Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Runtuhnya Hegemoni AS di Indonesia, Disambut Jerit Kematian Orba dan Kompradornya

31 Mei 2020   15:57 Diperbarui: 31 Mei 2020   19:49 5534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Luar biasa wejangan Djuanda tersebut yang disampaikannya dengan penuh ketenangan tanpa emosi. Menurut Ganis, petuah dari Djuanda itulah yang menjadi tumpuan Sukarno untuk mempersetankan bantuan luar dengan mengatakan, "Go to hell with American aid" -- persetan dengan bantuan Amerika.

Dengan latar belakang sebagai teknokrat, Djuanda menjadi penopang Sukarno menjalankan pemerintahan. Hingga akhir hayatnya, Djuanda terus mendampingi Sukarno. Dia wafat pada 7 November 1963. Tiada sosok sepadan yang mampu menyamai Djuanda dalam mengimbangi Sukarno. Ketiadaannya digantikan oleh tiga wakil perdana menteri sekaligus: Soebandrio, Johannes Leimena, dan Chairul Saleh. (Baca: Martin Sitompul, "Menak Sunda di Balik Murka Bung Karno: Kemarahan Presiden Sukarno kepada AS terluapkan karena masukan seorang tangan kanannya." Majalah HitoriA.Id).

Sekedar mengingatkan, bahwa saat jadi Perdana Menteri ia yang mencetuskan apa yang disebut 'Deklarasi Djuanda' (13 Desember 1957). Deklarasi ini menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dalam konvensi hukum laut United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS), dikenal sebagai negara kepulauan. Isinya menyatakan:

Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri;  Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan;

Pernyataan yang dibacakan oleh Djuanda tersebut menjadi landasan hukum bagi penyusunan rancangan undang-undang yang digunakan untuk menggantikan 'Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie' tahun 1939. Ketentuan ordonansi ini dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.

Sehingga dari Deklarasi Djuanda tersebut terkandung tujuan: Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat; Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara Kepulauan; Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.

Nampaknya kalau bicara soal NKRI dan kedaulatannya, antara Bung Karno dan Djuanda ini memang banyak irisan persamaannya. Chemistry-nya nyambung kalau pakai istilah jaman sekarang. Dan sama-sama punya nyali yang amat besar, juga sama-sama punya harga diri yang amat tinggi. Hanya beda gaya penyampaiannya saja, Bung Karno yang berapi-api, dan Djuanda yang tenang menghanyutkan. Sama-sama powerful.

Banyak juga sejarawan yang menduga, lantaran sikap keras Bung Karno itulah yang dianggap 'membahayakan' hegemoni AS di kawasan Asia Pasific saat itu yang membuat AS (via CIA) merasa perlu mencari figur lain yang bisa menggantikan Bung Karno. Figur yang lebih akomodatif terhadap kepentingan hegemoniknya.

Lalu cerita selanjutnya kita sudah tahu sama tahu. Beberapa kajian historis menyebutkan adanya skenario 'kudeta bertahap', yang akhirnya berhasil mendudukkan Soeharto. Untuk kemudian akhirnya bersama 'Mafia-Berkeley'nya bisa mengakomodir kepentingan para saudagar global dengan mengapling porsi bisnisnya masing-masing di Indonesia. Berbagai kontrak karya pun ditandatangani rejim Soeharto.

Kajian mengenai peristiwa Gestok/G30S bisa ditelusuri dan dibaca lewat berbagai penerbitan. Setelah berkuasa secara otoriter selama 32 tahun, Soeharto (dengan segala jasa dan juga kekurangannya) akhirnya rontok (lengser keprabon mandeg pandito) di tahun 1998.

Wakilnya Prof.BJ Habibie naik panggung, tak lama kemudian diganti oleh Gus Dur. Kyai lurus ini pun dilengserkan -- secara inskonstitusional -- oleh konspirasi para gelandangan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun