Mohon tunggu...
Andini Okka W.
Andini Okka W. Mohon Tunggu... -Work for a cause not for an applause-

- a teacher, a humanist, and a lifetime learner -

Selanjutnya

Tutup

Love

Surat Cinta Perang Dunia, Rindu Diantara Desingan Peluru

1 September 2025   15:18 Diperbarui: 1 September 2025   15:18 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
soldier and his gf https://pbs.twimg.com/media/EOTuokKWkAEgNTf.jpg

Beberapa hari yang lalu, tidak sengaja lewat sebuah video di akun sosial media saya mengenai surat cinta yang tak pernah terkirim di saku seorang prajurit perang dunia di tahun 1939 yang telah meninggal. Kutipan suratnya berbunyi :

When the war is over, we will get married and the earth will grow flowers like you.

And your womb will carry the most beautiful girl in the universe.

(Saat perang berakhir, kita akan segera menikah. Bumi akan menjadi penuh bunga, indah seperti dirimu. Dari rahimmu akan lahir seorang gadis paling cantik.)

Sedih dan pilu, ya. Belum sempat dibaca oleh si penerima. Pengirimnya telah gugur, sebelum perasaan cintanya tersampaikan.

Perang Dunia II bukan hanya kisah strategi militer, pertempuran sengit, dan korban jiwa. Di balik dentuman meriam dan deru pesawat tempur, ada getar hati yang tetap berusaha hidup melalui tinta di atas kertas. Para prajurit dan kekasih mereka, terpisah ribuan kilometer, bertahan dengan secarik surat yang menghubungkan kerinduan. Surat-surat cinta ini bukan sekadar kata, melainkan napas pengharapan, bukti kesetiaan, dan janji akan masa depan. Berikut tiga kisah nyata surat cinta lainnya yang terekam dalam arsip publik, yang hingga kini masih menyentuh hati siapa pun yang membacanya.

Surat Cinta antara Jimmy & Freda 

Jimmy, seorang korporal Angkatan Udara Inggris (RAF), ditempatkan di Timur Tengah pada 1942. Kekasihnya, Freda, bertugas di Inggris sebagai anggota Women's Auxiliary Air Force (WAAF). Mereka terpisah ribuan mil, namun surat menjadi satu-satunya jembatan emosi.

Dalam salah satu suratnya, Jimmy menulis:

"...I'm sick and tired of the sun dear, how I'd love to be lost with you in a thick London fog..."
(The Postal Museum, 1942) 

Surat Cinta Jimmy dan Freda https://www.loc.gov/exhibits/homefront/correspondence.html
Surat Cinta Jimmy dan Freda https://www.loc.gov/exhibits/homefront/correspondence.html
Freda  https://www.postalmuseum.org/blog/love-on-the-frontline-part-1/
Freda  https://www.postalmuseum.org/blog/love-on-the-frontline-part-1/

Kata-kata sederhana ini menggambarkan kerinduan mendalam seorang pria yang lebih merindukan kabut London bersama kekasihnya daripada sinar matahari gurun. Humor halus dan kelembutan dalam surat mereka menegaskan bahwa cinta mampu menjadi perlindungan dari kerasnya realitas perang. Jimmy dan Freda terus berkirim surat hingga perang berakhir, menjaga ikatan mereka tetap hidup.

Surat Cinta 2 Antara Norma & Joseph Brenner 

Kisah Norma dan Joseph "Jerry" Brenner terekam dalam lebih dari 1.200 surat yang kini tersimpan di Library of Congress, AS. Joseph bertugas sebagai kopral, sementara Norma tetap di rumah.

Surat-surat Norma penuh cinta, sering dihiasi bekas lipstik sebagai tanda kasih sayang. Salah satu V-Mail Norma berbunyi:

"Sweetheart," tulis Norma pada 21 Oktober 1945, "I miss you every hour. The war may keep us apart, but nothing will keep me from loving you."
(Library of Congress, Brenner Collection)

V-Mail Brenner https://www.loc.gov/resource/afc2001001.01014.pm0500001/
V-Mail Brenner https://www.loc.gov/resource/afc2001001.01014.pm0500001/

Joseph menjawab dengan kerinduan yang sama, menuliskan detail kecil kehidupannya di medan perang seolah ingin tetap dekat. Surat-surat ini menunjukkan bagaimana teknologi sederhana V-Mail (Virtual Mail, bentuk miniatur surat agar mudah dikirim massal) menjadi penyelamat hubungan jarak jauh. Romantisme Norma dan Joseph menggambarkan cinta yang kokoh meski terjepit perang global.

Surat Cinta 3 Antara John & Betty Meades

Tidak semua kisah cinta berakhir di medan tempur. John Meades, seorang prajurit Inggris, ditempatkan di Hamburg setelah perang berakhir (1946--1947). Dari sana, ia menulis surat penuh kerinduan kepada Betty, kekasihnya di Inggris.

Dalam salah satu suratnya John menulis:

"I did not think it possible to miss anyone so much. To see you go on that train... was the hardest moment."
(The Postal Museum, 1946)

John Meades  https://www.postalmuseum.org/blog/love-letters-from-the-second-world-war/
John Meades  https://www.postalmuseum.org/blog/love-letters-from-the-second-world-war/

Surat-surat John menggambarkan sepi seorang prajurit yang sudah melewati perang, namun masih menghadapi perang batin: rindu, jarak, dan ketidakpastian masa depan. Betty menjadi jangkar hatinya, sumber kekuatan untuk kembali pulang dan membangun hidup baru bersama.

Surat Cinta di Hindia Belanda 

Tak hanya di belahan Eropa, banyak referensi surat-surat serupa juga ditulis oleh para prajurit yang ditugaskan di negara kita, yang dulu disebut Hindia Belanda. 

Tak melulu soal cinta, banyak di antara mereka yang meluapkan kerinduan kepada keluarga seperti ini :

"Iedere avond kijk ik naar de sterrenhemel boven Java en ik denk eraan dat jullie dezelfde sterren zien in Holland. Dat idee geeft mij kracht. Wat er ook gebeurt, onze liefde blijft bestaan."
(Setiap malam aku memandang langit berbintang di atas Jawa dan kupikirkan bahwa kalian melihat bintang yang sama di Belanda. Pikiran itu memberi kekuatan bagiku. Apa pun yang terjadi, cinta kita akan tetap ada.) 

Tentara KNIL  https://elshinta.com/news/274731/2022/07/26/26-juli-1950-bubarnya-angkatan-perang-hindia-belanda
Tentara KNIL  https://elshinta.com/news/274731/2022/07/26/26-juli-1950-bubarnya-angkatan-perang-hindia-belanda

Kutipan surat di atas  ditulis oleh seorang prajurit KNIL menulis kepada keluarganya di Belanda pada tahun 1942. Di tengah panas dan kecemasan perang, ia menumpahkan kerinduannya lewat baris-baris sederhana.

Kemudian, dari arsip Palang Merah Belanda, ada surat yang menggambarkan kecemasan seorang keluarga di Jawa yang kehilangan kabar anggota keluarganya setelah invasi Jepang:

"Aan het Bureau Inlichtingen van het Nederlandsche Roode Kruis, ik las de naam van Augustus Boender, geboren te Semarang. Het laatste bericht dat ik ontving dateert van 23 juni 1941. Mag ik u smeken, is er enig bericht over zijn lot?"
(Kepada Biro Informasi Palang Merah Belanda, saya membaca nama Augustus Boender, lahir di Semarang. Kabar terakhir yang saya terima bertanggal 23 Juni 1941. Mohon, adakah berita tentang nasibnya?)

Surat ini bukan hanya permohonan informasi, tetapi juga jeritan hati seorang keluarga yang merindukan kepastian.

Seorang serdadu Belanda yang bertugas di unit teknik bercerita bertahun kemudian kepada cucunya. Meski ia tak sempat menulis surat, dalam ingatannya selalu ada kalimat yang ia ingin tuangkan di kertas:

"Elke stap in het woud dacht ik slechts aan n ding: hoe ik kon terugkeren naar jou."
(Setiap langkah di hutan itu, aku hanya memikirkan satu hal: bagaimana aku bisa kembali padamu.)

Peran Pos Semasa Perang

Tidak seperti jaman sekarang, peran pos sebagai jembatan pesan saat itu sangat vital. Selama Perang Dunia II, layanan pos: baik melalui sistem tradisional, V-Mail (Victory Mail), maupun unit khusus seperti 6888th Central Postal Directory Battalion menjadi jembatan penyampai pesan yang menjaga semangat prajurit yang jauh dari rumah. Surat dari keluarga dan orang terkasih menjadi sumber kekuatan luar biasa; melalui baris-baris tulisan, jutaan tentara kembali merasakan kenangan, cinta, dan harapan, sehingga bagi mereka surat hampir sama pentingnya dengan makanan (Postal Museum).

Bahkan, untuk mengatasi hambatan logistik dan risiko kapal tenggelam, pemerintah Amerika Serikat saat itu memperkenalkan V-Mail, sebuah inovasi yang mengecilkan surat ke format mikrofilm sehingga hemat ruang dan memungkinkan jutaan pesan tiba lebih cepat (Wikipedia; Joyner Library). 

Kantor Pos Jaman Perang  https://en.wikipedia.org/wiki/6888th_Central_Postal_Directory_Battalion 
Kantor Pos Jaman Perang  https://en.wikipedia.org/wiki/6888th_Central_Postal_Directory_Battalion 

Lebih mengesankan lagi, pada tahun 1945, sebuah unit khusus beranggotakan mayoritas perempuan kulit hitam bernama 6888th "Six Triple Eight", dengan semboyan "No Mail, Low Morale", berhasil menyelesaikan tumpukan 17 juta surat hanya dalam tiga bulan. Dari asumsi awal perkiraan butuh enam bulan. Prestasi ini menunjukkan betapa setiap kata dalam sebuah surat mampu menjadi penopang harapan, semangat, dan ikatan batin di tengah kerasnya medan perang.

Sementara di Hindia Belanda, pos memainkan peran vital bukan hanya sebagai sarana administratif, tetapi juga sama sebagai penghubung emosional bagi masyarakat di tengah gejolak perang. 

Kantor Pos Jaman Hindia Belanda https://www.harapanrakyat.com/2023/01/sejarah-pos-bloc-gedung-eks-kantor-pos-belanda-kini-jadi-cafe/
Kantor Pos Jaman Hindia Belanda https://www.harapanrakyat.com/2023/01/sejarah-pos-bloc-gedung-eks-kantor-pos-belanda-kini-jadi-cafe/

Pembangunan Jalan Raya Pos oleh Daendels yang mempercepat pengiriman surat dari puluhan hari menjadi hanya 3--4 hari, jaringan pos menjadi tulang punggung komunikasi di kepulauan yang luas ini. Memasuki abad ke-20, Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT) memperkenalkan teknologi modern yang semakin mempercepat arus informasi. Namun, ketika Perang Dunia II melanda dan Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang, sistem pos mengalami perubahan drastis. Pegawai diganti secara paksa dan pengawasan ketat diberlakukan. Meski demikian, surat-surat tetap menjadi "urat nadi" kehidupan, menjaga ikatan keluarga dan cinta di antara mereka yang terpisah jarak dan perang, sekaligus menjadi pengingat bahwa di balik kekuatan militer, ada kerinduan manusia yang dititipkan lewat secarik kertas.

Berbagai kisah di balik surat cinta di atas menunjukkan satu hal: di tengah kegelapan perang, cinta tetap menjadi cahaya. Surat-surat ini adalah artefak emosional yang menyingkap sisi manusiawi dari prajurit. Mereka bukan hanya catatan pribadi, tetapi juga warisan yang mengajarkan bahwa kasih sayang mampu bertahan bahkan di masa paling sulit. Saat kita membacanya hari ini, kita tidak hanya melihat tinta di kertas tua, tetapi juga merasakan denyut hati yang masih hidup hingga kini. 

Saat ini memang tidak ada dentuman peluru.

Tapi realitas kehidupan yang menderu.

Di tengah -tengah carut-marut Indonesia begini

Sudahkah Anda menghubungi yang terkasih hari ini?

Salam hangat dan kenal dari saya, ya!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun