Mohon tunggu...
Anggi Siahaan
Anggi Siahaan Mohon Tunggu... -

Koma diantara 3 Titik..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

"Takdir" Hanya Sekelas Dialog

21 April 2015   14:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:50 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku memilih untuk bersenda gurau dengan takdir, walau sesungguhnya Sang takdirpun tak yakin benar tentang apa yang harusnya dia berikan untukku..Setelah beberapa waktu bertukar tawa, takdir mulai mencoba - coba membedah fikiranku, bermain - main dengan kalimat maut yang kadang membuka namun tiba - tiba mengunci, kata - katanya menari - nari bagai katup snorkle yang sedang menantang ombak landai di pesisir senja..

Aku tersenyum..lalu bercerita panjang tentang apa yang dibutuhkan Takdir untuk merancang anggaran hidup, dan skenario cerita panjang yang akan dibentuk dan ditanamkan melekat di langkah kaki ini esok dan seterusnya.. ku rasa tak terlalu banyak opsi untuk berbohong kepadanya, walaupun beberapa terasa sedikit hiperbola. Dan kurasa itu wajar - wajar saja..toh sedang berusaha menjadi manusia apa adanya..

Aku bercerita dengan semangat hingga kantuk masuk menusuk bola mataku, cukup sakti untuk membuat tak lagi tersadar beberapa waktu..

Beberapa jam kemudian, suara jeritan kursi membangunkan lelapku, takdir terlihat bangkit dari tempat duduknya sambil merapihkan satu bundel kertas dari printer yang tampak tak rapih di sudut meja kerjanya..dibibirnya terselip rokok dengan abu yang tak dipedulikan.. Ku sapa dia dengan ramah, "Apa yang kau selesaikan wahai Takdir..skenarioku kah.?" tanyaku. Takdir diam, tak ada respon dari mulutnya, hanya abu rokok terlihat menjatuhkan diri tak mampu melawan angin..Ku baca gurat wajah takdir begitu dingin, pandangannya kosong bagai mata pisau yang tak lagi dapat digunakan, tumpul dan berkarat..

Sejenak Takdir menghela nafas, menjejakkan puntung ke dasar asbak sembari berkata pelan "Aku tak dapat menuliskan skenario untukmu..Kau bahkan tak butuh anggaran hidup..kucoba untuk menyelami apa yang kau butuhkan, namun air mataku tak lagi dapat kubendung.. Kau tak lagi butuh apa - apa, bahkan esok Harumi dan Umayra yang kau tinggikan setinggi langit tak lagi dapat memberikanmu senyuman pada saat kau menikmati teh di sore hari..Aku akan selalu ada untukmu, tapi bukan untuk menggurat langkah kakimu, aku ada untuk kau bercerita dan berkeluh kesah..Akulah Takdirmu, representasi senyum dan tangismu.."

Takdir tersenyum, Akupun tertawa..kami bersahabat dalam ideologi, mengkonstruksi pendapat dan meleburkan ingatan kabur tentang masa depan..Aku mengerti ketika Takdir tak mampu membelah matahari untukku, Ku goda dia dengan stamp bahwa ternyata takdir hanya sekelas dialog yang kubentuk pasca tengah malam bersama hujan..Hahaha

Aku menggenggammu Takdir..Sahabat dialog untuk meruncingkan pengandaian..
Aku Mencintaimu..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun