Metode rekrutmen karyawan kini mengalami pergeseran besar. Pendekatan tradisional seperti wawancara dan penilaian Curriculum Vitae (CV) saja mulai dianggap kurang cukup untuk menilai potensi sejati calon karyawan.
Di tengah tuntutan efisiensi dan akurasi, banyak perusahaan kini memanfaatkan profiling dan Open Source Intelligence (OSINT) sebagai strategi baru dalam menyeleksi tenaga kerja.
Profiling bukan hal baru. Profiling yang dulu identik dengan ranah investigasi kriminal, kini telah bertranformasi menjadi alat strategis dalam dunia korporat. Dalam perkembangannya, metode serupa kini digunakan oleh perusahaan atau organisasi untuk memetakan karakter calon karyawan secara lebih menyeluruh. Bukan hanya dari sisi teknis, tapi juga menyentuh ranah kepribadian, nilai hidup, hingga kecocokan terhadap budaya organisasi atau perusahaan.
Profiling membuat perusahaan atau organisasi bisa lebih dalam memahami calon karyawan atau sosok individu. Artinya, bukan hanya sekadar melihat dari sisi gelar atau pengalaman kerja orang tersebut.
Meski, data formal seperti ijazah dan riwayat kerja tetaplah penting. Namun, di era digital, perusahaan atau organisasi juga harus menengok sisi lain. Mulai dari bagaimana kandidat bersikap di media sosial, seberapa aktif mereka di komunitas profesional, hingga gaya komunikasi mereka di forum daring.
Teknik ini membantu perusahaan membentuk gambaran utuh tentang calon karyawan. Bahkan, dari informasi tersebut, Human Resources (HR) bisa memprediksi potensi konflik, kecepatan adaptasi, hingga kemungkinan cocok tidaknya kandidat berada dalam satu tim. Misalnya, dari gaya tulisan di LinkedIn atau interaksi di X (dulu Twitter) dan instagram, HR bisa melihat bagaimana karakter atau cara berpikir seseorang.
Profiling akan semakin kuat dengan didukung dengan OSINT atau Open Source Intelligence. OSINT adalah teknik pengumpulan informasi dari sumber terbuka dan legal. Seperti di antaranya melalui media sosial, situs komunitas, forum teknologi, hingga blog pribadi.
Dalam konteks seleksi calon karyawan, OSINT memungkinkan HR menelusuri aktivitas publik kandidat. Misalnya, apakah individu tersebut aktif berbagi pengetahuan, pernah ikut proyek open-source, atau memiliki jejak digital positif/negatif di bidang keahlian tertentu.
Bahkan, validasi informasi pendidikan dan pengalaman kerja kini bisa dilakukan lewat platform seperti LinkedIn, situs alumni universitas, hingga portal profesional lainnya. Semua itu dilakukan tanpa melanggar privasi atau menggunakan cara-cara ilegal seperti phishing atau peretasan.
Etika Nomor Satu
Meski efektif, profiling dan OSINT harus tetap berpijak pada etika. Data yang diambil wajib berasal dari sumber yang terbuka dan bisa diakses publik. Prosesnya juga harus transparan. Artinya, kandidat perlu tahu jika proses seleksi mencakup analisis dari data publik yang mereka miliki.