Mohon tunggu...
andi darpanio
andi darpanio Mohon Tunggu... Foto/Videografer - fotografer

suka moto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Radikalisme Bukalah Settingan

4 November 2022   18:54 Diperbarui: 4 November 2022   18:57 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir Oktober lalu, kita dikejutkan oleh aksi seorang perempuan yang menerobos masuk ke halaman istana negara. Memang perempuan itu hanya sampai jalan depan istana yang diberi pembatas oleh aparat. Tapi yang mengejutkan adalah perempuan tersebut membawa sepucuk pistol FN  di tas nya.

Setelah didalami oleh aparat, ternyata perempuan tersebut bermaksud menemui Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Menurut dia, dia akan mengemukakan bahwa dasar negara kita seharusnya bukan Pancasila. Seharusnya dasar negara kita harus syariat Islam.

Lalu banyak yang bereaksi soal ini. Salah satunya adalah cendikiawan sekaligus agamawan yang mengatakan bahwa kasus tersebut adalah stigmatisasi pemerintah terhadap agama dan tudingan soal radikalisme dan terorisme ke banyak kasus akhir-akhir ini dianggapnya sebagai settingan pemerintah menjelang akhir tahun  dan menjelang tahun politik. Intinya beliau menganggap bahwa aksi perempuan itu angin lalu dan tidak penting.

Sejujurnya, menurut saya, ini adalah anggapan yang berbahaya bagi kita semua. Seseorang yang dengan sadar membawa senjata api dan kemudian bermaksud mengemukakan soal dasar negara yang keliru pastilah sudah memikirkan secara matang dampak dari tindakannya itu.

Dampaknya memang lumayan panjang karena suami dari perempuan itu, lalu kerabat yang memiliki pistol dan guru agama mereka juga ikut didalami oleh polisi. Dirinya juga pasti akan menanggung dampak sosial dari sekelilingnya karena dianggap berbahaya.

Anggapan soal radikalisme dan terorisme adalah settingan adalah anggapan yang tidak masuk akal. Kita ingat beberapa kejadian bom meledak di Jakarta Timur, bom Sarinah dan wilayah lain di Jakarta adalah kegiatan radikal oknum-oknum tertentu. Kita tahu banyak korban yang berjatuhan karena aksi-aksi seperti ini.

Kita mungkin bisa flash back ke Bom Bali atau Bom Surabaya dimana korban tidak berdosa tewas dalam kejadian itu. Ada sukarelawan Gereja yang tewas saat bom yang meledak di gerja Katolik Surabaya 2018 lalu. Bagaimana dengan keluarga dan anaknya yang masih bayi kini. Jika itu terjadi pada kita mungkin kita sangat sedih dan bergarap bahwa terror-teror seperti itu tidak ada lagi di Indonesia.

Kedua, tindakan polisi yang mencegah tindakan perempuan itu adalah tugas pokok profesinya dalam mencegah tindakan yang tidak diinginkan. Apa jadinya jika aparat lengah dan kemudian perempuan itu berhasil 'nyelonong' masuk ke istana?

Mariklah kita berbaik sangka kepada aparat dan negara. Bahwa mereka bertugas menjaa bangsa ini dari hal-hal yang tidak kita inginkan bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun