Mohon tunggu...
Andika Nugraha
Andika Nugraha Mohon Tunggu... -

I'm possible, I'm wonderful.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Seperti Apa Rasanya Menderita Depresi Psikotik?

13 Januari 2018   14:13 Diperbarui: 18 Januari 2018   21:19 13083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya juga sempat mencari pertolongan pada teman-teman saya, dan mereka semua langsung membantu  saya. Saya sangat bingung waktu itu, kenapa mereka baik sekali mau menolong saya, sampai malam-malam mau datang setiap hari setelah mereka usai kerja untuk menemani saya. Bahkan dosen yang juga teman saya rela datang jauh-jauh dari Medan ke Lembang waktu itu saya berada untuk menemui saya, mengajak saya jalan-jalan dan menyemangati saya.

Akhirnya, konseling ke psikolog tersebut tidak lagi mempan buat saya, pikiran-pikiran negatif, delusi, dan pikiran bunuh diri kembali menyelimuti saya. Kondisi saya semakin buruk lagi, karena kekurangan tidur. Saya mencoba sekuat tenaga untuk berpikir positif tapi tidak berhasil. Di saat itu yang saya rasa saya butuhkan adalah obat. Akhirnya saya mencoba untuk memberitahukan ke papa saya bahwa saya ingin ke psikiater. FYI, psikiater adalah dokter yang menangani masalah kejiwaan dan dapat meresepkan obat. Tapi saya kesulitan untuk memberitahukan nya secara langsung, sehingga saya memutar video Youtube yang memperlihatkan gangguan depresi dan cemas dapat disembuhkan dengan ke psikiater. 

Kemudian papa saya melihat nya dan kemudian menyuruh saya untuk pergi ke dokter umum dan minta diresepkan obat. Lucu nya saya ke dokter umum tersebut sendiri, dan sesampainya di sana saya kebingungan luar biasa, sampai ditanya oleh dokternya saya bingung. Ia bilang harusnya didampingi ketika berkunjung, ia tidak spesialis di bidang kejiwaan dan hanya dapat meresepkan obat anti depresan. Nah lucu nya saat mau diresepkan saya malah bilang tidak usah, karena saya pikir bahwa nanti saya bakal ke psikiater saja. Ya akhirnya saya pulang dengan tidak membawa apa-apa. Dan terang saja papa saya bingung, dan kemudian papa saya akhirnya membuatkan janji dengan psikiater untuk konsultasi esok harinya.

Sebelumnya saya sudah pernah datang ke klinik tempat psikiater tersebut dan mengisi tes yang dapat mengetahui kondisi mental seseorang, dari situ terdiagnosis lah penyakit saya yakni saya mengalami depresi berat dengan gejala psikotik. Dan hasil dari tes tersebut memperlihatkan kemampuan atau kualitas diri saya sudah sangat-sangat buruk. Saat konsultasi pun, yang konsultasi terlebih dahulu adalah papa saya sendiri dengan dokternya, kemudian saya bertemu langsung dengan dokternya, baru kemudian diresepkan obat. Obat yang diberikan ada dua macam, yakni pertama obat anti-depresan dan kedua obat anti-psikotik. 

Obat anti-psikotik yang diberikan yaitu Clozapine, obat yang digunakan juga untuk orang yang mengalami gangguan jiwa Schizophrenia, gunanya untuk mengurangi efek psikotik yang saya alami, namun saya diberikan dosis yang cukup kecil yakni setengah butir per malam. Obat ini juga memberikan efek ngantuk, sehingga saya dapat tertidur setelah minum obat ini.

Sejak itu saya mulai rutin mengkonsumsi obat itu, dan mulai lah saya dapat tidur akhirnya setelah sebelum-sebelumnya tidak dapat tidur. Namun pikiran-pikiran bunuh diri selalu muncul setiap hari, sehingga saya sangat berusaha keras untuk mengatasi keinginan bunuh diri. Percobaan bunuh diri pun sudah saya lakukan beberapa kali, yang paling sering saya lakukan adalah melakukan percobaan gantung diri di kamar dengan menggunakan seprei yang saya ikat ke teralis jendela. 

Kemudian saya sudah sampai menulis surat wasiat, dan mengirimkan uang tabungan saya ke orang tua saya. Lalu percobaan bunuh diri pun saya lakukan. Saya sudah melilitkan leher saya ke tali dan tinggal menendang kursi yang gunakan untuk menaiki tali gantung tersebut. 

Tapi ketika saya sudah sampai di situ saya selalu tidak berani, karena saya tahu rasanya gantung diri itu sakit luar biasa, dan saya juga takut kalau saya tidak benar-benar mati nanti nya, jadi semakin menyusahkan. Saya ingin mati dengan sekejab, tanpa ada rasa sakit, namun tidak ada opsi lain untuk melakukan hal itu selain gantung diri. 

Pernah terpikir untuk menabrakan diri ke truk, tapi lagi-lagi tidak berani. Melompat dari gedung juga sudah pernah saya pikirkan, namun saya bingung bagaimana mengakses gedung untuk lompat, karena saya sendiri saja tidak bisa keluar rumah, terlalu tidak waras untuk keluar rumah sendiri. Sehingga kamar saya itu pun menjadi tempat mengerikan buat saya, karena di situ saya sendiri, tidak ada siapa-siapa dan suasananya mendukung sekali untuk saya melakukan percobaan tersebut.

Kemudian saya terpikir juga untuk melakukan overdosis obat yang diberikan dokter, tapi itu tidak ada jaminan juga kalau saya bakal benar-benar mati, sehingga saya tidak lakukan. Kemudian menyilet urat nadi, itu tidak saya lakukan karena terlalu lama mati nya. Minum baygon? Sepertinya terlalu menyiksa jadi tidak saya lakukan. 

Jadi karena saya mempunyai prinsip ingin mati tanpa rasa sakit menyebabkan saya bertahan hidup sampai saat ini. Sehingga yang saya lakukan hampir setiap hari adalah membaca-baca berita tentang kasus bunuh diri, bagaimana mereka bunuh diri, penyebabnya kenapa, latar belakang mereka bagaimana. Di situ saya merasa iri kepada mereka yang berhasil bunuh diri, kok mereka sanggup ya melakukan hal tersebut. Karena saya sendiri saja terlalu takut untuk melakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun