Mohon tunggu...
Andri Yudhi Supriadi
Andri Yudhi Supriadi Mohon Tunggu... Pembelajar

Alumnus Kampus Statistik Otista, Kampus Terbuka Pondok Cabe dan Kampus Ekonomi Salemba/Depok

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

DTSEN: Satu Data, Sejuta Asa

6 Juli 2025   12:46 Diperbarui: 7 Juli 2025   13:33 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DTSEN: Satu Data, Sejuta Asa sumber: Koleksi Pribadi

Pernahkah kita bertanya, mengapa bantuan sosial kadang salah sasaran? Atau mengapa perencanaan pembangunan di daerah terasa kurang pas? Seringkali, jawabannya bermuara pada satu hal: data yang tersebar dan tidak terpadu. Ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan cerminan ketidakadilan sosial dan pemborosan anggaran negara.

Melihat tantangan ini, Presiden Prabowo mengambil langkah berani. Pada 5 Februari 2025, lahirlah Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Inpres ini adalah awal dari sebuah gerakan besar: menyatukan seluruh data sosial ekonomi Indonesia ke dalam satu wadah. Bayangkan, DTSEN kini menjadi "kamus" terpadu yang berisi informasi lengkap setiap individu dan keluarga, mulai dari identitas, kondisi ekonomi, kepemilikan aset, pendidikan, kesehatan, hingga status pekerjaan.

DTSEN dibangun di atas fondasi yang kuat, menggabungkan tiga pilar utama: Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Tak hanya itu, DTSEN diperkaya lagi dengan data dari Dukcapil, PLN, BPJS, dan Pertamina. Semua data ini divalidasi dengan teliti, menggunakan metode statistik modern. Hingga Februari 2025, DTSEN telah berhasil merangkul data 285 juta individu dan lebih dari 93 juta keluarga, sebuah pencapaian luar biasa yang kini menjadi rujukan utama bagi kementerian terkait.

Data yang Hidup: Dari Lapangan ke Kebijakan Nyata

Lalu, apa artinya DTSEN bagi kita semua, terutama di daerah?

Pertama, setiap instansi kini punya "pekerjaan rumah" untuk rutin menyampaikan data lengkap kepada BPS. Ini mengakhiri era "ego sektoral" informasi yang berdiri sendiri. Sinkronisasi data antar instansi menjadi kunci utama. BPS tidak hanya menerima data; mereka adalah "penjaga gerbang" yang memproses, mengintegrasikan, dan mengamankan data ini dengan standar terbaik. BPS juga mengawasi pemanfaatannya dan melaporkannya langsung kepada Presiden.

Sementara itu, di garis depan, para Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) turun langsung ke lapangan. Mereka melakukan validasi masif, mengunjungi jutaan keluarga. Tujuannya sederhana: memastikan tidak ada lagi keluarga miskin yang terlewat (exclusion error), tidak ada lagi yang tidak berhak menerima bantuan (inclusion error), dan memastikan data identitas selalu aktif. Hasilnya sungguh menggembirakan: jutaan keluarga berhasil dikunjungi dan didata ulang. Data inilah yang menjadi kunci emas untuk memperbaiki sasaran program bantuan sosial kita, memastikan setiap bantuan sampai kepada yang membutuhkan.

Proses pemeringkatan kesejahteraan keluarga juga dilakukan secara objektif, berdasarkan berbagai indikator seperti konsumsi listrik, kepemilikan aset, dan usaha. Ini memungkinkan pengelompokan yang lebih adil. Kini, DTSEN menjadi acuan mutlak untuk setiap perencanaan dan penganggaran, baik di pusat maupun di daerah.

Bagi pemerintah daerah, ini adalah panggilan untuk bertindak! Integrasikan DTSEN dalam setiap langkah: dari pendataan desa, penyusunan program prioritas, hingga perumusan anggaran. Mengabaikan Inpres ini bukan hanya menghambat kebijakan, tapi juga membuka celah bagi ketidaktepatan sasaran pembangunan.

Kolaborasi: Kunci Merajut Keadilan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun