Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Di Balik Cerpen "Ditembak Bujang Dam Licin"

31 Agustus 2021   08:06 Diperbarui: 31 Agustus 2021   09:43 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air terjun mini Dam Licin (Dok. Pribadi)

Mengenalkan kembali daerah wisata yang pernah terkenal lalu tenggelam bukan perkara mudah. Apalagi tidak ditunjang kondisi yang memadai. Lokasi telah tak layak dikomersilkan, mengingat tak ada lagi perawatan.

Kalau pengunjung selalu ada, ramai kata Shodiq, pemuda penduduk  warga setempat yang sangat peduli dengan eksistensi Dam Licin. Foto-foto bukti ramainya orang berkunjung ke Dam Licin selalu ditunjukkan pada saya, meminta perhatian untuk kembali berbuat sesuatu. Membangkitkan kembali Dam Licin sebagai tujuan wisata.

Bu Lulis, hitam merah (Dok. Pribadi)
Bu Lulis, hitam merah (Dok. Pribadi)
Dari yang datang sendirian, berpasangan, dengan keluarga, rombongan gowes atau komunitas semua kerap datang. Bahkan orang penting sekelas pejabat Dewan hingga rombongan wanita nomor satu, Bu Bupati Lulis, istri bupati HM Irsyad Yusuf pernah berkunjung dengan rombongan gowes, saat Dam Licin tak lagi dikelola sebagai destinasi.

Kunjungan, membuktikan tempat tersebut layak diberdayakan. Beberapa alasan yang pernah memorak morandakan penghentian pengelolalan seperti banjir yang menerjang, mestinya bukan menjadi kendala utama. Masih bisa memanfaatkan lokasi lain yang tidak terimbas banjir.

Toh banjir di Dam Licin tidak pernah sampai meluap. Hanya makin deras saja volume debit air, Dam Licin hanya sebagai sentra, pembagi air untuk daerah sekitar. Maksudnya, kalau Dam Licin airnya naik bisa dipastikan lokasi desa-desa terdekat bakal banjir. Tidak berpengaruh terhadap keberadaan Dam Licin itu sendiri. Aman dari terjangan banjir. Biasanya, hanya satu jam air tinggi selanjutnya landai lagi.

Sekdes Hasib (topi merah)  dan Kades Salim (topi putih)-Dok. Pribadi
Sekdes Hasib (topi merah)  dan Kades Salim (topi putih)-Dok. Pribadi

Itu keterangan yang saya dapat dari  Hasibuddin, Sekdes yang rumahnya dekat Dam Licin dan menjadi tempat menginap saya bila sedang di desanya.

Kondisi tak lagi dikelola kemudian saya temukan penyebabnya. Ternyata faktor utamanya adalah ketidak sepahaman pengelolaan antara pemangku Desa, dalam hal ini Kades dengan warga setempat, pemuda yang biasanya menjaga parkir dan merawat Dam Licin.

Kades terlihat enggan menjamah lagi Dam Licin dengan beberapa latar belakang kemarahan yang diungkapkan. Saya memahami alasan beliau mengingat keseringan saya bersinggungan dengan warga setempat. Sayapun, pernah mengalami kejengkelan luar biasa terhadap seseorang di Dam Licin.

Mengusahakan sukarela sekuat tenaga, memotivasi agar kerja bakti lagi. Eh, ada mulut salah satu diantara mereka memprovokasi. Padahal mereka kerja keras ya untuk mereka bukan buat saya. Swadaya kan gak rugi, wong mereka menikmati.

"Jangan ngomong saja buk. Datang, kirimi uang belikan es atau rokok biar kami senang kerja baktinya."

Ada celetukkan lagi yang memekakkan, "Sampean itu yang sering datang bantu, beri uang untuk biaya kerja bakti. Jangan datang kalau ada bupati saja. Habis itu pergi."

Blum! Disangka saya mau pamer muka apa? Meliput orang penting yang datang itu bukan karena saya dapat uang, tapi perlu sebagai sarana promosi gratis lokasi Dam Licin.

Up media tetap saya lakukan tanpa saya hadir, ada reporter ada kru, ada rombongan media. Saya bisa menulis tanpa saya datang. Video reportase yang dikirim cukup bagi saya sebagai bahan menulis. Wawancara bisa saya lakukan by chat dengan nara sumber utama.

Kalau tak ada halangan saya akan datang, tapi kalau tidak bisa ya saya akan minta bantuan orang. Yang penting saya tetap melakukan sesuatu. Sedihnya, saya  merasa dalam otak mereka hanya uang. Saya disangka dapat uang, sehingga mereka juga mau uang dari saya.

Emosi di pucuk kepala, anak-anak muda itu sungguh tidak tahu sopan santun. Dipikir rumah saya dengan Dam Licin sekedipan mata apa? Mungkin pak Kades pernah mengalami nasib seperti saya, diperlukakan tak sopan oleh mereka.

3 jam perjalanan harus saya tempuh untuk mencapai lokasi, naik motor sendiri biasanya memakan waktu 2 jaman. Kalau ngebis lalu ngojek 3 jam. Pertimbangan biaya juga. Tidak cukup 100 ribu kalau naik angkutan publik. Ada dana dan waktu baru saya berangkat.

Kehadiran saya mereka anggap mendapat sesuatu, kengototan saya mengangkat kembali Dam Licin dituduh sarat kepentingan untuk saya mendapat keuntungan. Padahal, 0 rupiah saya dapat kalau saya datang melakukan upaya-upaya mengangkat kembali Dam Licin.

Buku Dam Licin (Dok. Pribadi)
Buku Dam Licin (Dok. Pribadi)
Baiklah, dahulu memang saya datang diminta  Kades. Ada uang dibalik kedatangan. 6,5 juta rupiah kontraknya, dengan rincian  2,5 juta untu membayar biaya video profil desa 3 kategori, 2 juta untuk riset dan terbit buku cetak, 1 juta honor saya datang dan up media selama 1 bulan pendampingan, 1 juta honor konsultan dan risetter wisata.
Juara 2, diumumkan virtual lewat channel KNPI Kabupaten Pasuruan (Dok. Pribadi)
Juara 2, diumumkan virtual lewat channel KNPI Kabupaten Pasuruan (Dok. Pribadi)
Apakah saya mendapatkan uang itu? Tidak. Video tlah jadi, yang mengerjakan Sony, salah satu kru Trans TV, anggaran 2,5 juta itu sangat murah. Meraih juara 2 lomba se Kabupaten Pasuruan,  begitu pula buku. Tetapi yang terbayar hanya 4,5 juta. Artinya uang keringat saya nihil. 

Konsultan wisata Ojin, melatih Kades Body Rafting (Dok. Pribadi)
Konsultan wisata Ojin, melatih Kades Body Rafting (Dok. Pribadi)
Bahkan tekor 1 juta untuk membayar konsultan wisata kawan saya Ojin, yang tentu saja hitungan umum murah sekali. Karena kontrak dengan dia biasanya diatas 10 juta untuk pendampingan, membuat konsep dan design kawasan wisata. Dia mau lakukan karena one man show saya dampingi sendiri.

Rugi? Secara finansial ya. Saya rugi datang ke Dam Licin. Rugi waktu, tenaga dan biaya. Nominal tersebut diatas saya ungkap demi menangkis rumor bahwa untuk mendatangkan saya, ada bayaran yang saya peroleh.

6 juta rupiah saya terima beredar keras di warga setempat sampai saya ketahui ketika seseorang konfirmasi. Sehingga saya tunjukkan rincian yang selama ini erat saya simpan sendiri. Tak pernah memaparkan, sebagai kenangan saja. Dibayar sisa ya sukur enggak pun saya tetap akan datang ke Dam Licin.

Memenuhi panggilan hati, berbuat sesuatu lagi, untuk warga sekitar yang menganggap saya ibunda mereka. Tidak ada tujuan lain, apalagi ingin mendapatkan uang. Dam Licin Bangkit, itu cukup bagi saya.

Sekretaris Dewan Komisi 3 DPRD Kabupaten Pasuruan datang dialog dengan pemuda dan warga Dam Licin (Dok. Pribadi)
Sekretaris Dewan Komisi 3 DPRD Kabupaten Pasuruan datang dialog dengan pemuda dan warga Dam Licin (Dok. Pribadi)
Meminggirkan tuduhan, menjelaskan sepenuh tenang kalau ada yang menyangka saya dapat sesuatu.


"Kalau saya jadi sampean ya mau buk. Cuma nulis berita, ulasan, mendatangkan orang penting trus dapat uang. Sampean kan dapat bayaran dari orang-orang itu."

Senyum saya terkembang meski gusar memenuhi kepala.

" Coba sampean tanya ke beliau-beliau, berapa saya dibayar, apa saya dapat uang bayaran?"

"Ya gak tahu buk, wongan yang nerima uang sampean."

Seorang tokoh menuduh terang-terangan begitu, mengatakan di depan khalayak. Sebetulnya amarah saya menggelegak, tapi urung menangkis membela diri. Di depan orang banyak, ini kesempatan menjelaskan yang sesungguhnya.

Video call saya lakukan dengan salah satu orang penting yang pernah saya datangkan untuk membantu, konfirmasi berapa uang yang saya dapat, nol. Memberi motivasi untuk membangun kembali, dia siap mendanai.

Saya tidak peduli lagi dengan fitnah, gunjingan atau tuduhan. Biar saja mereka percaya atau tidak, toh malaikat tidak pernah keliru mencatat. Saya hanya peduli pada yang mau saja, yang menghiba minta dibantu meramaikan kembali agar Dam Licin kembali bisa jadi  sumber penghasilan.

Saya membuat rencana, menyusun konsep, eksekusi dengan biaya seadanya. Saya carikan pinjaman untuk memulai bersih-bersih dan melakukan sesuatu. Membuat spot dan titik duduk mulanya, hingga layak pengunjung ditarik parkir, ikut mengisi kas untuk biaya perawatan dan perbaikan.

Bantuan dari orang penting itu sebetulnya ada tapi butuh dukungan orang nomor satu desa yang telah enggan menyentuh Dam Licin kembali. Ini yang tidak saya dapatkan, sehingga step awal demi mulai lagi, nekad saya cari pinjaman.

Padahal, kalau kades mau tanda tangan, ikut terlibat mengajukan bantuan atau menyediakan anggaran, bukan hal sulit membangkitkan Dam Licin. Salah seorang  pejabat dewan telah sanggup membantu, begitupula dari unsur perguruan tinggi, komunikasi dengan seorang rektor menyatakan kesanggupan memenuhi ajuan program saya. Tapi semua itu butuh MOU, hanya Kades yang bisa melakukan. Zero.

Komunikasi dengan kades tersendat, saya hanya didukung kalau datang sebagai relawan lingkungan, -passion lain saya- misal membuat bank sampah dan berkegiatan untuk itu. 

Dimuat koran (Dok. Pribadi)
Dimuat koran (Dok. Pribadi)
Mengedukasi nasabah bank sampah mendayagunakan sampah. Baik menjual atau mengolah sampah agar tak dibuang begitu saja oleh warga. Seperti memanfaatkan pampers menjadi media tanam yang sempat menarik Radar Bromo Jawa Pos untuk meliput

Support diberikan penuh ruang gerak, fasilitas mobil angkut disediakan. Namun kalau saya membicarakan pengelolaan dam licin, dia speachless, diam seribu bahasa.

Terseok langkah membangkitkan kembali. Warga selalu menuntut biaya, padahal kalau kucuran awal kemarin sudah direalisasikan saya yakin pengunjung tidak keberatan ditarik parkir lagi. Bisa menjadi modal awal mengumpulkan biaya membuat sesuatu.

1 bulan lebih saya isoman, hanya chat grup yang menghubungkan dengan Dam Licin, lalu beberapa hari lalu saya datang berkunjung. Terbiar, nyata tak ada perawatan, ini menggerimiskan miris. Pantas salah seorang menulis di FB,

"Mbak, Dam Licin Jelek, kotor, tidak bersih dan indah seperti yang mbak Daya liput kemarin."

Semangat pudar rupanya, sehingga tempat itu jauh dari sentuhan. Aksi modalnya hanya semangat, kalau redup ya begini ini.

Hanya Shodiq pemuda yang masih peduli, dia ingin ada lagi Dam Licin, yang lebih tua RW, Kasun, Pak Misdar mendukung asal tenaga yang notabene pemuda siap sedia. Chattingan di grup ramai oleh obrolan saya dan dia, yang lain menonton, sesekali bersorak. Canda mewarnai hingga saya terbersit terinspirasi menulis dalam cerita tayang.

Saya memilih fiksi cerpen karena membebaskan imajinasi. Mengikuti trending berita wanita tua dinikahi perjaka. Judul yang menghentak bakal diperhatikan "Ditembak Bujang Dam Licin" memicu banyak komentar. Dam Licin dan tentu kisah Shodik dan saya menjadi perhatian orang. Konfrontasi, konfirmasi saya terima.

"Kalau mau tahu sosok Shodiq ya silahkan datang ke Dam Licin, minta dia memandu, pasti senang hati melakukan," cetus saya pada salah seorang yang kepo dengan lawan main saya di cerpen itu.

Mereka menggoda, tergelak dengan cerpen saya. Biarin, ini bagus membuat nama Dam Licin diingat lagi. Tujuan utama satu, mengingatkan orang akan Dam Licin lewat cerpen. Kalau tulisan reportase sudah biasa, kalau cerpen ini belum pernah. Pasti akan menarik.

Buktinya, berhasil membuat beberapa orang terpantik konfirmasi.

"Beneran mau nikah sama bujang Dam Licin?"

Ahay, tunggu kelanjutan cerpen saya.

Yang jelas saya ingin membangkitkan Dam Licin lagi. Untuk memberi ruang bagi perempuan-perempuan warga sekitar mengais rupiah dari Dam Licin. Juga kepada banyak orang yang selama ini memperoleh manfaat dari keberadaan Dam Licin.

Khusus pada warga, ayuk berupaya, asal gandeng tangan, kompak, semangat  tak ada yang tak mungkin diwujudkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun