Yogyakarta -- Krapyak Peduli Sampah (KPS) yang berlokasi di Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum kembali menorehkan prestasi membanggakan. Pada 4 Juni 2024, KPS mendapat kehormatan menjadi percontohan pondok pesantren yang sukses dalam mengelola sampah mandiri dalam acara Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (Hebitren) DIY sekaligus kegiatan Capacity Building: Penguatan Ekosistem Usaha Pertanian Pesantren, yang bertempat di Hotel Grand Rohan Jogja.
Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, pengasuh pondok pesantren, penggiat lingkungan, akademisi, dan pelaku usaha pesantren dari seluruh Yogyakarta. Kehadiran KPS sebagai representasi pesantren yang berhasil mengintegrasikan pengolahan sampah dengan kemandirian ekonomi, menjadi sorotan utama.
Krapyak Peduli Sampah: Dari Krisis Sampah Menuju Inspirasi
Krapyak Peduli Sampah lahir dari keprihatinan mendalam terhadap masalah sampah yang kian menumpuk di pesantren. Dulu, Pondok Pesantren Krapyak memproduksi sampah hingga 2 ton per hari, yang sebagian besar berakhir di TPA Piyungan. Namun, seiring semangat "sampah hari ini selesai hari ini," kini hanya tersisa sekitar 100 kg per hari yang benar-benar tidak bisa diolah.
Transformasi besar ini tentu tidak terjadi secara instan. Di bawah kepemimpinan Andika Muhammad Nuur sebagai Direktur KPS, lahirlah sistem pengelolaan hulu--hilir yang melibatkan santri, pengasuh pesantren, dan masyarakat sekitar. Prinsip yang dipegang sederhana: sampah bukanlah akhir dari sebuah siklus, melainkan awal dari sumber daya baru yang bisa dimanfaatkan.
Inovasi dalam Pengolahan Sampah
Dalam forum Muskerwil Hebitren DIY, KPS memaparkan berbagai inovasi yang telah dikembangkan:
Biogas dan Biodigester
Sampah organik pesantren, khususnya sisa makanan dapur, difermentasi melalui reaktor biodigester. Hasilnya adalah biogas yang digunakan sebagai energi memasak di dapur pesantren, sekaligus menekan biaya operasional.Budidaya Maggot
Sisa organik yang tidak masuk biodigester menjadi bahan pakan maggot. Maggot ini kemudian dipanen sebagai pakan ikan, unggas, dan bahkan diolah menjadi produk bernilai jual seperti pelet ikan.Pertanian dan Perkebunan Organik
Limbah organik diolah menjadi pupuk cair dan kompos padat yang digunakan dalam lahan pertanian pesantren. Dari sini lahir hasil panen sayuran organik yang sehat dan bernilai ekonomi.Produk Kreatif Anorganik
Sampah plastik dan multilayer tidak dibiarkan menumpuk, tetapi diolah menjadi produk kreatif seperti sandal, tas, kaligrafi, lukisan, hingga konblok plastik. Produk-produk ini dipamerkan dalam berbagai ajang nasional maupun internasional.Ekonomi Sirkuler
Selain pengolahan internal, KPS menggerakkan ekonomi sirkuler dengan menjual rosok ke UMKM pengepul, membuka pasar murah trifting pakaian bekas, hingga memberi fasilitas gratis bagi masyarakat yang ingin mengambil pakan ternak dari KPS.
Menguatkan Ekosistem Pertanian Pesantren
Dalam capacity building yang mengusung tema "Penguatan Ekosistem Usaha Pertanian Pesantren," KPS menegaskan bahwa pengolahan sampah organik tidak bisa dilepaskan dari pertanian. Biogas, pupuk organik, hingga media tanam dari limbah semuanya kembali pada satu tujuan: mendukung kemandirian pangan dan keberlanjutan ekosistem pesantren.
Andika Muhammad Nuur menyampaikan, "Pesantren harus menjadi teladan. Kita tidak hanya bicara agama di kitab kuning, tapi juga bagaimana menjaga bumi ini sebagai amanah Allah. Dengan olah sampah, kita membangun pertanian yang sehat, peternakan yang mandiri, dan ekonomi pesantren yang kuat."
Pesan ini mendapat sambutan hangat dari peserta Muskerwil. Banyak pondok yang merasa terinspirasi untuk meniru sistem KPS, khususnya dalam mengintegrasikan nilai-nilai Islam, kearifan lokal, dan teknologi ramah lingkungan.
Pesantren sebagai Pusat Gerakan Lingkungan
Acara Muskerwil Hebitren DIY menegaskan bahwa pesantren tidak hanya menjadi pusat kajian ilmu agama, tetapi juga laboratorium sosial-ekologis yang mampu memberi jawaban atas persoalan nyata umat. Kehadiran KPS sebagai percontohan membuktikan bahwa pengolahan sampah mandiri bisa dijalankan secara konsisten, berkelanjutan, dan produktif.
Bahkan, KPS berhasil mengakulturasikan nilai kebersihan dari ajaran Islam, seperti hadis "An-nazhafatu minal iman" (kebersihan adalah sebagian dari iman), dengan praktik nyata di lapangan. Hal ini semakin diperkuat dengan warisan pesan KH. Ali Maksum yang selalu menekankan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Penutup
Kehadiran KPS di Muskerwil Hebitren DIY dan Capacity Building di Hotel Grand Rohan Jogja bukan hanya sebuah prestasi, tetapi juga penanda bahwa pesantren punya peran strategis dalam menjaga bumi. Dari sampah, lahirlah energi, pangan, dan ekonomi baru yang menyejahterakan.
Dengan semangat kolaborasi, KPS siap terus menjadi inspirasi bagi pesantren-pesantren lain di Yogyakarta bahkan Indonesia. Seperti kata Andika Muhammad Nuur, "Sampah bukan musibah, melainkan berkah bila kita kelola dengan hati dan ilmu."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI