Mohon tunggu...
ANDREAS SUPRONO
ANDREAS SUPRONO Mohon Tunggu... Menyukai Kebenaran dan Keadilan

Orang biasa, melihat dengan hati

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Bencana di Pulau Utama (bagian 11)

16 Mei 2025   22:51 Diperbarui: 16 Mei 2025   22:51 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disclaimer, untuk semua karya fiksi saya: "Cerita ini adalah karya fiksi. Nama, karakter, tempat, dan kejadian adalah hasil imajinasi penulis. Jika ada kesamaan dengan kejadian atau tokoh nyata, itu hanyalah kebetulan semata."

11. Sabtu, 12.05 WIB, buah asam Bupati

Yudith, sang reporter, sudah merasa di atas angin karena terbayang akan ditraktir Waskita dawet hitam depan kampus Joko Kelono. Sudah dua jam lewat lima menit, sang Bupati belum juga hadir. Walaupun belum dihadiri sang Bupati, panitia gladi bersih tetap mulai sesuai agenda. Mereka sudah mengatur tata upacara beserta petugasnya, memasang berbagai atribut dan bunga-bungaan. Tak lupa, tribun maha luas dengan beratapkan dedaunan alami dari tumbuhan menjalar sudah disiapkan beberapa bulan sebelumnya. Sungguh asri dan sejuk lokasi peresmian ini. Wajar bila besok sesudah acara peresmian ini, lokasi ini akan diubah fungsi menjadi arena bermain dan taman keluarga.

Lokasi pembangunan stadion pacuan kuda berada di sebelah selatan badan Gunung Pokok Pertama. Apabila berada di lokasi ini, memandang tepat ke utara akan terlihat puncak Gunung Pokok Pertama secara jelas. Sedangkan apabila menyerongkan pandangan ke barat laut, seperempat dari Gunung Pokok Dua akan kelihatan. Puncak dua  gunung seolah-olah terlihat bersebelahan sangat dekat, Pokok Pertama lebih tinggi, sedangkan Pokok Dua seolah-olah lebih rendah. 

Tepat di sebelah barat stadion, terdapat jurang yang sangat dalam dan panjang mengarah ke selatan, sedangkan di sebelah timur jauh juga terdapat hal serupa. Stadion ini berada di antara jalur jurang mengarah ke selatan.

'agar eksotik', Ahmad Basuki membisiki sang Bupati kala itu.

Tepat jauh di atas stadion terdapat dinding batu beku, yang di antaranya terdapat garis-garis membujur dari atas ke bawah. Dinding itu seperti sengaja disemen, berdiri tegak dari barat sampai timur. Di atas bebatuan sudah tidak terdapat vegetasi tinggi lagi, tinggal rumputan dan beberapa perdu, sehingga menyediakan ruang untuk puncak Pokok Pertama dapat dengan jelas teramati.

 Sebagai wahana tambahan stadion, kecuali taman rekreasi keluarga, dibuatlah jembatan gantung yang melintasi jurang bagian barat, membujur dengan tali baja arah timur -- barat. Mall dan villa terletak di kanan dan kiri stadion, berjajar mengarah turun ke selatan. Di tengah-tengahnya terdapat jalan yang sangat lebar dengan tetumbuhan rindang di tengah-tengahnya. Dua jalur jalan disediakan dengan devider terbuat dari bentuk-bentukan akar pohon dari semen. Panggung peresmian tepat di depan stadion, yang rencananya, ketika pita peresmian besok digunting, stadion akan terbuka dan ratusan ekor kuda-kuda puluhan juta rupiah akan dipacu oleh para joki keluar dari stadion.

Para kuli berita memasang alat peliput mereka sepanjang jalan utama ini. Yudith dan Waskita pun tak ketinggalan, ikut memarkir kendaraan dinas mereka di sebelah timur jalan. Sementara matahari mulai terik bersinar, Yudith sudah tidak tahan berlari mencari kesejukan di bawah rerimbunan pohon pinus kiri kanan jalan. Waskita tetap berada di dalam ruang kemudi mobil, sambil sesekali melongokkan kepala keluar mencari sejuknya angin yang berhembus perlahan.

Tak berapa lama kemudian, iring-iringan mobil sang Bupati melewati kendaraan mereka. Dengan sigap, mereka berdua bergegas mempersiapkan segalanya. Kamera dan mic siap dibawa lari. Dibiarkannya mobil mereka di tempatnya, sedangkan mereka berdua berjalan bergegas menuju panggung peresmian. Mobil Bupati diparkir di depan panggung dengan sembarangan. Pak Bupati keluar diiringi dua ajudannya. 

Sejurus kemudian Yudith terheran-heran melihat raut muka Waskita.

'Dith, walau aku menang taruhan dan tidak jadi mentraktir dawet hitam ke kamu, pulang dari sini nanti kamu akan ku buat muntah dawet, minum dawet sampai kenyang! Belum pernah kulihat wajah pak Bupati seperti itu!'

Dua ekor burung gereja ikut memeriahkan acara gladi bersih itu dari atas pohon pinus. Salah satu dari mereka membawa sebutir bebijian. Sesaat kemudian, tanpa sengaja jatuhlah biji buah tersebut tepat di depan pak Bupati berjalan. Dipungutnyalah biji itu oleh sang Bupati. Sejurus kemudian, sang Bupati  mengenali jenis biji buah itu. Ya, biji buah asam. Buah asam yang banyak jatuh dari pohon pohon asam yang berderet di dusun sebelah bawah. Buah asam yang serupa dengan wajah masam sang Bupati, ya, sangat masam, yang sempat teramati Waskita! Sangat masam!

(...bersambung...)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun