Hukum di indonesia sedang bertransformasi menjadi lebih terorganisir dan berorientasi pada pemulihan dengan menyesuaikan pada keadaan zaman, KUHP lama peninggalan warisan kolonial Belanda akan segera digantikan melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru, yang disahkan melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 dan akan efektif mulai diberlakukan pada tanggal 2 Januari 2026.
Terus, bagaimana dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)? masih pakai yang lama?
Tentunnya harus selaras dan sejalan dengan KUHP baru, Rancangan Undang-undang (RUU) KUHAP baru, perlu diperbaharui karna beberapa alasan dan kebutuhan untuk menyelaraskan dengan KUHP yang baru diantarannya, perkembangan zaman, perlindungan hak asasi manusia dan alasan kebutuhan keadilan dalam proses peradilan pidana harus terakomodir dalam RUU KUHAP tersebut.
Perbaikan proses dan evaluasi pada KUHAP lama serta penyelarasan dengan Putusan-putusan sebagai rujukan yurisprudensi dalam perumusan dan pengujian KUHAP.
Pada awal tahun, Komisi III DPR RI, Habiburokhman dalam konsulatsi publik bertema urgensi dan pokok-pokok pembaharuan hukum acara pidana di gedung DPR, menyampaikan bahwa pembahasan RUU KUHAP dimuali dari Nol, pernyataan tersebut membuat masyarakat was-was, apakah bisa ngebut penyelesaian RUU KUHAP untuk berjalan bersama dengan KUHP baru berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2023 yang akan diberlakukan pada awal tahun 2026.
Dalam KUHP terbaru mengatur adannya restorative justice (RJ) dimana penyelesaian perkara pidana lebih berfokus pada pemulihan rusaknnya hubungan akibat tindak pidana, pendekatan ini melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam mencari titik tengah solusi, tidak hanya pemberian hukuman, namun juga untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan atas tindak pidana kejahatan tersebut, tidak boleh terjadi lagi di masa depan.
Ketentuan restorative justice (RJ) sebagai hukum materil dari KUHP perlu didampingi oleh KUHAP sebagai hukum formil, semangat dan asas-asas yang sama harus selaras dan sejalan.
Bisa dibayangkan ketika sesorang dapat ditahan berdasarkan syarat objektif penahanan dapat dilakukan meskipun ancaman pindananya dibawah 5 tahun terhadap pidana yang tertuang dalam beberapa pasal KUHP eksisting, sedangkan 2 januri 2025 pasal pasal tersebut sudah tidak berlaku, dengan demikian tersangka atau terdakwa berdasarkan KUHAP eksisting pada pasal 21 ayat 4 secara mutatis mutandis, apparat penegak hukum akan kehilangan legitimasinya untuk melakukan penahanan.
Hukum acara pidana di beberapa negara menjadikan participant approach sebagai pendekatan untuk menyusun acara pidana, sehingga yang dilakukan di Indonesia saat ini, mengumpulkan apparat penegakan hukum dan para ahli dalam perumusan dan evaluasi draf RUU KUHAP sudahlah tepat untuk mempercepat penyelesaian RUU KUHAP untuk berjalan bersama dengan KUHP terbaru yang akan diberlakukan pada tahun 2026.
Pada RUU KUHAP yang baru Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej, dalam kegiatan Webinar Sosialisasi RUU KUHAP pada 28 Mei 2025, menyampaikan RUU KUHAP menuju pergeseran dari sebelumnnya pada crime control model menjadi due process model, yg mana pertama harus tertulis, kedua harus jelas dan ketiga tidak boleh ditafsirkan lain selain dari apa yang tertulis dalam menuju kepada due process model.