Mohon tunggu...
Andi Maulana
Andi Maulana Mohon Tunggu... Kamus Institute / Penulis Opini dan Berita

Lulusan S1 Jurusan Ilmu Hukum Universitas Pamulang Tahun 2023. Berpengalaman dalam penyusunan dokumen hukum, pengembangan organisasi masyarakat, pendidikan, dan advokasi hukum. Memiliki semangat kolaborasi yang tinggi, kemampuan kepemimpinan yang baik serta keterampilan dalam menulis dan membuat konten berita.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dr Heri Solehudin Presentasikan Makalah Model Kebijakan Pendidikan Interseksional di PECERA 2025 Shanghai China

20 Juli 2025   11:36 Diperbarui: 21 Juli 2025   18:25 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Heri Solehudin dari Indonesia (kiri ke-2) foto bersama Presiden Pecera Internasional-Dr. Sachiko Kitano (kanan) beserta jajarannya.

JAKARTA - Dr. Heri Solehudin Atmawidjaja, dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) Jakarta, turut ambil bagian dalam Konferensi Internasional PECERA (Pacific Early Childhood Education Research Association) 2025 yang digelar di Shanghai Normal University, Tiongkok, pada 10--12 Juli 2025.

Dalam forum ilmiah bergengsi yang dihadiri akademisi dan praktisi pendidikan dari berbagai negara tersebut, Dr. Heri tidak hanya hadir sebagai pemakalah, tetapi juga dipercaya sebagai Chairman Room. Ia mempresentasikan makalah berjudul "Intersectional Based Education Policy Model in The Special Capital Region of Jakarta" (Model Kebijakan Pendidikan Berbasis Interseksional di Daerah Khusus Ibukota Jakarta).

Makalah tersebut disusun oleh Dr. Heri sebagai penulis utama (Author 1) bersama tiga kolaborator: Dr. Erna Budiarti, Dr. Ihsana El Khuluqo, dan Rani Darmayanti, M.Ed.

"Interseksionalitas adalah konsep yang diperkenalkan oleh Kimberl Crenshaw pada tahun 1989 dalam tulisannya yang berjudul 'Demarginalizing the Intersection of Race and Sex'," tutur Dr. Heri dalam keterangan yang diterima, Senin(14/07/2025).

Sebagai tokoh masyarakat asal Ciamis dan keturunan Raja Galuh Panjalu ke-17, Dr. Heri menjelaskan bahwa Crenshaw menunjukkan bagaimana bentuk-bentuk ketidakadilan sosial seperti rasisme, seksisme, dan diskriminasi kelas tidak berdiri sendiri, tetapi saling berpotongan (intersecting), sehingga memperparah kerentanan individu dalam masyarakat.

"Contohnya, seorang perempuan kulit hitam miskin akan mengalami diskriminasi yang berbeda dibanding laki-laki kulit putih yang kaya. Dalam konteks pendidikan Indonesia, anak perempuan dari keluarga non-KTP yang juga penyandang disabilitas menghadapi hambatan berlapis," ungkap motivator di bidang sosial dan politik ini.

Berdasarkan data tahun 2024, Dr. Heri mencatat bahwa terdapat lebih dari 300.000 warga DKI Jakarta yang tidak memiliki KTP Jakarta. Mereka termasuk pendatang baru, pekerja informal, anak migran, hingga komunitas rentan lainnya. Tanpa dokumen resmi, kelompok ini mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bantuan sosial.

"Pendidikan adalah hak dasar yang dijamin oleh UUD 1945. Karena itu, status administrasi seperti KTP atau KK tidak boleh menjadi penghalang akses pendidikan bagi warga negara Indonesia," tegasnya.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Dr. Heri menawarkan pendekatan kebijakan berbasis interseksionalitas, yakni kebijakan yang secara sadar mempertimbangkan dan merespons berbagai bentuk kerentanan yang saling berlapis, seperti gender, status migrasi, kelas sosial, dan disabilitas.

Dalam makalahnya, Dr. Heri menyampaikan lima rekomendasi strategis yang menjadi bagian dari Model Kebijakan Pendidikan Berbasis Interseksional, yaitu:

  1. Melegalkan Peraturan Gubernur (Pergub) Inklusif paling lambat tahun 2026.
  2. Mengakui warga non-KTP sebagai subjek sah dalam sistem pendidikan.
  3. Mengintegrasikan pendekatan interseksional dalam seluruh proses kebijakan---dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.
  4. Mendorong kolaborasi lintas sektor, melibatkan bidang pendidikan, kependudukan, sosial, dan pemerintahan lokal seperti RT/RW.
  5. Mengalokasikan anggaran berkelanjutan secara eksplisit untuk mendukung inklusi pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun