Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kartini, Perempuan Pejuang Literasi Sejati

22 April 2019   14:36 Diperbarui: 22 April 2019   14:42 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. "Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?" Kyai Sholeh balik bertanya.

"Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku," ujar Kartini.

Kyai Sholeh t seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; "Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"

Setelah pertemuan itu, Kyai Sholeh menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan dirampungkan.

 Sayangnya, Kartini tidak pernah mendapat terjemahan ayat-ayat berikut, karena Kyai Sholeh meninggal dunia. Namun itu telah membuka mata batin Kartini ke perjalanan transformasi spiritual.

Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis; Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.

 Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis; "Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.

Sungguh bagi saya, Kartini telah mampu membuat orang terinspirasi melalui kata katanya. Dialah pejuang literasi sejati. Dengan kata-kata dalam surat suratnya dia mampu menginspirasi khalayak Eropa  tentang persamaan gender, mampu memajukan perempuan bangsanya lewat pendidikan, mampu menggugah kesadaran seorang Kiyai untuk menerjemahkan Al-Qur'an, meskipun hanya sampai juz 13. 

Namun inspirasinya mampu menghidupkan semangat berkarya bangsanya. Kini kita bisa menikmati buah dari pemikirannya. Emansipasi bergaung nyata. Berkat tulisannya,kata-katanya,, perempuan tak lagi dipandang sebelah mata, bukan  menjadi konco wingking tapi  konco samping. Sejajar.

 Pun dalam hal menuntut ilmu, kesempatan terbuka lebar. Sekolah tak pernah membedakan gender, untuk penerimaan dengan test, tolok ukur hanya didasarkan pada penilaian, bukan jenis kelamin.

Untuk penerjemahan Alquran, pasca meninggalnya Kartini hingga sekarang. Tak hanya dalam bahasa jawa saja itu dilakukan. Bahasa Indonesia, juga daerah semisal Madura telah ada terjemahannya, lengkap 30 juz, beserta arti dan penafsirannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun