Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kartini, Perempuan Pejuang Literasi Sejati

22 April 2019   14:36 Diperbarui: 22 April 2019   14:42 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal itu membuka mata Kartini tentang kemajuan wanita di Eropa sana. Kemudian Kartini tertarik untuk memajukan perempuan pribumi yang ia lihat berada pada strata sosial lebih rendah dari laki-laki. Kartini pun mulai menulis gagasan yang ada dipikirannya melalui surat-surat yang dikirim kepada temannya yang ada di Belanda. Pemikirannya yang kritis dan berani tentang persaman hak wanita menggugah masayarat Eropa saat itu. 

Salah satu temannya di Belanda bernama  J.H. Abendanon. Dia mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan Kartini. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda memberi judul buku terseubt "Door Duisternis tot Licht" yang artinya habis gelap terbitlah terang. Buku yang memuat gagasan Kartini tentang persamaan gender pun menarik masyarakat Belanda.

Kartini ingin perempuan memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Ini tertuang dalam tulisannya: Zelf-ontwikkeling (pengembangan diri), Zelf-onderricht (pendidikan mandiri), Zelf- vertrouwen (kepercayaan diri), Zelf-werkzaamheid (efesisensi diri) dan juga Solidariteit (solidaritas). Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air). 

Kegigihan Kartini belajar dan memperjuangkan nasib perempuan membuat suaminya memberikan kebebasan dan mendukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Menjadi pengajar di sana hingga ajal mengambil nyawanya.

Kegigihannya belajar juga mampu menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.

Sebanyak 13 juz terjemahan diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.

Ini berawal dari kegelisahan kartini untuk mempelajari Alquran yang dia tidak tahu terjemahannya. Seperti ditulis dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, 

Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?

Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca.

Kegelisahan Kartini ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat. Saat  Kartini bertemu dengan Kyai Sholel Darat dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya.
Dalam pengajian itu dibahas tentang tafsir Al Fatihah, Kartini tertegun. Baru kali itu dia mengetahui. Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Hingga terjadilah dialog seperti ini,

"Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?" Kartini membuka dialog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun