang-kadang juga mirip Purwacaraka. Boleh dong Papa saya jadi capres buat next election?

Dan besok-besok sebelum Pilpres mbok ya ditetapkan dulu kriteria capresnya. Tinggi minimalnya, penampilan menarik, berat badan ideal, logat bicara dilarang medok. Terus jangan lupa sebelum coblosan ada parade topless biar tahu badannya sixpack apa nggak.  Gimana?

Ah puasa-puasa gini nggak baik nyinyirin orang. Nggak puasa aja nggak baik kok. Intinya saya berharap adik-adik yang manis, bapak-bapak ibu-ibu yang saya hormati, mari kita berpikiran terbuka dengan tidak menjadikan fisik sebagai bahan olokan. It's not funny at all. Ora lucu babar blas. Plus sering-sering tempatkan diri kita di posisi orang lain.

Selamat menunggu waktu buka puasa. Mohon Maaf Lahir & Batin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun