Mulailah dia bertanya pada ibunya, mertuanya, kakak dan adik ipar, tak ada satu pun yang memberi uang dua ratus ribu pada Fadly. Lalu dia bertanya pada Mama Rony, tetangga yang anaknya juga seumuran dengan Fadly. Biasanya Fadly bermain dengan Rony. Fatia bertanya mengenai game yang mereka mainkan, apakah harus membayar uang tertentu. Atau apakah mungkin mereka jajan bersama. Namun jawabannya tak ada yang memuaskan, karena selama pandemic Rony tidak pernah jajan. Game yang dimainkan juga game offline.
"Saya tahu pasti game yang mereka mainkan, Jeng," kata mamanya Rony.
"Oh, kirain harus bayar dengan harga tertentu."
"Kakaknya Rony kok yang download, semua offline untuk menghemat paket data."
"Sama Fadly di rumah juga hanya main game offline."
"Emang ada apa?'
"Tidak bu, hanya ingin tahu saja, ibu tahu sendiri kan game online itu mahal-mahal."
"Oh iya sih, jangan sampai deh anak-anak kita kecanduan game online."
Tentu saja Fatia tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Apalagi bilang kalau Fadly suka mencuri, pasti akan membuat aib yang kurang sedap. Dan bisa jadi Rony tak boleh lagi main dengan Fadly. Fatia hanya ingin tahu saja, barangkali dia harus membayar mahal untuk game online yang mereka mainkan hingga dia harus mencuri uang.
Beberapa hari kemudian saat mencuci baju, Fatia menemukan uang lagi di kantong Fadly. Jumlahnya terlalu besar buat anak-anak. Lembaran lima puluh ribuan lima lembar. Dia melaporkan hal itu lagi kepada suami.
Kali ini suaminya benar-benar marah. Dipukulnya Fadly karena masih tidak mau mengaku bahwa dia mencuri uang-uang itu.