Agama Hindu adalah agama terbesar ketiga di Indonesia. Saat ini mayoritas penduduk beragama Hindu di Indonesia tinggal di pulau Bali yang terkenal karena kebudayaan Hindunya. Kontras dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia dan karena alasan-alasan yang tidak diketahui, kekuatan Islam tidak cukup kuat untuk menghancurkan penghalang-penghalang yang tinggi dari budaya Bali, sehingga pulau ini tetap memiliki mayoritas penduduk beragama Hindu sampai saat ini.
Bali merupakan sebuah pulau yang memiliki kebudayaan sangat terkenal di Indonesia bahkan mancanegara. Hingga saat ini kebudayaan tersebut masih terjaga dengan baik. Kebudayaan Bali menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal bahkan wisatawan mancanegara, sehingga Bali menjadi tujuan wisata yang sangat terkenal di seluruh dunia. Pada dasarnya banten merupakan salah satu warisan tradisi budaya di Bali. Banten awal mulanya dikenalkan oleh Maharsi Markandeya sekitar abad ke-8, alam Bhuwana Tattwa Maha Rsi Markandeya, disebutkan bahwa Maha Rsi bersama pengikutnya membuka daerah baru pada tahun saka 858 di Puakan (Taro - Tegal Lalang, Gianyar).
Kemudian mengajarkan cara membuat berbagai bentuk upakara sebagai sarana upacara, pertama terbatas kepada para pengikutnya saja, kemudian lama-kelamaan berkembang ke penduduk lain di sekitar desa Taro. Jenis upakara yang menggunakan bahan dasar daun, bunga, buah, air dan api disebut "Bali", sehingga penduduk melaksanakan pemujaan dengan menggunakan sarana upakara itu disebut dengan orang Bali. Lama-kelamaan ajaran Maha Rsi Markandeya ini berkembang ke seluruh pulau, sehingga pulau ini dinamakan pulau Bali, dalam pengertian pulau yang dihuni oleh orang-orang Bali, lebih tegas lagi pulau yang dimana penduduknya melaksanakan pemujaan dengan menggunakan sarana upakara berupa banten.
Secara umum, tujuan agama Hindu adalah untuk mencapai kebahagiaan rohani dan jasmani. Praktik sembahyang agama Hindu di Bali dicapai dengan memberikan sesajen upakara. Banten upakara merupakan bentuk sesajen yang bertujuan untuk menciptakan keharmonisan antar manusia sebagai pemberi sesaji kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam agama Hindu, ada lima jenis sesajen yang disebut Panca Yadnya, yaitu: 1. Dewa Yadnya, 2. Rsi Yadnya, 3. Pitara Yadnya, 4. Manusa Yadnya, dan 5. Butha Yadnya. Lima sesajen dalam pelaksanaannya harus dilandasi oleh kepercayaan atau kepercayaan umat Hindu atau yang disebut dengan Srada, yaitu kepercayaan kepada Tuhan, atman, karmaphala, punarbawa dan moksa. Sarana ritual disebut upakara. Di Bali, upakara disebut banten, dan di India, upakara disebut wedya. Upakara atau sesaji adalah penjelmaan dan ajaran marga bhakti dan marga karma.
Banten disebut juga wali, sehingga upacara Dewa Yadnya disebut juga pujawali. Kata wali memiliki arti: wali artinya wakil, wali artinya pahala. Wakil Wali mengandung simbolisme filosofis, yaitu Banten merupakan wakil dari isi alam semesta ciptaan Ida Sang Hyang Widhi. Wali yang artinya kembali, artinya segala sesuatu yang ada di alam semesta ciptaan Sang Hyang Widhi itu dibawa kembali kepadanya oleh manusia sebagai ungkapan rasa syukur.
Banten memiliki banyak jenis dan bentuk serta bahan yang beragam. Sekilas, banten ini terlihat unik dan kompleks. Namun jika ditelaah secara mendalam, Anda akan memahami bahwa Banten memiliki makna simbolis dan filosofis yang tinggi, serta berpadu dengan seni dan tata rias yang mengagumkan. Walaupun bahan untuk banten itu banyak macamnya, namun pada prinsipnya bahan untuk banten itu terbuat dari bahan-bahan alami, yaitu:
1. Muaya, merupakan bahan banten yang berasal dari sesuatu yang tumbuh atau tumbuh-tumbuhan seperti daun, bunga, buah dan sebagainya.
2. Maharya, merupakan bahan banten yang berasal dari sesuatu yang lahir, diwakili oleh binatang-binantang tertentu seperti kerbau,kambing, sapi dan sebagainya.
3. Mantiga, merupakan bahan banten yang berasal dari yang lahir dari telur, termasuk telur itu sendiri seperti ayam, itik, dan angsa.
4. Logam atau seperti perak, tembaga, besi, mas, timah.
5. Air atau cairan. Ada lima macam cairan atau air yang dipakai banten, yaitu (a) air yang berasal dari jasad atau sarira, diwakili dengan susu, (b) air yang bersal dari buah-buahan, (c) air yang bersal dari uap atau kukus yang diwakili dengan arak, (d) air yang berasal dari sari bungan yang diwakili dengan madu, dan (e) air yang berasal dari tanah atau bumi diwakili oleh air bening. Kelima zat cair itu ini disebut dengan panca amerta.
6. Api dalam wujud dupa.
7. Angin dalam wujud asap yang harum.
Dalam kaitannya dalam upakara dan upacara Hindu sifat luwes dan kelenturan tidak hanya didasarkan pada desa kala dan patra tetapi juga dapat dilakukan menurut tingkat canista madya dan tangan. Kehadiran banten dalam tradisi Hindu di Bali benar-benar melewati perjalanan sejarah yang panjang. Dalam Weda tentang yajur dapat diketahui ahwa ada persemahan kepada Tuhan seagai ungkapan dan kepada Brahman berupa gandam, ksatam, pushpam, dupam, dipam, toyam, gretam dan soma.
Dalam kehidupan beragama Hindu, khususnya di Bali, masyarakat telah berkeinginan untuk meningkatkan gaya hidup keagamaannya, dan menggunakan metode rasionalisme dan filosofis untuk menyusup ke dalam kajian sastra kepercayaan yang dikumpulkan oleh berbagai lontar dan menggali ajaran agamanya. Perpustakaan peninggalan nenek moyang. Dalam hal ini, kita mengetahui pentingnya ritual keagamaan dan upakara untuk memahami makna, fungsi dan manfaatnya, serta untuk meningkatkan kenyamanan saat melakukan ritual. Saat upacara digelar, masih ada beberapa perubahan pemahaman, ritual dan tata cara. Perubahan tersebut bukan tanpa alasan, tetapi agama Hindu adalah agama yang fleksibel, dapat dilaksanakan sesuai dengan lokasi, waktu dan situasi (Desa Kalapatra), berdasarkan Catur Dresta dan menggunakan Nista, Madya dan Utama yaitu kecil, sedang, atau walaupun besar, tapi ada panduan yang bisa digunakan sebagai panduan untuk menghindari adanya sebuah perbedaan.
Upacara berasal dari bahasa Sansekerta, Upa dan Cara.Upa berarti mengelilingi atau menunjuk pada segala sesuatu, yang berarti gerakan atau kegiatan. Sehingga ritual tersebut dapat diartikan dan diterangkan tentang “gerakan seputar kehidupan manusia” dalam upaya menjalin kontak dengan Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini didasarkan pada kitab suci Veda dan dokumen agama Hindu. Sarana uapacaranya adalah Upakara. Di Bali, Upakara lebih dikenal dengan sebutan Banten yang artinya penjaga. Oleh karena itu, Upakara Dewa Yadnya sering disebut sebagai Puja Wali. Makna Wari adalah representatif, yang meliputi pengertian simbolis dan filosofis, yaitu sesaji mewakili isi alam semesta yang diciptakan oleh Shanwidi atau Tuhan Yang Maha Esa. Mengenai Upakara dan ritual, mencakup berbagai kegiatan Yajna. Yajna adalah korban suci yang saleh dan tidak mementingkan diri sendiri.
Mungkin timbul pertanyaan apa manfaat atau implikasi positif dari Upakara atau Banten agi masyarakat. Banten seenarnya merupakan persemahan suci agi Ida Shang Hyang Widi Wasa. Dalam hal ini Banten menjadi simol penyerahan diri pada keesarannya. Dengan kata lain Banten adalah sarana untuk menunjukkan srada dan pengadian masyarakat kepada-Nya. Seagai sesajen yang sakral sesajen mengandung eragai makna positif. Tentu hal ini juga harus dipahami oleh umat Hindu :