Mohon tunggu...
Politik

Pak Jokowi Seharusnya Nonton TV One dan Baca Detiknews

19 Februari 2017   06:50 Diperbarui: 19 Februari 2017   10:12 60477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Andai saja Jokowi tahu apa yang sedang terjadi di Detiknews selama 2 tahun terakhir ini.

Sudah terlalu lama terjadi dan tidak ada satu pihakpun yang bisa mengendalikan Detiknews. Di Kompas.com juga sering terjadi.  Ada kekuatan atau ada Pasukan Cyber Army yang selama ini sengaja ditempatkan satu-dua pihak untuk membangun Opini-opini sesat.

Sejak tahun 2015, saya mengamatinya sejak Kasus Budi Gunawan, di Detiknews khususnya setiap ada peristiwa krusial dan diberitakan Detiknews, maka di kolom komentar berita selalu dipenuhi dengan ratusan komentar yang membela pihak yang sedang dianggap bersalah.

Berbeda pada saat Pilleg DKI 2012 dan Pilpres 2014, komentar-komentar di berita-berita Detiknews itu memang berasal dari netizen asli. Mereka adalah orang beneran yang berkomentar sesuai dengan apa yang mereka rasakan.

Tetapi sejak 2 tahun terakhir, mayoritas komentar-komentar yang masuk di berita-berita online Detiknews adalah komentar-komentar para Cyber Army.  Terkadang komentar-komentar mereka sangat kasar dan provokatif. Dan lucunya oleh Detiknews yang seperti itu tidak dimoderasi. Dan ini sangat mempengaruhi Opini Pembaca lainnya.

Saya mengamatinya sejak 2 tahun terakhir. Cyber Army yang ada di kolom komentar Detiknews ini bukan lagi Panasbung (pendukung salah satu kontestan pilkada/pemilu  yang dimodali pulsa ataupun sebungkus nasi). Bukan mereka-mereka itu lagi yang nongkrong/ mantengin kolom komentar.


Dugaan saya , mereka adalah gerombolan pengangguran yang dikoordinir oleh “Perusahaan” pembentuk Opini.  Ini “Bisnis” baru yang dikembangkan oleh “Perusahaan-perusahaan” Demo-demo Bayaran.

Bisnis mereka adalah menyiapkan pasukan yang disuruh menyuarakan aspirasi pihak tertentu yang bersedia membayar mereka. Ini dugaan saya. Dan ini jelas sangat merusak opini public.

Sayangnya fenomena ini  cukup sulit dibuktikan keberadaannya. Tidak ada pihak manapun yang mau mengurusi hal yang beginian. Mau berharap Dewan Pers ya tidak bisa dong. Seharusnya ada pihak yang memantau gejala ini. Dan ini bisa dilakukan mungkin sebenarnya.

Bila ada pihak yang bersedia mengurusnya, tinggal merekam saja akun-akun tuyul yang berkomentar dan menyortirnya. Nanti akan Nampak akun-akun tendensius dan provokatif. Tinggal minta detiknews menghapus akun-akun berbahaya itu.

Kalau saya jadi pemilik Detiknews tentu saya tidak akan selalu business oriented saja.  Ada tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa.  Jadi seharusnya detiknews  membatasi jumlah komentar pembaca dan memoderasinya. Ini sangat penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun