"Apa ini?" Tanyaku sambil terus menyeka air mataku.
"Bukankah kamu belum mengerjakan PR matematikamu?"
"Darimana kau tahu kalau aku belum mengerjakannya?" Tanyaku heran.
"Suatu saat kau akan tahu."
Jawaban itu terus mengganggu fikiranku hingga bertahun-tahun kemudian. Hingha akhirnya kusadari, ternyata tak sulit untuk mengetahui apakah aku sudah mengerjakan PR atau belum. Aku selalu bercerita jika aku sudah mengerjakan PR dan menanyai nya apakah dia sudah mengerjakan atau belum.
"Terimakasih, Shin." Kataku sambil menyalin pekerjaannya.
***
Suatu hari aku menemuinya setelah dia bercerai dengan suaminya.
"Kenapa kalian bercerai sebenarnya?" Tanyaku hati-hati. Takut menyinghung perasaannya.
"Aku mandul." Jawabnya tenang.
Aku kaget mendengar penuturannya. Dia sama sekali tak menampilkan ekspresi sedih atau tersinggung.