Mohon tunggu...
Politik

Pak Jokowi Seharusnya Nonton TV One dan Baca Detiknews

19 Februari 2017   06:50 Diperbarui: 19 Februari 2017   10:12 60477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setahu saya sewaktu masih jadi Gubernur DKI Jokowi sering Blusukan.  Dan sesibuk-sibuknya Jokowi dirinya masih bisa menyempatkan diri untuk membaca-baca berita-berita di media online. Bahkan dia jadi tahu istilah Panasbung dari membaca komentar-komentar di berita-berita media  online. Jokowi juga memantau berita-berita nasional lewat beberapa chanel TV.

Tetapi setelah jadi Presiden yang jelas Blusukannya Jokowi sudah tidak bisa dilakukan lagi. Saya juga tidak yakin Jokowi  masih sempat nonton berita di TV apalagi membaca sendiri berita-berita di media online yang ada.

Kalau melihat penampilan Jokowi di TV belakangan ini saya mendapatkan kesan yang sama seperti melihat SBY beberapa tahun yang lalu. Penampilan keduanya sama dalam hal melihat wajahnya. Dua-duanya wajahnya bengkak. Bahkan kalau SBY sangat Nampak di kantung matanya setiap hari semakin membesar gara-gara kurang tidur.

Mungkin baik Jokowi dan SBY selama jadi Presiden tidurnya sehari rata-rata hanya 3-4 Jam saja. Pasti mereka sangat menderita. Itulah sebabnya saya tidak ingin sama sekali menjadi Presiden karena kebutuhan tidur saya per hari minimal 6 jam. Hahahaha.

Ya,  kembali kepada kesibukan Jokowi dan membahas situasi politik saat ini sebenarnya ada hal yang sangat serius terjadi di negeri ini. Dan ini disebabkan gara-gara ulah partai penguasa yang ada. Lebih tajam lagi atau lebih diperparah lagi dengan apa-apa yang terjadi di sekitar Pilgub DKI 2017.

Pertanyaan besarnya adalah : Apakah Jokowi tahu persis apa yang sedang terjadi saat ini di negeri ini?


Dengan kesibukannya sebagai Presiden, masih sempatkah Jokowi dalam kesehariannya menonton TV di siang hari membuang 10 menit waktunya untuk itu dan 10 menit malamnya?

Yang saya takutkan adalah Jokowi tidak sempat sama sekali. Ataupun kalau sempat, chanel yang standby hanyalah Metro TV (mungkin remote tipi hilang jadi bisanya hanya chanel itu saja). Hahahaha.

Jangan ya pak Jokowi. Rekomendasi saya , Chanel TV tersebut jangan pernah sekali-sekali dijadikan acuan sumber berita sejak tahun 2015 lalu (sejak PDIP dan koalisinya menjadi partai pemerintah).

Saya mengatakan itu karena kesan yang saya dapatkan dalam setahun terakhir ini sepertinya Jokowi sudah tidak pernah lagi mendapatkan sumber-sumber informasi yang factual dan yang benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan.  Terlalu banyak hal yang tidak cepat direspon dan cukup banyak respon yang salah antisipasi.

Bahkan dalam pengamatan saya untuk setahun terakhir ini, Jokowi sudah tidak peka lagi terhadap suara-suara Netizen.Sangat jauh berbeda kondisinya dengan awal tahun 2015 dimana Jokowi masih MAU mendengar suara rakyat dan tidak jadi melantik BG sebagai Kapolri.

Saya menduga saking sibuknya, Jokowi saat ini tidak pernah menonton tv (apalagi membaca media online) sehingga dirinya tidak pernah mendapatkan informasi langsung ke sumber berita (sumber persoalan). Dugaan saya Jokowi sangat tergantung informasi dari Ring 1 Istana.  Dan itulah sebabnya Jokowi sering salah antisipasi dalam menyikapi  apa-apa yang terjadi di negeri ini.

***Andai saja Jokowi menonton TV One kemarin, khususnya acara 9 tahunnya Ultah TV One dimana para tokoh negeri ini berkumpul dan bersuara.***

Saya sendiri tidak sempat menonton secara live tetapi hanya menonton rekamannya semalam. Setelah menyimak para tokoh bangsa berbicara, saya benar-benar mulai yakin bahwa apa yang saya rasakan selama ini sama dengan apa yang dirasakan para tokoh-tokoh itu.

Pemikiran saya sama dengan Pemikiran Karni Ilyas, Hamdan Zoelva, Hadat Nasir,Mahfud MD dan lain-lainnya. 90% suara dari para tokoh-tokoh itu sama dengan apa yang saya pikirkan tentang negeri ini belakangan ini.

ADA KETIDAK ADILAN YANG BERLANGSUNG DAN ADA ANCAMAN PECAHNYA PERSATUAN BANGSA

Andai saja Jokowi menonton acara kemarin, tentu Jokowi bisa paham bahwa mayoritas anak negeri ini sedang resah dengan keadaan saat ini. Ada Ketidak-adilan yang dipertontonkan para penguasa negeri ini.

Ada Konspirasi besar yang dilakukan penguasa negeri ini dengan pihak-pihak tertentu yang sangat mengistimewakan pihak mereka dan mendzalimi pihak-pihak tertentu.  Ada kesombongan dan ada Permainan Tidak Elegan yang sedang dimainkan oleh Para Penguasa negeri ini.

Inilah yang dirasakan mayoritas anak negeri ini dan kemudian disuarakan oleh para tokoh yang hadir dalam acara kemarin di TV One.

Ketika Ketidak-adilan terjadi dan terus-terus terjadi dan itu dilakukan oleh Para Penguasa maka itulah cikal bakal terjadinya perpecahan bangsa.

Ketika ada pihak-pihak tertentu  disuruh untuk mengalah dan terus mengalah, ketika ada satu kalangan yang terus-terusan ditekan dan diintimidasi, maka itu  akan membangkitkan perlawanan keras  yang suatu saat akan memuncak dan menimbulkan masalah besar.

Sekali lagi, tahukah Jokowi bahwa saat ini telah terjadi Ketidak-adilan besar-besaran dan itu sangat meresahkan anak negeri?

Saya sangat berharap Jokowi menyempatkan diri menonton rekaman ulang siaran TV One kemarin. Pada acara itu mereka berbicara di depan public tanpa basa-basi. Kalau mereka diundang ke Istana tentu tidak akan seperti itu bicara mereka. Jadi kalau Jokowi mau mendengar aspirasi asli tokoh-tokoh bangsa ini, dengarlah ketika mereka berbicara di depan public dalam forum yang besar.  Itulah suara asli mereka.

SATU CONTOH AROGANSI PEMERINTAH DAN PENGISTIMEWAAN SALAH SATU PIHAK

Para tokoh bangsa kemarin bicara tentang Ketidak-adilan di TV One. Tentu saja mereka tidak akan mengatakan secara detail apa-apa saja yang tidak adil.  Saya yang berpikir sama dengan mereka ingin mencontohkan salah satunya.

Pengaktifan Kembali Ahok sebagai Gubernur DKI. Ini jelas-jelas adalah arogansi dari Partai Penguasa (PDIP) yang telah menabrak UU yang ada. Mendagri yang berasal dari PDIP sangat gegabah mengaktifkan Ahok sementara status Terdakwa masih disandangnya.  Mendagri juga sangat tidak perduli dengan pendapat belasan Pakar Hukum yang telah berbicara sangat detail tentang itu. Bahkan Mendagri mencari Pembenaran dengan meminta dukungan MA, Komisi Ombudsman dan Pakar Hukum yang sudah “dibeli” pemerintah seperti Refiy Harun dan lainnya.

Ini jelas ketidak-adilan dimana untuk beberapa kasus yang sama, semua Terdakwa diberlakukan UU yang berlaku sementara Ahok gara-gara merupakan Cagub DKI dari PDIP diperlakukan secara khusus.

Pengistimewaan Ahok ini kemudian mengingatkan kembali public pada hal yang pernah terjadi sebelumnya. Ahok sangat diistimewakan oleh Jokowi dalam kasus Skandal Reklamasi dan kasus Sumber Waras.  Ulah Mendagri yang mengistimewakan Ahok membuat public teringat betapa diistimewakannya Ahok dalam kedua Kasus Kontroversial itu.

Dalam Skandal Reklamasi sangat jelas Ahok melakukan kesalahan besar dalam Perjanjian Preman. Mengutip dana Ilegal dari Pengembang. Tapi oleh Jokowi,  Penegak Hukum dilarang menyentuh Pejabat Daerah yang melakukan Diskresi.  Bagaimana mungkin Jokowi bisa menilai Perjanjian Preman itu termasuk kategori  Diskresi? Ini yang sangat mengherankan public.

Skandal Reklamasi juga menghantam banyak pihak. Para nelayan yang memenangkan Gugatan PTUN juga tidak bisa meneruskan gugatannya. Ada kekuatan besar yang menghalangi mereka. Mantan Menteri hebat Rizal Ramli juga tersingkir dari Ring 1 gara-gara ingin meluruskan masalah di Skandal Reklamasi itu.

Begitu juga Sumber Waras yang sampai saat ini tidak jelas status kasusnya di KPK. Sangat jelas BPK berkali-kali menyatakan ada kerugian negara tetapi tetap saja KPK masih mencari dan mencari dimana Niat Jahatnya berada.

Pengistimewaan Ahok adalah salah satu ketidak-adilan yang sedang terjadi di negeri ini. Dan untuk kalangan-kalangan yang sedang ditekan dan disuruh mengalah ya pasti Jokowi bisa paham sendiri yang mana maksudnya.

RUSAKNYA MEDIA ONLINE DAN MEDIA SOSIAL GARA-GARA CYBER ARMY

Andai saja Jokowi tahu apa yang sedang terjadi di Detiknews selama 2 tahun terakhir ini.

Sudah terlalu lama terjadi dan tidak ada satu pihakpun yang bisa mengendalikan Detiknews. Di Kompas.com juga sering terjadi.  Ada kekuatan atau ada Pasukan Cyber Army yang selama ini sengaja ditempatkan satu-dua pihak untuk membangun Opini-opini sesat.

Sejak tahun 2015, saya mengamatinya sejak Kasus Budi Gunawan, di Detiknews khususnya setiap ada peristiwa krusial dan diberitakan Detiknews, maka di kolom komentar berita selalu dipenuhi dengan ratusan komentar yang membela pihak yang sedang dianggap bersalah.

Berbeda pada saat Pilleg DKI 2012 dan Pilpres 2014, komentar-komentar di berita-berita Detiknews itu memang berasal dari netizen asli. Mereka adalah orang beneran yang berkomentar sesuai dengan apa yang mereka rasakan.

Tetapi sejak 2 tahun terakhir, mayoritas komentar-komentar yang masuk di berita-berita online Detiknews adalah komentar-komentar para Cyber Army.  Terkadang komentar-komentar mereka sangat kasar dan provokatif. Dan lucunya oleh Detiknews yang seperti itu tidak dimoderasi. Dan ini sangat mempengaruhi Opini Pembaca lainnya.

Saya mengamatinya sejak 2 tahun terakhir. Cyber Army yang ada di kolom komentar Detiknews ini bukan lagi Panasbung (pendukung salah satu kontestan pilkada/pemilu  yang dimodali pulsa ataupun sebungkus nasi). Bukan mereka-mereka itu lagi yang nongkrong/ mantengin kolom komentar.

Dugaan saya , mereka adalah gerombolan pengangguran yang dikoordinir oleh “Perusahaan” pembentuk Opini.  Ini “Bisnis” baru yang dikembangkan oleh “Perusahaan-perusahaan” Demo-demo Bayaran.

Bisnis mereka adalah menyiapkan pasukan yang disuruh menyuarakan aspirasi pihak tertentu yang bersedia membayar mereka. Ini dugaan saya. Dan ini jelas sangat merusak opini public.

Sayangnya fenomena ini  cukup sulit dibuktikan keberadaannya. Tidak ada pihak manapun yang mau mengurusi hal yang beginian. Mau berharap Dewan Pers ya tidak bisa dong. Seharusnya ada pihak yang memantau gejala ini. Dan ini bisa dilakukan mungkin sebenarnya.

Bila ada pihak yang bersedia mengurusnya, tinggal merekam saja akun-akun tuyul yang berkomentar dan menyortirnya. Nanti akan Nampak akun-akun tendensius dan provokatif. Tinggal minta detiknews menghapus akun-akun berbahaya itu.

Kalau saya jadi pemilik Detiknews tentu saya tidak akan selalu business oriented saja.  Ada tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa.  Jadi seharusnya detiknews  membatasi jumlah komentar pembaca dan memoderasinya. Ini sangat penting.

Kembali lagi pada Jokowi, saya hanya ingin menghimbau sajalah.

Pak Jokowi, tolong buka mata dan pasang telinga lebih lebar lagi. Ada Ketidak-adilan besar-besaran yang sedang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat luas. Dan ini bisa memicu pecahnya persatuan bangsa.

Apa yang bisa diharapkan rakyat bila Menkumham, Mendagri, Jaksa Agung, MA, BIN, Kepolisian, KPK dan lain-lainnya adalah milik Penguasa?

Begicuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun