Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis media sosial. Sudah menulis 3 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA (2015), IMAN YANG MEMBUMI (2016), dan MENATA BANGSA YANG BERADAB (2025) . Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karakter Bangsa: Fondasi Indonesia Beradab

24 September 2025   09:50 Diperbarui: 24 September 2025   09:50 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M. Si dalam Media GEMA, pada Kamis, 23 Juni 2011 menulis bahwa runtuhnya karakter bangsa Indonesia yang mengemuka belakangan ini seperti memudarnya sikap toleran dan menghormati nilai-nilai pluralisme. Ini melahirkan berbagai bentuk anomali sosial dan anarkisme seperti tawuran, perusakan sarana publik, penipuan, pelecehan seksual  hingga pembunuhan  dan berbagai bentuk penyimpangan moral lainnya. Dan kiranya masih banyak bentuk sikap dan perilaku yang menjadi bukti memudarnya karakter bangsa Indonesia, seperti yang kerap kita lihat dan saksikan dalam kehidupan sehari-hari.

Realitas memudar dan runtuhnya karakter bangsa menggugah penyadaran berbangsa dan bernegara. Salah satu pilarnya adalah lembaga pendidikan dalam berbagai jenjangnya, mulai dai PAUD, SD, SMP, SMA/K, sampai Perguruan Tinggi. Kiranya perlu jujur bahwa ada yang keliru atau bahkan salah dalam praktik  penyelenggaraan pendidikan kita. Salah satunya adalah mengabaikan pendidikan karakter yang menjadi kunci untuk membangun bangsa yang beradab.

Plato dalam Republik pernah memperingatkan bahwa kecerdasan tanpa karakter adalah senjata yang membahayakan. Kecerdasan tanpa karakter ibarat pedang di tangan anak kecil. Pedang itu tajam dan mematikan, tetapi karena tanpa arah moral yang jelas, dapat berbahaya karena berada di tangan orang yang salah; orang yang tidak memiliki dasar pemikiran akan mana hal yang baik-buruk, benar-salah, dan pantas-tidak pantas.

Plato berpendapat bahwa karakter adalah keseimbangan antara akal, semangat, dan nafsu. Karakter merupakan fondasi yang memastikan seseorang tidak dikuasai keserakahan atau amarah, meski seseorang itu secerdas sekalipun. Kecerdasan tanpa karakter akan melahirkan manipulasi, yakni kemampuan berpikir yang digunakan bukan untuk kebenaran, tetapi untuk menipu, menguasai, atau mengakali hukum.

Plato meyakini bahwa pendidikan sejati adalah pembentukan jiwa, bukan sekadar penajaman logika. Penajaman logika penting, tetapi seorang anak yang dilatih hanya untuk pandai berhitung tanpa diajarkan keberanian, pengendalian diri, keadilan, akan tumbuh sebagai orang cerdas yang rapuh; sedangkan seorang anak yang ditempa karakternya akan mampu berdiri teguh, meski tidak selalu bertumbuh sebagai orang yang paling cerdas.

Dengannya kita memahami bahwa pendidikan karakter adalah proses pembelajaran yang bertujuan membentuk dan mengembangkan karakter individu yang meliputi nilai-nilai moral, etika, dan sikap positif. Pendidikan karakter berfokus pada pembentukan kepribadian yang baik, bertanggung jawab, dan berintegritas. Pendidikan karakter penting untuk membentuk individu yang berintegritas dan berkontribusi positif pada masyarakat.

Tujuan pendidikan karakter adalah membentuk individu yang memiliki karakter positif, berintegritas, dan mampu berkontribusi pada masyarakat. Pendidikan karakter diharapkan dapat membentuk generasi yang berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan peduli terhadap sesama dan lingkungan.

Dirasa perlu untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah melalui beberapa pendekatan dan strategi yang mencakup pengintegrasian kurikulum. Yang dimaksud adalah mengintegrasikan nilai-nilai karakter seperti kejujuran, tanggung jawab, empati dalam mata pelajaran melalui pembelajaran kontekstual, yang mengaitkan pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata untuk mengembangkan karakter peserta didik.

Lebih lanjut, lembaga pendidikan perlu secara kontinu mengadakan kegiatan ekstrakurikuler (pramuka, OSIS, kelompok minat/bakat) untuk membentuk karakter peserta didik. Juga kegiatan-kegiatan sosial melalui bakti sosial untuk mengembangkan empati dan kepedulian.

Demi mencapai tujuan ini peran guru menjadi model perilaku baik bagi peserta didik. Bersamaan dengan itu adalah selalu memberikan penguatan positif untuk perilaku baik dan membimbing peserta didik dalam mengembangkan karakter. Guru dapat menjalankan proses pendidikan karakter dalam kemitraan dengan orang tua. Keterlibatan orang tua menjadi penting untuk proses pendidikan karakter, melalui komunikasi antara sekolah dan orang tua dalam perkembangan karakter siswa.

Bersamaan dengan itu pula adalah menciptakan budaya sekolah yang mendukung nilai-nilai karakter positif, yang bisa dilakukan melalui penerapan aturan sekolah yang konsisten dan adil bagi semua, baik pendidik maupun peserta didik. Pendidikan karakter membutuhkan pendekatan holistik dan melibatkan berbagai pihak seperti guru, orang tua, dan masyarakat guna melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga berkarakter.

Pada akhirnya kita harus kembali ke gagasan Plato. Plato mengatakan bahwa masyarakat yang sehat bukanlah masyarakat berisi individu-individu yang jenius, melainkan individu-individu yang  berkarakter. Kecerdasan bisa menjadi hiasan, tetapi karakter adalah fondasi. Negara tanpa fondasi tidak akan bertahan lama, seberapa pun megah tampilan luarnya.

Dengannya berarti jika kita mencintai negara ini, sudah saatnya kita serius membentuk generasi berkarakter melalui pendidikan yang holistik. Bangsa ini perlu mencari jalan dan cara yang tepat untuk mendidik generasi masa depan untuk membentuk individu secara menyeluruh secara fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Ini perlu untuk menciptakan kehidupan yang seimbang dan harmonis demi Indonesia Jaya di masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun