Mohon tunggu...
Andri Sipil
Andri Sipil Mohon Tunggu... Insinyur - Power Plant Engineer

a Civil Engineer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arus Zaman

3 September 2016   05:22 Diperbarui: 3 September 2016   07:06 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.shitlicious.com

Kami dengar paman Martin telah pulang. Paman Martin yang biasa kami panggil Om itu adalah adik keempat ibu. Ia satu-satunya adik ibu yang bekerja di jakarta. Yang lain ikut kakek bercocok tanam. Paman Martin masih muda dan belum menikah.

Paman Martin selalu pulang di akhir bulan. Biasanya saat itu ia telah gajian. Ia bekerja di daerah Pulogadung. Kerja di sebuah pabrik. Pabrik apa pastinya aku tidak tahu. Tapi aku pernah melihat foto paman martin bersama teman-temannya di depan bangunan tempatnya bekerja. Dan di sana tercetak sebuah tulisan yang biasa aku lihat pada kendaraan milik ayahnya Aldo; Toyota.  

Kepulangan paman Martin merupakan sebuah kabar gembira bagi kami, terutama bagi diriku. Bibi May memang selalu baik pada kami, juga nenek dan adik-adik ibu lainnya. Namun entah mengapa aku merasa kalau paman Martin tidak hanya sekedar baik, tapi juga sangat mengerti perasaanku. Ia juga selalu memberiku uang jajan untuk sekolah.

Jika ia sedang berada di rumah, televisi yang berada di atas buffet berwarna cokelat itu selalu dinyalakan ketika kami datang. Tidak peduli seberapa pagi kami telah hadir di teras rumah nenek. Bahkan saat lantai dan kaca-kaca jendela itu belum dibersihkan sekalipun tak jadi soal baginya. Ia tersenyum menyapa keponakan-keponakannya dengan ramah. Mempersilahkan kami masuk sambil sesekali meledek wajah adikku yang dilihatnya seperti buah kesemek itu.

Tak ada yang berani marah pada paman. Ia adalah penguasa di rumah nenek. Televisi itu serta perabot-perabot mahal lainnya merupakan barang-barang yang dibeli dengan gajinya sendiri. Kamipun merasa bahagia berada di dekatnya. Tak ada rasa canggung, apalagi takut. Bahkan adik-adiku yang biasa diam pemalu menjadi begitu cerewet di pangkuannya. 

Paman Martin sangat tahu film-film kartun kesukaan kami. Bahkan ia juga hafal jam tayangnya. Tiap kali satu serial habis ia akan menggantinya pada saluran lain yang akan menayangkan film kartun berikutnya. Bahkan seringkali ia meminta diriku untuk mengganti sendiri saluran yang diinginkan. Kadang aku sampai berpikir kalau ia sebenarnya tahu hal-hal yang sangat aku inginkan yang baru bisa aku dapatkan setelah ia berada di rumah nenek. 

Setiap kali pulang paman Martin selalu membawa benda-benda menarik. Barang-barang yang tersimpan di dalam kamarnya itu selalu membuat ku berdecak kagum. Kebetulan memang benda-benda itu juga merupakan barang yang selama ini aku suka.

Aku sangat menyukai binatang. Dan di kamarnya terdapat sebuah akuarium besar dengan ikan arwana berenang di dalamnya. Aku paling suka saat paman memberinya jangkrik atau pun kelabang. Ikan itu terlihat begitu gagah berwibawa.

Di samping akuarium terdapat radio tape. Aku suka mendengarkan lagu-lagu. Kalau biasanya tiap malam aku turut bapak mendengarkan sandiwara radio. Di sini aku bisa dengan bebas mendengarkan musik-musik yang aku suka. Koleksi kaset paman juga cukup banyak. Lengkap dari artis Indonesia sampai grup musik negeri barat.

Dari koleksi-koleksinya itu yang paling sering aku dengarkan adalah kumpulan lagu-lagu terbaik Ebit G Ade, Nicky Astria serta Broery Marantika. Sementara favorit paman adalah lagu-lagu Koes Ploes serta Iwan Fals.

Di atas dindingnya menggantung sebuah samurai. Tentu saja itu hanya sebuah pajangan. Karena penasaran pernah aku diam-diam menurunkannya dengan bantuan sebuah meja kaca. Benda itu ternyata sangat berat. Aku sempat menarik selongsongnya meski tidak sampai mengeluarkan senjata itu. Dan ternyata samurai itu cukup tajam serta amat berkilau. Aku hanya melihatnya sebentar. Takut terjadi sesuatu kemudian segera kukembalikan benda itu ke tempat semula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun